Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan memanggil pejabat Kementerian Kehutanan/Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan di lingkungan PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V.
Hal ini merespons kemungkinan pemanggilan pejabat setingkat menteri. Pada masa ketika kasus ini terjadi, kementerian dijabat oleh Siti Nurbaya Bakar (2014–2024). Setelah nomenklatur berubah, posisi Menteri Kehutanan dijabat oleh Raja Juli Antoni (2024–sekarang).
"Tidak menutup kemungkinan dari informasi-informasi yang kami terima, siapa pun yang nanti disebutkan bahwa ada keterlibatan dari oknum orang atau oknum pejabat atau pegawai tentu kami akan panggil,” ujar Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (20/9/2025).
Untuk mendalami kemungkinan keterlibatan pejabat setingkat menteri, penyidik memanggil saksi Dida Migfar Ridha (DMR) pada Rabu (17/9/2025). Dida juga terseret dalam perkara ini.
Pada era Siti Nurbaya, Dida menjabat Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari. Sedangkan di era Raja Juli Antoni, ia menjabat Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional.
"Jadi begini, kami memanggil seseorang untuk diminta keterangan sebagai saksi itu dasarnya pasti ada. Pertama, dasarnya itu disebutkan oleh saksi atau tersangka bahwa yang bersangkutan ada kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi. Jadi, kami panggil untuk diminta keterangan,” jelas Asep.
Sebelumnya, KPK menyatakan akan menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi suap perizinan penggunaan lahan hutan di perusahaan BUMN Perum Perhutani.
Langkah itu diambil setelah ditemukan indikasi suap dalam kerja sama pengelolaan kawasan hutan antara PT Inhutani V (INH) anak perusahaan Perhutani dengan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) di Lampung.
"Benar bahwa tadi Inhutani itu I, II, III sampai V itu anak perusahaan Perhutani. Tentu kita akan lihat juga apakah pengurusan lahan ini, kerja sama lahan ini hanya sampai anak perusahaannya saja atau juga mengalir uangnya ke induk perusahaannya, dalam hal ini Perhutani," kata Asep, Kamis (14/8/2025).
KPK juga menelusuri kemungkinan aliran dana hingga ke tingkat kementerian, termasuk Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah di Lampung.
"Dan kita juga sedang menelusuri karena perizinannya tidak hanya dari Perhutani, untuk perizinannya juga lewat kementerian juga pemerintah daerah. Kita akan susuri ke sana," ujar Asep.
KPK Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Pemanfaatan Hutan
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan pemanfaatan hutan di Provinsi Lampung yang melibatkan PT Inhutani V. Penetapan itu dilakukan setelah operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (14/8/2025).
Ketiganya yakni Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur PT PML, Djunaidi (DJN), serta staf perizinan Sungai Budi Group, Aditya (ADT).
Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 14 Agustus hingga 1 September 2025 di Rutan KPK Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya, Dicky sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Djunaidi dan Aditya sebagai pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU yang sama juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
OTT dilakukan sejak Rabu (13/8/2025) dengan mengamankan sembilan orang di empat lokasi berbeda, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor, termasuk ketiga tersangka.
Dalam konstruksi perkara, PT Inhutani V memiliki hak pengelolaan hutan di Lampung seluas ±56.547 hektare, dengan ±55.157 hektare di antaranya dikerjasamakan dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama (PKS).
Meski pada 2018 PT PML bermasalah terkait kewajiban pembayaran pajak dan dana reboisasi, Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan PKS tersebut tetap berlaku. Pada 2024, kedua perusahaan kembali melanjutkan kerja sama. PT PML disebut mengalirkan dana miliaran rupiah kepada PT INH, termasuk Rp100 juta untuk kebutuhan pribadi Dicky.
Pada November 2024, Dicky menyetujui perubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) yang mengakomodasi kepentingan PT PML. Pada 2025, ia juga menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang kembali menguntungkan PT PML.
Pada Juli 2025, Dicky meminta satu unit mobil baru kepada Djunaidi yang kemudian dipenuhi. Selanjutnya, pada Agustus 2025, Aditya mengantarkan uang SGD189.000 atau setara Rp2,4 miliar dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani, bersamaan dengan pembelian mobil Jeep Rubicon merah senilai Rp2,3 miliar.
Sumber: inilah
Foto: Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni usai menemui Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Solo, Jawa Tengah. (Foto: Inilahjateng)
Artikel Terkait
Stafsus Menpar Widiyanti Bantah Isu Air Galon untuk Mandi: Hoaks!
Keponakan Gus Mus dan Ayahnya Ulama Besar, Pemuda Aswaja Haqqul Yaqin Gus Yaqut tak Korupsi
Prabowo Naikkan Gaji ASN di Tengah Efisiensi, Celios: Perburuk Ketimpangan dengan Pekerja Informal
Reshuffle Jilid 2 Kabinet Merah Putih: Rocky Gerung Sebut Hanya Kocok Ulang Joker yang Sama