NARASIBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mengusut kasus besar yang melibatkan pihak-pihak penting atau "The Big Fish" di era kepemimpinan Jilid VI.
Jika ditemukan alat bukti yang cukup kuat, KPK menyatakan siap menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan dan termasuk menetapkan tersangka, termasuk yang saat ini masih dalam proses penyelidikan yaitu korupsi kuota haji 2023–2024 yang diduga menyeret eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta kasus pengadaan Google Cloud yang disinyalir melibatkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
“Mudah-mudahan kalau kemudian faktanya, buktinya cukup kuat, KPK akan segera menaikkan status ke tingkat penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).
Pernyataan Fitroh ini sekaligus merespons kritik eks Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, terhadap Pimpinan KPK Jilid V, Firli Bahuri cs, yang dinilai gagal menangani kasus Big Fish, yang hingga kini pun belum berhasil diwujudkan oleh Pimpinan KPK Jilid VI yang sempat membandingkannya dengan Kejaksaan Agung.
Guna mempercepat proses penyelidikan ke tahap penyidikan serta penetapan tersangka, KPK akan memanggil sejumlah pejabat aktif maupun mantan pejabat di Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Kamis (7/8/2025), termasuk Yaqut dan Nadiem.
“Penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Google Cloud. Yang kalau tidak salah, sudah dalam proses penyelidikan, besok ada permintaan keterangan terhadap beberapa pejabat dan mantan pejabat di Kementerian Dikti,” ucap Fitroh.
“Kemudian juga penyelidikan yang kedua terkait dengan penyelenggaraan Haji 2023–2024. Sedang dalam proses penyelidikan dan besok sepertinya juga ada permintaan keterangan terhadap beberapa pihak yang oleh penyelidik dianggap mengetahui terkait dugaan korupsi yang di sana,” sambungnya.
Kasus Google Cloud Seret Nadiem
KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan layanan Google Cloud yang dilakukan pada masa kepemimpinan Nadiem Makarim. Fokus penyelidikan berada pada skema sewa dan dugaan markup harga dalam proyek tersebut.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa Kemendikbudristek menyewa layanan Google Cloud senilai Rp400 miliar untuk satu tahun, namun kontrak itu disebut telah berlangsung selama tiga tahun dan masih berjalan hingga saat ini.
Selain harga dan pengadaan, KPK juga menyelidiki potensi kebocoran data dalam penggunaan layanan tersebut, mengingat adanya sejumlah catatan penyalahgunaan data dalam ekosistem digital Indonesia. Layanan serupa juga diketahui digunakan oleh sejumlah kementerian dan lembaga negara lainnya.
Tak hanya itu, KPK turut mencermati program digitalisasi pendidikan lainnya, termasuk distribusi bantuan kuota internet untuk pelajar, guru, dosen, dan mahasiswa. Namun, detailnya masih dirahasiakan karena penyelidikan masih berjalan.
Kasus Kuota Haji Seret Yaqut
KPK juga mendalami dugaan praktik jual beli kuota haji khusus yang diduga melibatkan Kementerian Agama dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) melalui kerja sama dengan agen travel pada periode 2023–2024.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa Pemerintah Arab Saudi pernah memberikan tambahan kuota sebanyak 20 ribu jemaah kepada Indonesia untuk memperpendek masa antrean haji.
“Jadi kalau mau naik haji, rekan-rekan daftar hari ini, nanti 25 tahun yang akan datang bisa berangkatnya. Nah ini untuk memperpendek, memangkas itu, berarti kan kuotanya harus diperbesar, yang berangkatnya harus lebih banyak. Nah di sana diberikanlah, kalau tidak salah 20 ribu ya, 20 ribu, 20 ribu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (25/7/2025).
Namun, menurut Asep, distribusi kuota tersebut tidak dilakukan sesuai ketentuan. Seharusnya pembagian kuota dilakukan dengan komposisi 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Tetapi, dalam praktiknya, pembagian dilakukan secara tidak proporsional.
“Jadi begini, ada aturannya bahwa untuk kuotanya itu, 8 sama 92 (persen), kalau tidak salah, mohon dikoreksi saya, 8 persen untuk haji khusus dan 92 untuk reguler. Tetapi kemudian ternyata dibagi 2, 50-50, seperti itu,” ungkap Asep.
Penyimpangan tersebut, lanjut Asep, mengarah pada praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan agen travel.
“Iya itu, yang pembagiannya itu, seharusnya tidak dibagi 50-50, ini dibagi 50-50, jadi ada keuntungan yang diambil dari dia ke yang khusus ini,” imbuhnya.
Meski belum merinci siapa saja pihak yang diuntungkan, Asep menegaskan praktik ini melibatkan agen travel haji serta pejabat negara yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji.
“Iya itu, tadi kan kita sudah panggil travel agen, makanya kita sedang menelusuri dari hilir. Kita sudah tahu ada pembagian, tetapi proses di hilirnya seperti apa, artinya di hilir berapa dia terima, artinya terima kuotanya dulu, berapa harganya ke masyarakat, kita tentunya lihat selisihnya berapa nanti,” jelasnya.
KPK juga tengah menelusuri dugaan aliran dana dari praktik jual beli kuota tersebut, termasuk kemungkinan adanya setoran dari agen travel kepada pihak penyelenggara negara.
“Itu yang sedang kita selusuri. Itu yang sedang kita telusuri,” tegas Asep.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
3 Misteri Besar Dalam Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto
Ini Sejumlah Kasus Dugaan Korupsi yang Menyeret Nama Jokowi, Semua Bilang Atas Perintah Presiden
ICW Beberkan Modus Korupsi Katering Jemaah Haji, Negara Dirugikan Rp 306 Miliar!
Kejagung: Silfester Matutina Wajib Dipenjara Meski Klaim Damai dengan JK