Yaqut Cholil Qoumas: 'Menteri Agama Penjaga Moral Yang Tersandung Kriminal'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Secara ideal, jabatan Menteri Agama adalah kursi sakral dalam struktur kabinet.
Ia mengemban mandat moral—menjadi teladan integritas, pengawal etika publik, dan pengatur urusan keagamaan dengan nurani bersih.
Namun, sejarah politik Indonesia menggoreskan ironi yang pahit: kursi ini justru berkali-kali menjadi panggung aib, tempat amanah diperdagangkan dan moralitas dilelang.
Kasus Terbaru: Yaqut Cholil Qoumas
7 Agustus 2025, Gedung Merah Putih KPK. Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjalani pemeriksaan hampir lima jam.
Fokus penyidik: dugaan korupsi pembagian kuota haji khusus tahun 2024, terutama dari tambahan 20.000 kuota yang dibagi tidak proporsional antara jemaah reguler dan khusus.
Dua hari kemudian, 9 Agustus 2025, KPK resmi menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.
Nama Yaqut kini resmi masuk daftar panjang menteri agama yang meninggalkan kursi dengan noda hukum.
Jejak Buram Mantan Menteri Agama
1. Said Agil Husin Al Munawar (Menag 2001–2004)
- Kasus: Korupsi Dana Abadi Umat (DAU) dan penyalahgunaan dana penyelenggaraan haji.
- Proses Hukum: Divonis 5 tahun penjara pada 2006, meski kemudian mendapat keringanan.
- Kerugian Negara: Mencapai puluhan miliar rupiah.
- Catatan: Kasus ini membongkar bahwa dana yang sejatinya untuk kepentingan jamaah haji malah menjadi bancakan elite.
2. Suryadharma Ali (Menag 2009–2014)
- Kasus: Korupsi penyelenggaraan ibadah haji.
- Proses Hukum: Divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada 2015.
- Kerugian Negara: Diperkirakan mencapai Rp 27 miliar dan USD 17,9 ribu.
- Catatan: Modusnya meliputi manipulasi biaya perjalanan haji dan pemberian fasilitas bagi pihak tertentu.
3.Yaqut Cholil Qoumas (Menag 2020–2024)
- Kasus: Dugaan korupsi pembagian kuota haji khusus 2024.
- Proses Hukum: Dalam tahap penyidikan KPK sejak 9 Agustus 2025.
- Catatan: Meski belum ada vonis, pola yang sama kembali muncul: kuota haji sebagai sumber rente politik dan finansial.
Polanya Terlihat Jelas
Dari Said Agil hingga Yaqut, benang merahnya sama: pengelolaan haji dan dana umat menjadi lahan basah yang menggoda.
Besarnya anggaran, kompleksnya distribusi kuota, serta minimnya transparansi membuka celah lebar bagi praktik korupsi.
Yang lebih ironis, pelaku bukan pejabat biasa, tetapi mereka yang seharusnya menjadi teladan moral bagi umat.
Kursi Menteri Agama memang istimewa. Selain memiliki kewenangan administratif, ia juga memiliki kekuatan simbolik—membawa nama “agama” di depannya.
Justru kekuatan simbol inilah yang sering menjadi tameng, membuat publik terlambat menyadari penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi.
Rusaknya Kepercayaan
Korupsi di kementerian ini tidak hanya merugikan kas negara, tetapi juga merobek kepercayaan publik.
Ketika pejabat agama berkhianat, kerusakan moralnya berlipat ganda: rakyat kehilangan uang, kehilangan teladan, dan kehilangan harapan.
Kita boleh saja mengganti figur, tetapi selama sistem pengelolaan haji dan dana keagamaan tetap tertutup, peluang pengulangan sejarah akan selalu ada.
Reformasi kelembagaan, transparansi anggaran, dan pengawasan publik yang aktif bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendesak.
Sebab jika kursi Menteri Agama terus menjadi kuburan bagi integritas, maka kelak rakyat akan percaya bahwa jabatan moral tertinggi pun tak lebih dari sekadar panggung kriminalitas. ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Siapa Cheryl Darmadi? Putri Bos Sawit yang Jadi Buronan Kasus TPPU Rp 4,7 Triliun!
Gaji Pokok Receh, Mahfud Spill Duit Asli Menteri yang Tembus Ratusan Juta
Benarkah Video Syur Lisa Mariana Direkam Saat Sadar? Begini Pengakuannya
Operasi Senyap Pasca Tom Lembong Dan Hasto Dibebaskan? Eks Intel Ini Bongkar Rahasianya