Hal ini menjadi ironi. Masyarakat adat yang lebih dulu ada sebelum berdirinya NKRI, justru terabaikan di tanah leluhurnya sendiri.
Pada awalnya RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dibahas bersamaan dengan RUU Pertanahan, dan RUU Desa. Yang disahkan UU Desa karena ada anggaran percairan dana desa.
Kemudian RUU Masyarakat Adat juga berbarenan dengan RUU Kelapa Sawit yang sebenarnya bagian dari UU Perkebunan.
“Kami khawatir apabila UU Masyarakat Adat hanya menjadi bonsai yang sekadar dijadikan hiasan atas barangkali hilang dari Prolegnas karena resultante dari berbagai kepentingan kapitalis yang memandang masyarkat adat sebagai hambatan investasi dengan stigma kekhawatiran cikal bakal gerakan separatis,” ujar Laksanto.
Setelah mempelajari Surat No. 019/PPMAN/VII/2023, tertanggal 24 Juli 2023, Perihal: Permohonan Pembentukan UU Tentang Masyarakat Hukum Adat, Gugatan Perkara Nomor 542/G/TF/2023/PTUN.JKT, dan dinamika proses persidangan yang sudah memasuki tahap pembuktian, Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia menyatakan dukungan kepada Para Penggugat dan mengambil posisi sebagai Sahabat Pengadilan (Amicus Curiae) yang mengimbau agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia segera membentuk Undang-Undang Tentang Masyarakat Hukum Adat dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang dijadikan landasan konsitusional, yaitu:
Pasal 5 ayat (1) dan 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang memberikan atribusi kekuasaan eksekutif dan legislatif serta preskripsi kewenangan dalam membentuk Undang-Undang.
Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945, menyatakan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Di samping itu, Negara Republik Indonesia juga telah meratifikasi beberapa instrumen hukum internasional yang disahkan melalui undang-undang, sebagai landasan yuridis melalui taraf sinkronisasi horizontal, yaitu:
Negara Indonesia sendiri telah meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober 2005 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) yang disertai dengan Deklarasi terhadap Pasal 1 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)
“Sebagai Sahabat Pengadilan, Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia, mendukung Para Penggugat sebagai Pencari Keadilan agar Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 542/G/TF/2023/PTUN.JKT agar mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk memberikan kepastian hukum kepada Masyarakat Hukum Adat sebagai subyek yang harus diakui dan dilindungi eksistensinya demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Prinsip-Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika,” tutupnya.
Sumber: akurat
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Mulai 1 Februari 2025, Elpiji 3 kg Tak Lagi Dijual di Pengecer
Peringatan BMKG: Gempa Megathrust Mentawai-Siberut Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8.9
Prihatin Soal Konflik PKB vs PBNU, Komunitas Ulama dan Nahdliyin Keluarkan 9 Rekomendasi
Cabut Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi, DPR: Jangan Buka Ruang Generasi Muda untuk Berzina!