Perhelatan pesta rakyat yang seharusnya menjadi momen suka cita dalam rangkaian pernikahan anak pejabat di Garut, Jawa Barat, justru berubah menjadi tragedi kelam.
Insiden yang menelan tiga korban jiwa dan menyebabkan puluhan lainnya luka-luka kini memasuki babak baru, dengan sorotan tajam mengarah pada potensi pertanggungjawaban pidana bagi para penyelenggara.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, dengan tegas menyatakan bahwa insiden maut ini tidak bisa dipandang sebagai kecelakaan biasa. Menurutnya, ada unsur kelalaian fatal yang membuka pintu bagi penerapan sanksi hukum yang serius.
"Pasal 359 KUHP dapat dikenakan kepada panitia penyelenggara dan pihak penanggung jawab acara dimaksud," kata Azmi dilansir dari ANTARA, Senin (21/7/2025).
Ancaman Penjara di Balik Kelupaan Fatal
Pasal yang disebut oleh Azmi bukanlah pasal main-main. Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara spesifik menargetkan kelalaian atau kealpaan yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
Bunyi pasal tersebut sangat jelas "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun".
Azmi menjelaskan bahwa dalam kacamata hukum pidana, peristiwa ini masuk dalam kategori culpa atau kealpaan. Oleh karena itu, pihak kepolisian didesak untuk segera melakukan penyelidikan mendalam dengan memeriksa seluruh pihak yang terlibat.
"Pihak kepolisian harus meminta keterangan dan memeriksa dalam penyelidikannya dimulai dari Event Organizer (EO) yang menyelenggarakan bekerja sama dengan pemerintah daerah Garut, termasuk unsur Satpol PP, personil Dishub, dan anggota Kepolisian, yang menjadi bagian panitia termasuk surat izin penyelenggaraan," tegasnya.
Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Menurut analisis Azmi, bukti awal sudah cukup untuk menduga adanya kelalaian yang nyata dari pihak penyelenggara. Ia menyoroti kegagalan panitia dalam mengantisipasi dan mengendalikan situasi di lapangan.
"Jadi jelas, patut diduga pihak EO maupun panitia nyata lalai, tidak mampu mengantisipasi dan panitia pelaksana memiliki kesalahan tidak berpikir panjang atau pun adanya kecerobohan," paparnya.
Kegagalan ini berakibat fatal. Panitia dianggap abai terhadap keselamatan ribuan warga yang hadir.
"Dimana panitia tidak mampu mengendalikan situasi sehingga mengabaikan keselamatan warga yang datang di lokasi. Panitia dan EO kurang bertindak hati-hati sehingga nyata terjadi luka-luka bagi puluhan pengunjung bahkan sampai adanya 3 orang meninggal," lanjut Azmi.
Terpenuhinya unsur kelalaian ini, menurutnya, terlihat dari hubungan kausalitas atau sebab-akibat yang jelas antara kurangnya antisipasi dan kehati-hatian panitia dengan dampak mengerikan yang timbul.
Pesta Pernikahan yang Jadi Sorotan Publik
Insiden tragis ini terjadi dalam rangkaian acara "pestapora" yang digelar untuk memeriahkan pernikahan Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina, dengan Maula Akbar, yang dilaporkan merupakan putra dari tokoh politik Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Kericuhan di tengah keramaian tersebut menyebabkan 26 orang dilarikan ke rumah sakit. Nahas, tiga di antaranya tidak dapat diselamatkan. Mereka adalah:
- Vania Aprilia, seorang anak perempuan berusia 8 tahun.
- Dewi Jubaeda, seorang wanita lansia berusia 61 tahun.
- Bripka Cecep Saeful Bahri, anggota Polres Garut berusia 39 tahun.
Tragedi ini menjadi pengingat pahit bahwa sebuah perayaan besar yang melibatkan massa, apalagi yang diselenggarakan oleh atau untuk pejabat publik, menuntut standar keamanan dan manajemen risiko yang sangat tinggi. Kelalaian sekecil apa pun dapat berujung pada konsekuensi yang tidak terbayangkan.
Sumber: suara
Foto: Tragedi Maut di Pesta Rakyat Anak Gubernur Dedi Mulyadi [X]
Artikel Terkait
Ngaku Diseret-seret, Dian Sandi Pengunggah Foto Ijazah Jokowi Tetap Yakin
Ramadhan Pohan Sebut Prabowo Bisa Salip SBY Jadi Presiden Indonesia Terbaik
Koperasi Merah Putih Dinilai Hadapi Risiko Gagal Bayar Rp 85,96 T
ALASAN Satria Kumbara Tentara Bayaran Rusia Pembelot NKRI Ingin Pulang Indonesia, Akui Terjebak