Simalakama BUMN di Kereta Cepat, Utang Didapat, Rugi Ditanggung

- Minggu, 17 Agustus 2025 | 07:05 WIB
Simalakama BUMN di Kereta Cepat, Utang Didapat, Rugi Ditanggung


NARASIBARU.COM - 
Proyek ambisius Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali menjadi sorotan. Meski sudah resmi beroperasi dan mengangkut jutaan penumpang, kinerja keuangannya merugi hingga triliunan.

Alhasil, sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam konsorsium harus menanggung renteng kerugian besar dari beban keuangan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC).

Empat BUMN Indonesia tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebagai pemegang saham pengendali PT KCIC.

Keempatnya yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PTPN VIII, turut menanggung beban utang kepada China Development Bank (CDB) serta bunga pinjaman yang tinggi.

Sejak mulai dikerjakan pada 2016, proyek KCJB memang tak lepas dari masalah pembengkakan biaya atau cost overrun, serta beban utang yang harus dilunasi setelah proyek rampung.

Audit bersama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan China mencatat, total biaya pembangunan membengkak hingga 7,27 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 108,14 triliun. Angka ini naik 1,2 miliar dolar AS dari perhitungan awal.

Mayoritas dana proyek ditopang oleh pinjaman dari CDB, ditambah penyertaan modal negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lewat KAI, serta investasi dari konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China.

Rugi triliunan konsorsium BUMN


Kondisi finansial PT PSBI sebagai pemegang saham mayoritas KCIC babak belur. Dalam laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) per 30 Juni 2025 (unaudited), PSBI sebagai entitas anak usaha KAI, mencatat kerugian bersih sebesar Rp 4,195 triliun sepanjang 2024.

Kerugian berlanjut hingga pertengahan 2025. Per Juni, PSBI kembali membukukan rugi Rp 1,625 triliun. Dampaknya, BUMN yang menjadi pemegang saham PSBI harus ikut menanggung beban secara proporsional.

PT KAI, sebagai pemimpin konsorsium dengan kepemilikan 58,53 persen saham PSBI, mencatat ikut menanggung rugi Rp 951,48 miliar hanya dalam enam bulan pertama 2025.

Pada 2024, angka kerugian yang ditanggung KAI bahkan mencapai Rp 2,23 triliun. Kondisi ini membuat keuangan KAI semakin tertekan setelah ditugasi pemerintah menjadi pengendali saham Whoosh.


Rugi BUMN di konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, pemegang saham PT KCIC operator Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh. (PT KAI)


Sebagai catatan, konsorsium PT KCIC terdiri dari sembilan perusahaan. Dari pihak Indonesia, ada empat BUMN melalui PSBI.

Sementara dari China, bergabung lima perusahaan, antara lain China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Dalam struktur kepemilikan, PSBI menguasai 60 persen saham KCIC. Adapun 40 persen sisanya dimiliki konsorsium perusahaan asal China.

WIKA merugi


Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung atau Whoosh disebut-sebut menjadi salah satu kontribusi besar membengkaknya kerugian yang dialami PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Sepanjang tahun 2023, perusahaan konstruksi pelat merah ini menderita rugi sebesar Rp 7,12 triliun. Kerugian perseroan ini meningkat sangat besar dibandingkan pada tahun 2022 yang mencatat rugi Rp 59,59 miliar.

Kerugian WIKA ini jauh lebih besar dibandingkan kerugian yang juga dialami BUMN karya lainnya di tahun yang sama, PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang pada 2023 mencatat rugi Rp 3,77 triliun. Terbaru pada 2024, WIKA juga kembali menderita rugi, mencapai Rp 2,33 triliun.

Mengutip Kontan, Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito, menyebut dua faktor menjadi penyebab utama pembengkakan kerugian, yakni beban bunga dan beban lain-lain.

Beban bunga meningkat akibat perusahaan harus menerbitkan surat utang (obligasi) untuk urunan membiayai mega proyek Kereta Cepat Whoosh. Beban lain yang ditanggung termasuk beban provisi dan beban administrasi dari utang yang diperoleh WIKA.

“Beban lain-lain ini di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat,” jelas Agung saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, pada Agustus tahun lalu.

Agung menyebut, WIKA sendiri menyetor modal cukup besar ke Kereta Cepat Whoosh melalui PSBI, di mana dana yang digelontorkan mencapai Rp 6,1 triliun.

“Penyertaannya saja sudah Rp 6,1 triliun (untuk konsorsium Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung). Kemudian, yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp 5,5 triliun, sehingga hampir Rp 12 triliun,” beber dia.

Yang jadi masalah, dana yang disetorkan ke konsorsium untuk permodalan kereta cepat diperoleh WIKA melalui penerbitan utang. Praktis, perusahaan harus terbebani dengan beban bunga yang tinggi.

"Untuk memenuhi uang ini, mau tidak mau WIKA harus melakukan pinjaman melalui obligasi,” ungkap Agung.

Mengutip laporan keuangan WIKA 2023, sejumlah beban WIKA memang tercatat membengkak. Paling besar, beban lain-lain naik 310,16 persen menjadi Rp 5,40 triliun dan beban keuangan meningkat 133,70 persen sebesar Rp 3,20 triliun di tahun 2023.

Sumber: kompas

Komentar