NARASIBARU.COM - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan.
Penetapan tersangka tersebut diputuskan oleh Ditreskrimum Polda Jawa Timur setelah gelar perkara pada Selasa, 2 Juli 2025.
“Saudara Dahlan Iskan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” tulis dokumen yang ditandatangani Kepala Sub Direktorat I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Arief Vidy, Senin, 7 Juli 2025.
Secara rinci, Menteri BUMN periode 2011-2014 itu diduga melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat dan atau penggelapan dalam jabatan juncto penggelapan dan atau pencucian uang.
Penetapan tersangka Dahlan ini merupakan tindak lanjut laporan dari Rudy Ahmad Syafei Harahap, yang terdaftar dengan nomor LP/B/546/IX/2024/SPKT/Polda Jawa Timur pada 13 September 2024.
Ditreskrimum Polda Jawa Timur kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/42/I/RES/1/9/2025/Ditreskrimum pada 10 Januari 2025.
Selain Dahlan Iskan, Polda Jawa Timur juga menetapkan mantan Direktur Jawa Pos Nany Wijaya sebagai tersangka.
Penyidik akan melakukan pemanggilan terhadap dua tersangka ini untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut serta menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan perkara.
Tempo telah mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Julest Abraham Abast ihwal dokumen penetapan tersangka Dahlan Iskan.
Namun hingga tulisan ini tayang Abraham belum merespons pesan Tempo.
Dahlan juga belum merespons pesan Tempo. Polisi belum mengungkapkan keterlibatan dua tersangka baru tersebut.
👇👇
Kasus Lain PLTU Dahlan Iskan
Mengutip Majalah Tempo terbit 15 September 2024 berjudul "Bagaimana Bisa PLTU Dahlan Iskan Terlilit Utang dan Penggelapan", Dahlan Iskan pernah terjerat kasus lain, bermula ketika terjadi guncangan keuangan PT Cahaya Fajar pada 2023.
Perusahaan ini merupakan pengembang dalam proyek Independent Power Producer Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
PT Cahaya Fajar tersebut didirikan secara kongsi oleh PT Kaltim Electrik milik Dahlan Iskan bersama Perusahaan Daerah PT Ketenagalistrikan Kalimantan Timur.
Selain Dahlan dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Jawa Pos juga tercatat memiliki saham di perusahaan yang berdiri sejak 2003 ini.
Saat itu PT Cahaya Fajar menghadapi proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya.
PT Ketenagalistrikan Kalimantan Timur terimbas lantaran keran dividen dari PT Cahaya Fajar terhenti.
Akibatnya, perusahaan milik daerah itu dilaporkan mengalami kerugian.
Tak hanya keuangan PT Cahaya Fajar yang bermasalah.
PT Indonesia Energi yang juga merupakan anak perusahaan Jawa Pos yang menaungi bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Berau, Kalimantan Timur, juga berpolemik.
PLTU ini terletak bersebelahan dengan PLTU Embalut.
Diduga akibat salah kelola, bisnis PT Indonesia Energi dan PT Cahaya Fajar di kedua PLTU itu merugi.
Hasil audit internal menyebutkan PT Indonesia Energi mengalami kerugian beruntun yang membuat PLTU Berau tak bisa memberi dividen kepada para pemegang saham.
Pada 2021, PT Indonesia Energi tercatat mengalami kerugian sebesar Rp 400 miliar.
Nilai kerugian perusahaan ini bertambah dua kali lipat menjadi Rp 800 miliar setahun setelahnya.
Kerugian itu berujung pada gugatan PKPU oleh sejumlah kreditor. Salah satunya PT Graha Buana Etam pada 22 Desember 2022.
Perusahaan tersebut menggugat PT Indonesia Energi lantaran dianggap mengabaikan kewajiban penyelesaian utang usaha sebesar Rp 86,9 miliar plus pembayaran bunga sebesar Rp 10 miliar atas keterlambatan pembayaran.
Guna menyelesaikan gugatan tersebut, hakim menunjuk pengurus PKPU yang mewakili pihak kreditor selain perwakilan PT Graha Buana.
Rupanya, yang terjadi bukan sekadar salah kelola, tapi sudah menjurus perbuatan pidana.
Manajemen Jawa Pos mengendus sejumlah kejanggalan di tengah proses penyelesaian gugatan di PN Surabaya tersebut.
Salah satunya permohonan penyelesaian piutang sebesar Rp 96,9 miliar yang diajukan PT Graha Buana Etam terhadap PT Indonesia Energi Dinamik.
“Padahal, dari total Rp 10 miliar kewajiban bayar, utang usaha PT Graha Buana tercatat tinggal Rp 3 miliar. Saat praverifikasi oleh pengurus PKPU, klaim PT GBE diterima begitu saja tanpa pembanding,” kata Kuasa hukum Jawa Pos Andi Syarifuddin.
Kasus ini akhirnya menjerat mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung, Zainal Muttaqin pada 2023.
Kala itu, dalam satu periode, Zainal menghadapi dua kasus.
Pertama, ia dituding menggelapkan aset lahan PT Jawa Pos seluas 3,7 hektare.
Ia juga dituduh menyembunyikan sejumlah transaksi keuangan.
“Ada indikasi penggelapan, yang berdampak pada masalah penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU),” ujar Andi.
Untuk perkara aset Jawa Pos, pengadilan memvonis Zainal bersalah dan dihukum satu setengah tahun penjara pada 23 November 2023.
Dua hari sebelum hakim mengetuk palu, Zainal juga dilaporkan ke Bareskrim Polri dalam kasus dugaan penggelapan saat menjabat Direktur Utama PT Indonesia Energi Dinamik.
Pada 13 September 2024, Wakil Direktur Human Capital and Corp Affair di Jawa Pos Grup, Rudy Ahmad Syafei Harahap membuat laporan tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau penggelapan dalam jabatan hingga pencucian uang ke Ditreskrimum Polda Jawa Timur.
Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan Sprindik pada 10 Januari.
Sumber: Tempo
Artikel Terkait
Ketum PITI Desak Oknum Pendeta Cabul di Blitar Ditangkap!
Mulai Seret Nama Bobby Nasution, Benarkah OTT KPK adalah Genderang Perang antara Prabowo dan Jokowi?
Eggi Sudjana: Kalau Jokowi Tunjukkan Ijazah Asli, Kasus Selesai! Saya Minta Maaf
MAKI dan Eks Penyidik Curiga, Desak KPK Gercep Usut Surat Istri Menteri UMKM yang Viral