Pakar: Budi Arie Harusnya Sudah Tersangka, dari Surat Dakwaan Bukti Jelas Ada Keterlibatan di Situs Judol

- Senin, 19 Mei 2025 | 21:35 WIB
Pakar: Budi Arie Harusnya Sudah Tersangka, dari Surat Dakwaan Bukti Jelas Ada Keterlibatan di Situs Judol


NARASIBARU.COM -
  Pakar Pencucian Uang Dr Yenti Garnasih mempertanyakan status Budi Arie yang sampai hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam kasus temuan judi online di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), saat dipimpin Menteri Budi Arie Setiadi, dari kumpulan bukti-bukti yang dikumpulkan jaksa seharusnya Budi Arie sudah tersangka.

Dikutip dari tayangan YouTube TvOne, pada Senin (19/5), bicara soal dakwaan tidak mungkin kejaksaan main-main.

Apalagi jika sudah menyangkut nama seorang menteri.

"Tidak mungkin kejaksaan main-main apalagi sampai berani sebutkan nama seorang menteri," tutur Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.

"Jadi kita harus percaya siapa, kejaksaan sudah mengungkapkan bukti dan ada tersebar surat dakwaan. Dari kronologis kasus ini yang ramai pada akhir tahun, dan menyangkut PPATK dan sebagainya, kan kita minta mengapa ada angka 8 juta yang tadinya 3 juta, ada penawaran yang awalnya 1 miliar menjadi 5 miliar dan pertemuan-pertemuan," ujar Yenti.

Menurutnya apa yang kemudian disampaikan dari pemberitaan di media pada waktu itu, hampir sama isinya dengan surat dakwaan.

"Kita berbicara dengan media karena pemberitaan yang ramai, tetapi ketika apa yang berjalan di media sudah masuk surat dalam dakwaan, jaksa pasti sudah memenuhi 184 KUHAP tentang alat bukti yang sudah dikumpulkan," jelas Yenti.

"Maka terjadi rencana penyidikan dari penyidik kejaksaan, kemudian jadi surat dakwaan."

Yenti pun mempertanyakan mengapa tidak ada.

"Mungkin maaf ya biasanya kalau seperti ini Budi Arie sudah masuk sebagai tersangka paling tidak. Ini ada apa dari penyelidikan sendiri yang lemah tidak menyeluruh ke semuanya," tanya Yenti.

Menurutnya jika bicara kesamaan hukum sebagai warga negara, bahkan secara filosofinya kalau ada pejabat atau pegawai negeri sesuai Pasal 52 junto Pasal 92 KUHP, maka filosofinya hukumannya diperberat bukan malah diringankan.

Jadi hukum di Indonesia ini masih kuat di pimpinan, namun lemah untuk masyarakat bawah.

Ini jelas menyalahi ketentuan pasal 52 KUHP, dimana KUHP itu induk dari hukum pidana yag berlaku baik di dalam KUHP maupun di luar KUHP itu sendiri seperti UU TPPU.

"Ada permasalahan yang perlu dipertanyakan masyarakat, kenapa kok konsep (kasus) ini tidak ada TPPU-nya," kata Yenti.

Ia pun mempertanyakan dari awal transaksi uang 8 juta dan 3 juta kemana, sesuai yang banyak diperbincangkan di dunia maya atau di media-media.

Menurut Yenti, jika sudah ada dalam surat dakwaan, seharusnya ditelusuri juga tindak pidana pencucian uangnya.

"Kenapa kok terisolir TPPU nya, gak ada juga orang-orangnya nambah sebagai tersangka, cuma beberapa orang saja," ujar Yenti.***

Sumber: hukamanews

Komentar