Oleh:Geisz Chalifah
INDONESIA mendapat kesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 pada 2023. Namun Stadion Utams Gelora Bung Karno telah lebih dulu menandatangani kontrak dengan sebuah event organizer (EO) untuk konser besar.
Maka, agar pertandingan tetap bisa digelar di Jakarta, PSSI mau tak mau harus menggunakan JIS (Jakarta International Stadium) -- hasil karya anak bangsa yang rampung di masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. JIS bahkan mendapat pengakuan dunia.
Namun, ini bukan lagi soal karya, apalagi olahraga.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi memang tak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Anies Baswedan.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi memang tak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Anies Baswedan.
Melalui para menterinya, Jokowi menjalankan serangkaian manuver yang halus tapi jelas terasa -- upaya sistematis untuk meredupkan setiap capaian yang identik dengan Anies.
Para pembantunya seperti berlomba mencari “poin jasa” dengan cara mendiskreditkan Anies di ruang publik.
Semua itu bukan sekadar rumor, tapi kenyataan yang tampak kasat mata.
Kejahatan politik terhadap Anies dilakukan perlahan, rapi, dan penuh perhitungan. (Semua sudah saya bukukan, hanya menunggu waktu untuk diterbitkan.)
Dalam agenda besar itu, Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengambil peran penting. Ia datang bersama beberapa menteri lain, membawa “ahli rumput” yang sama sekali tidak memahami teknologi hybrid grass di JIS -- perpaduan antara rumput alami Zoysia matrella dan serat sintetis stabilizer fiber.
Lalu dari bawahannya muncul alasan absurd: bus pemain tidak bisa memasuki akses pemain. Yang kemudian terbantahkan dengan Fakta langung dihadapannya.
Drama pun dimulai.
Manipulasi politik yang luar biasa: bagaimana caranya tetap memakai JIS, tetapi di saat yang sama, merusak nama Anies Baswedan.
Perdebatan di publik memanas.
Lalu Erick Thohir menggelar konferensi pers sambil menunjukkan surat yang diklaim berasal dari FIFA -- seolah-olah FIFA meminta rumput JIS diganti.
Erick Thohir Memenggal surat FIFA. Dia tak membaca utuh dari paragraf pertama. Dia bermaksud jahat dengan memanipulasi di hadapan wartawan.
Padahal, surat FIFA itu hanyalah jawaban atas surat PSSI sendiri, bukan instruksi resmi.
Bunyi paragraf pertama surat FIFA itu sangat jelas:
“In view of the proposed change from the Jakarta GBK Stadium to Jakarta International Stadium and based on the facts provided with the report of PSSI’s domestic pitch experts, please find the FIFA pitch management assessment as follows.”
Terjemahannya:
“Sehubungan dengan usulan perubahan dari Stadion GBK Jakarta ke Stadion Internasional Jakarta, dan berdasarkan fakta-fakta yang disampaikan melalui laporan para ahli lapangan domestik PSSI, berikut adalah penilaian manajemen lapangan dari FIFA.”
Artinya tegas:
FIFA tidak memerintahkan pergantian rumput. Mereka hanya menilai laporan yang dikirim PSSI sendiri. Namun di tangan Erick Thohir, surat itu diubah menjadi alat manipulasi publik. Penilaian teknis disulap menjadi narasi politik.
Rumput JIS akhirnya diganti -- dan ironisnya, stadion justru tergenang air. Citra yang ingin diperbaiki malah rusak karena kepalsuan yang diciptakan sendiri.
Erick Thohir menjadikan sepak bola sebagai alat politik, sementara di balik semua langkah itu, tampak jelas bayang kekuasaan Jokowi.
Dia adalah dalang yang membiarkan kejahatan politik terhadap Anies Baswedan berjalan halus tapi nyata.
Erick Thohir, sang manipulator publik, memainkan peran dengan penuh kelicikan demi satu tujuan: ambisi kekuasaan
(Pegiat demokras
Artikel Terkait
Dokter Tifa: Buku Gibrans Black Paper Rilis Awal November 2025
Dokter Tifa: Gibran Layak Dimakzulkan
Mengamankan transaksi digital saat bermain game online
Media Israel Tulis Prabowo Batal ke Sana Gara-gara Rencana Itu Bocor ke Pers, Kini Selamatkan Muka