Wamenkum Prof Eddy Blak-Blakan: Jokowi Yang Pertama Kali Beri Arahan Polisi Bisa Duduki Jabatan Sipil!

- Selasa, 09 September 2025 | 17:10 WIB
Wamenkum Prof Eddy Blak-Blakan: Jokowi Yang Pertama Kali Beri Arahan Polisi Bisa Duduki Jabatan Sipil!




NARASIBARU.COM - Kini terungkap siapa tokoh yang menginisiasi pemberian jabatan sipil kepada Polisi


Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej  secara terbuka menerangkan kronologi polisi bisa menduduki jabatan sipil


Menurutnya, ketentuan yang memungkinkan anggota Polri menduduki jabatan sipil berawal dari arahan Presiden Joko Widodo saat masih menjabat.


Pernyataan tersebut disampaikan Edward dalam sidang uji materi perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), yang membahas konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.


Edward, yang akrab disapa Eddy, menjelaskan bahwa Presiden Jokowi saat itu meminta agar ada prinsip timbal balik atau resiprokal antara Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota Polri.


“Saya ingat persis, Yang Mulia, saat poin ini dibahas dalam rapat terbatas di Istana, Presiden Joko Widodo meminta agar ada prinsip resiprokal,” ujar Eddy dalam sidang di MK, Senin (8/9/2025).


Prinsip tersebut kemudian dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.


“Ketika seorang polisi menjalankan kekuasaan di bidang pemerintahan, ia adalah seorang profesional, sama seperti ASN lainnya,” jelas Eddy.


Pernyataan ini disampaikan untuk menjawab pertanyaan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, yang mempertanyakan alasan anggota Polri diperbolehkan mengisi jabatan yang tidak berkaitan langsung dengan tugas kepolisian.


“Kalau jabatan di luar kepolisian masih ada kaitannya, itu masih masuk akal. Tapi kalau tidak ada hubungan sama sekali, apa dasar pemikirannya?” tanya Guntur.


Meski demikian, Eddy menegaskan bahwa pengisian jabatan sipil tetap harus melalui mekanisme terbuka atau open bidding, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ASN dan peraturan Menteri PAN-RB.


Sebagai informasi, sidang uji materi ini diajukan oleh sejumlah pemohon yang menilai Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya dalam UU Polri berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. 


Pasal tersebut memungkinkan polisi aktif menduduki jabatan sipil, yang dinilai dapat mengaburkan batas antara fungsi kepolisian dan birokrasi sipil.


MK minta data dari polisi


Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemerintah dan Polri menjelaskan jumlah anggota polisi aktif yang saat ini bekerja atau ditugaskan di luar institusi kepolisian.


Hakim Konstitusi Saldi Isra menyoroti frasa dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang kini sedang diuji dalam perkara 114/PUU-XXIII/2025.


Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."


Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."


Menurut dia, terdapat ketidaksinkronan antara pasal dan penjelasannya.


“Ini kalau dibaca konstruksi penjelasan di ayat (3) itu yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri. Ini kan tidak nyambung nih,” kata Saldi dalam sidang di MK, Jakarta, Senin (8/9/2025).


Ia menilai penyusunan penjelasan pasal tersebut terkesan tidak konsisten.


“Kalau bikin undang-undang itu, pembentuk undang-undang biasanya lebih fokus ke materi pasal-pasal saja. Sering atau kerap tercecar ini penjelasannya sudah sinkron atau tidak dengan pasal-pasal itu,” ujarnya.


Saldi kemudian meminta agar pemerintah membeberkan sejumlah data terkait jumlah anggota polisi aktif yang ditugaskan di instansi lain.


Menurutnya data itu penting untuk mengetahui sejauh mana mekanisme penugasan berjalan.


“Mungkin nanti bisa diminta penjelasan dari kepolisian, seberapa banyak sekarang polisi aktif yang kemudian bekerja atau ditugaskan ke instansi yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepolisian? Yang itu berdasarkan penugasan dari Kapolri,” kata Saldi.


Ia menekankan, data tersebut dibutuhkan untuk memastikan praktik penugasan polisi aktif di jabatan nonkepolisian tetap sesuai aturan.


Pemohon Tak Dapat Kerja Layak Karena Polri Duduki Jabatan Publik


Adapun permohonan ini diajukan Syamsul Jahidin, mahasiswa doktoral sekaligus advokat, dan Christian Adrianus Sihite, lulusan sarjana hukum yang mengaku dirugikan karena tidak mendapatkan kesempatan bersaing secara adil untuk mengisi jabatan publik.


Para pemohon menilai keberlakuan Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya membuka celah bagi anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan statusnya, sehingga melanggar prinsip netralitas, meritokrasi, dan kesetaraan warga negara dalam memperoleh jabatan publik.


“Pemohon II ialah warga negara yang merupakan lulusan sarjana ilmu hukum yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak, telah mengalami kerugian nyata, spesifik, dan aktual sebagai akibat berlakunya penjelasan pasal 28 Ayat 3 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” ujar Christian di Ruang Sidang Panel MK, Senin (11/8/2025).


“Yang di mana keberlakuan norma dalam penjelasan pasal a quo secara langsung menutup peluang Pemohon II untuk berkompetisi secara adil dalam pengisian jabatan publik yang seharusnya dapat diikuti oleh warga negara sipil melalui proses seleksi terbuka,” sambungnya.


Kemudian, Christian juga menegaskan ihwal dirinya mengalami kerugian yang nyata (actual loss) berupa tertutupnya potensi memperoleh penghasilan, karier, dan jaminan sosial dari jabatan publik yang seharusnya dapat ia ikuti.


Sumber: Tribun

Komentar