Putra Mahkota Reza Pahlavi Setujui Pergantian Rezim di Tengah Perang Iran–Israel, Musuh dalam Selimut?

- Selasa, 24 Juni 2025 | 15:05 WIB
Putra Mahkota Reza Pahlavi Setujui Pergantian Rezim di Tengah Perang Iran–Israel, Musuh dalam Selimut?


NARASIBARU.COM -
Reza Pahlavi, putra mahkota Iran yang kini hidup di pengasingan, secara terbuka menyerukan perubahan rezim di Iran.

Ini ia sampaikan saat konferensi pers di Paris, di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel—yang membuat protesnya jadi sorotan global dan memunculkan pertanyaan: apakah ini merupakan tindakan strategis atau “musuh dalam selimut”?

Pahlavi mengecam keras Republik Islam Iran, menuding rezim yang berkuasa telah bertahun-tahun menindas rakyatnya.

Ia bahkan memperingatkan komunitas internasional agar tidak memberikan “jalur selamat” kepada rezim, menegaskan bahwa cuma Iran yang demokratis yang bisa menghentikan program nuklir mereka dilansir dari The Jerusalem Post.

Ia menekankan tiga nilai utama yang harus mendasari Iran baru:

Integritas wilayah,

Kebebasan individu dan kesetaraan warga,

Pemisahan agama dan negara.

Prinsip-prinsip ini menunjukkan visi Pahlavi tentang Iran yang maju, terbuka, dan modern.

“Musuh dalam selimut” atau pahlawan demokrasi?


Secara langsung, Pahlavi menantang Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei:

“Mundurlah, dan jika Anda mundur, Anda akan mendapatkan pengadilan yang adil—lebih dari yang pernah Anda berikan pada rakyat Iran.”

Ia memperingatkan bahwa pejabat rezim akan diadili — namun memastikan bahwa transisi ini tak mengulang kesalahan tumbangnya rezim sebelumnya, menyebut ini sebagai “momen Tembok Berlin kita.”

Saat konflik Israel–Iran memanas, pernyataan Pahlavi ini dengan cepat memicu debat: apakah ini langkah strategis untuk memanfaatkan gejolak demi meraih dukungan internasional? Atau murni seruan tulus untuk demokrasi di tanah air?

Lebih jauh, Pahlavi juga menyatakan komitmennya membentuk front nasional oposisi, membuka saluran komunikasi bagi aktivis anti-rezim.

“Saya melangkah maju bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi sebagai pelayan rakyat,” tegasnya, sembari menyampaikan rencana referendum untuk rakyat dan menyusun peta jalan transisi & rekonstruksi ekonomi pasca-rezim.

Dengan konflik regional yang makin memanas, langkah Pahlavi menghadapi tantangan besar dari dalam dan luar. Apakah dukungan militer atau massa oposisi bisa terwujud? Bagaimana komunitas internasional meresponsnya?

Pahlavi meminta pihak militer yang tetap cinta tanah air untuk bergabung dengannya:

“Jika kalian bergabung, pengabdian kalian akan dikenang dan dirayakan.”

Dalam situasi penuh ketegangan, dukungan terbuka Reza Pahlavi terhadap perubahan rezim bisa jadi panggung kritis. Apakah ini sinyal awal transisi demokrasi, atau justru manuver strategi dalam laga geopolitik? Waktulah yang akan menjawab.

Sumber: disway

Komentar