Dengan hapusnya pertalite, otomatis Pertamina hanya akan menjual BBM jenis gasoline, dalam satu nama saja yakni Pertamax Green. Namun dibedakan dengan dengan tingkat oktannya. Jadi akan ada Pertamax Green 92, Pertamax Green 95 dan Pertamax Turbo (oktan 98).
Pertamax Green 92 diharapkan dapat beredar di tengah masyarakat sebanyak 32,68 juta kiloliter (KL) tahun depan. Dengan asumsi bauran 7 persen, etanol yang dibutuhkan saat itu diperkirakan mencapai 2,29 juta KL. Produksi Pertamax Green 95 diperkirakan dapat mencapai 62.231 KL dengan serapan etanol sebesar 4.978 KL.
Seperti diketahui perubahan sudah berlangsung sejak tahun 2015. Tahun 2015, ada aturan wajib pencampuran etanol dalam BBM dengan presentase sebesar 2% (E2%). Setahun kemudian, tahun 2016, presentase ini ditingkatkan menjadi 5% (E5) dan akan terus meningkat menjadi 20% (E20) pada tahun 2025.
Menurut Nicke, harapannya investasi di sektor bioenergi akan meningkat dengan cara push dari sisi demand. ‘’Apalagi pemerintah telah mengeluarkan Perpres di mana kemudian mengalokasikan 700.000 hektare untuk swasembada gula dan etanol, kami harap dari situ ada tambahan 1,2 juta kiloliter untuk suplai ke gasoline,” katanya.
Penjelasan Dirut Pertamina ini untuk mendorong produksi bioethanol dalam negeri. Karena menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, beberapa waktu lalu, produksi bioetanol fuel grade di Indonesia, berada di kisaran 40.000 KL per tahun.
Padahal kapasitas produksi bioetanol di beberapa pabrik utama dapat mencapai 100.000 killoliter (kl) setiap tahunnya, yaitu PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Mojokerto, PTPN XI , PT Malindo Raya dan PT Etanol Ceria Abadi.**
Sumber: disway
Artikel Terkait
Mulai 1 Februari 2025, Elpiji 3 kg Tak Lagi Dijual di Pengecer
Peringatan BMKG: Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8.9
Prihatin Soal Konflik PKB vs PBNU, Komunitas Ulama dan Nahdliyin Keluarkan 9 Rekomendasi
Cabut Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi, DPR: Jangan Buka Ruang Generasi Muda untuk Berzina!