Kacau! DPR Budeg, Mahkamah Konstitusi Ngaco?

- Selasa, 08 Juli 2025 | 12:45 WIB
Kacau! DPR Budeg, Mahkamah Konstitusi Ngaco?


Kacau! DPR Budeg, Mahkamah Konstitusi Ngaco?


Pimpinan DPR kompak. Surat pemakzulan anak haram konsitusi, Gibran Rakabuming Raka dari posisi wakil presiden yang dilayangkan ratusan purnawirawan jenderal TNI dijawab sama oleh pimpinan DPR, suratnya belum lihat.


Puan Maharani dan Dasco Sufmi Ahmad sama-sama berkilah, surat dari Forum Purnawirawan TNI masih di Sekretariat Jenderal DPR. 


Sebuah alasan mengada-ada dan terkesan menghindar.


Padahal isu pemakzulan anak haram konsitusi, Gibran Rakabuming Raka oleh Forum Purnawirawan TNI sudah menjadi percakapan nasional. DPR pura-pura budeg atau budeg benaran?


Budeg terhadap aspirasi rakyat. Sama persis ketika DPR mendadak budeg ketika Mahkamah Konsitusi meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden melalui Putusan ngaco MK No 90 tahun 2023. 


Putusan yang menyebabkan anak haram konsitusi, Gibran Rakabuming Raka karena belum cukup umur bisa mencalonkan sebagai wakil presiden.


Sekarang DPR mendadak merasa paling konstitusional saat MK kembali mengeluarkan putusan kontroversial (baca: ngaco) tentang pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal melalui Putusan MK No 135/2024.


Anggota DPR dan pimpinan partai politik dengan didukung pakar hukum tata negara kompak menyebut Putusan MK No 135/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan lokal melanggar UUD 1945 Pasal 22 E ayat (1) yang berbunyi:


Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.


Dengan Putusan MK No 135/2024 pemilihan umum khususnya pemilihan umum daerah menjadi 7 tahun sampai 7,5 tahun. 


Praktis akan banyak gubernur, walikota, bupati dan anggota DPRD menjabat sampai tahun 2031 padahal masa jabatan mereka akan berakhir pada tahun 2029 dan 2030.


Selama 2,5 tahun provinsi, kabupaten dan kota memiliki kepala daerah dan anggota DPRD yang tidak dipilih oleh rakyat. 


Darimana legitimasi mereka? Putusan MK yang kembali ngaco untuk ke sekian kalinya menguntungkan rezim yang berkuasa.


Semua gubernur, walikota dan bupati akan dijabat oleh penjabat yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri dan presiden. 


Ini menjadi titik paling rawan berulangnya dugaan cawe-cawe Tito Karnavian (jika masih menjabat menteri dalam negeri hingga 2029) dan Presiden Prabowo di Pemilu 2029 untuk mengamankan periode keduanya.


Amat sulit kita mengharapkan hukum di Indonesia benar-benar berpihak kepada keadilan dan kebenaran. 


Hukum dibuat untuk menguntungkan segelintir elit politik dan mencederai rasa keadilan rakyat.


Inilah kelemahan hukum buatan manusia. Kurang mencerminkan keadilan untuk semua. 


Hukum dibuat untuk kepentingan sekelompok orang sesuai selera dan rasa.


“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. 


Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” [QS. An-Nisaa: 135] ***

Komentar