NARASIBARU.COM - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyebut risiko korupsi dan kebocoran anggaran di program Koperasi Merah Putih mencapai Rp48 triliun dari 80 ribu koperasi yang ditargetkan pemerintah.
Menurut peneliti CELIOS, Muhamad Saleh, angka Rp48 triliun didapat dari risiko kebocoran anggaran di tingkat desa sebesar 20 persen dari total potensi pembiayaan bank milik negara (Rp3 miliar).
Dengan asumsi semua Koperasi Merah Putih mendapatkan pembiayaan yang sama, nilai risiko kebocoran per unit koperasi adalah Rp600 juta dalam 10 tahun. Kalikan dengan 80 ribu koperasi maka diperoleh Rp48 triliun.
"Contohnya, saat pencairan modal awal, yang berasal dari dana desa ataupun pinjaman bank, rawan korupsi berupa mark-up biaya pendirian ataupun koperasi fiktif. Di tahap ini, pelaku korupsi bisa berasal dari kepala desa, pejabat daerah, maupun notaris," jelas Muhamad Saleh, di Jakarta, Senin 21 Juli 2025 lalu.
Sementara di fase penyelenggaraan, potensi korupsi jauh lebih banyak, terpampang di delapan tahapan: mulai dari pembesaran nilai proyek hingga penggunaan dana koperasi untuk kepentingan pemilu. Penyelewengan bisa melibatkan elite desa maupun partai politik.
Sekitar 65% responden dalam studi CELIOS yang melibatkan 108 kepala desa di 34 provinsi mengindikasikan adanya celah besar di tata kelola Koperasi Merah Putih.
Pendeknya, program ini rentan disusupi praktik kecurangan serta korupsi terselubung. Potensi korupsi berhubungan erat dengan aturan hukum yang membawahi program Koperasi Merah Putih, tambah Saleh.
"Secara kelembagaan, Koperasi Merah Putih melanggar UU Perkoperasian yang menegaskan bahwa koperasi harus dibentuk secara sukarela oleh anggota," tutur Saleh.
Namun, pada kenyataannya, Koperasi Merah Putih "justru berdiri dari Instruksi Presiden," Saleh menegaskan.
"Begitu pula dengan struktur, model usaha, dan mekanismenya juga seragam dari pusat," tambahnya.
CELIOS mengungkapkan Koperasi Merah Putih rentan berkonflik atas aturan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pemerintah desa dipaksa membentuk Koperasi Merah Putih dengan cara berutang ke bank sebesar Rp3 miliar.
Saleh menyoroti bagaimana pembayaran cicilan itu bukan berasal dari keuntungan koperasi, melainkan pemotongan dana desa.
"Artinya, dana yang semestinya untuk pembangunan desa malah dipakai untuk membayar cicilan pinjaman yang keuntungannya belum pasti," paparnya.
Temuan CELIOS memaparkan sebanyak 76% responden menolak skema pembiayaan Koperasi Merah Putih. CELIOS menyebut skema ini berisiko menciptakan korupsi terstruktur dan sistematis.
"Pengurus koperasi tidak merasa memiliki risiko, tetapi bisa menikmati dana besar tanpa pertanggungjawaban langsung kepada warga," tandas Saleh.***
Sumber: hukamanews
Artikel Terkait
Heboh Wacana Amplop Kondangan Bakal Dipajaki Pemerintah, Terungkap di Rapat DPR
Sepakati Transfer Data Pribadi ke AS, Pemerintah Bisa Melanggar UU PDP dan Konstitusi
Sosok Bram Patria Yoshugi, Pemenang Sayembara Logo HUT RI ke-80 yang Diluncurkan Prabowo
Trump Ancam Tangkap Obama, Tuduh Terlibat Pengkhianatan