NARASIBARU.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara tegas menyatakan penolakannya terhadap keterlibatan pasukan keamanan Turki di Jalur Gaza.
Pernyataan ini disampaikannya pada hari Rabu (22/10/2025) saat bertemu dengan Wakil Presiden AS JD Vance di Yerusalem, menanggapi wacana peran Turki dalam misi pengawasan gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat.
JD Vance bersama utusan khusus Steve Witkoff dan mantan penasihat Jared Kushner datang ke Israel untuk memperkuat gencatan senjata yang rapuh di Gaza dan memastikan pelaksanaannya. Delegasi tersebut menekankan pentingnya menjaga kesepakatan damai yang dimediasi oleh pemerintahan Trump, di tengah kekhawatiran bahwa ketidakstabilan dapat kembali memicu konflik.
Kunjungan ini juga memberikan kesempatan bagi Witkoff dan Kushner, yang berperan penting dalam pembentukan gencatan senjata, untuk berinteraksi langsung dengan para pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, untuk mendorong komitmen mereka pada kesepakatan dan membahas fase selanjutnya dari rencana damai, termasuk pembangunan kembali Gaza.
Kehadiran tingkat tinggi ini menggarisbawahi komitmen kuat AS untuk menstabilkan kawasan dan menjaga perdamaian, meskipun ada perbedaan pandangan dan tantangan yang terus berlanjut.
Bahas Masa Depan Gaza
Dalam konferensi pers tersebut, Netanyahu mengungkapkan bahwa mereka membahas masa depan Gaza pasca-perang, termasuk soal keamanan di wilayah yang telah hancur akibat konflik selama dua tahun. Pembahasan ini mencakup identitas pihak yang akan bertanggung jawab menyediakan keamanan di wilayah Palestina tersebut.
Menanggapi pertanyaan spesifik tentang kemungkinan penempatan pasukan keamanan Turki, Netanyahu menjawab dengan sikap yang sangat jelas. "Kita akan memutuskan bersama tentang hal itu. Jadi saya punya pendapat yang sangat kuat tentang itu. Mau tebak apa pendapatnya?" ujarnya dengan nada retoris yang meninggalkan sedikit keraguan akan penolakannya.
Di sisi lain, Vance yang sebelumnya telah menyatakan optimisme terhadap kesepakatan gencatan senjata Trump, kembali menegaskan keyakinannya. "Saya tidak pernah bilang ini mudah. Tapi saya optimistis gencatan senjata akan bertahan dan kita benar-benar bisa membangun masa depan yang lebih baik di seluruh Timur Tengah," ujar Wakil Presiden AS tersebut.
Vance juga menyiratkan bahwa Turki masih mungkin memainkan peran konstruktif dalam tahap-tahap selanjutnya proses perdamaian. Pernyataan ini menunjukkan perbedaan pandangan yang halus dengan Netanyahu mengenai partisipasi Turki.
Latar belakang ketegangan antara Israel dan Turki semakin memperumit situasi. Hubungan kedua negara yang dulu hangat memburuk drastis selama perang Gaza, terutama akibat kritik tajam Presiden Erdogan terhadap operasi militer Israel di wilayah tersebut.
Meskipun mendapat tentangan dari Netanyahu, Turki telah menyatakan kesiapannya untuk berpartisipasi dalam gugus tugas internasional pengawas gencatan senjata. Bahkan Erdogan sendiri menyatakan kesediaan Turki untuk turun "di lapangan," baik dalam kapasitas militer maupun sipil.
Saat ini fokus mediator beralih ke fase kedua rencana Trump yang menuntut pelucutan senjata Hamas dan mengantisipasi pengerahan Pasukan Stabilisasi Internasional. Pasukan ini bertugas melatih dan mendukung kepolisian Palestina yang telah melalui proses pemeriksaan.
Hingga saat ini, gencatan senjata fase pertama telah berjalan selama 12 hari. Dalam periode ini terjadi pertukaran tawanan dimana sandera-sandera yang masih hidup dibebaskan Hamas, sementara Israel membebaskan sekitar 2.000 tahanan Palestina sebagai bagian dari implementasi kesepakatan.
Turki memiliki ambisi strategis untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan Timur Tengah, dan keterlibatan langsung di Gaza menjadi salah satu caranya. Sebagai negara dengan akar sejarah Kesultanan Utsmaniyah yang pernah menguasai wilayah tersebut, Turki ingin menegaskan kembali perannya sebagai pelindung umat Islam dan penjaga isu Palestina.
Dengan mengirim pasukan, Turki tidak hanya ingin menunjukkan komitmennya terhadap perdamaian, tetapi juga memperoleh pijakan strategis di jantung konflik Arab-Israel yang selama ini didominasi oleh kekuatan regional lain seperti Mesir dan Arab Saudi.
Di sisi lain, kehadiran pasukan Turki di Gaza akan menjadi instrumen diplomasi yang sangat berharga bagi Presiden Erdogan. Secara domestik, langkah ini akan memperkuat citranya sebagai pemimpin Muslim global yang tegas membela Palestina.
Secara internasional, posisi Turki sebagai mediator antara Hamas dan Barat akan semakin kuat, memberikan leverage dalam hubungan dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun, rencana ini ditentang keras oleh Israel yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan keamanannya.
Panas Dingin Israel-Turki
Dalam dua tahun terakhir, hubungan diplomatik antara Turki dan Israel mengalami fluktuasi yang drastis, bergeser dari upaya normalisasi menjadi kembali tegang akibat eskalasi konflik di Gaza. Pada awal periode ini, terutama setelah pemulihan hubungan diplomatik penuh pada Agustus 2022, ada harapan besar untuk perbaikan hubungan yang telah lama tegang.
Kedua negara menunjuk kembali duta besar mereka dan meningkatkan dialog politik, ditandai dengan pertemuan antara Presiden Turki Erdogan dan Perdana Menteri Israel Yair Lapid di Majelis Umum PBB pada September 2022. Upaya ini menunjukkan keinginan kedua belah pihak untuk kembali membangun kemitraan yang lebih stabil setelah bertahun-tahun penuh ketidakpercayaan.
Namun, dinamika positif ini berubah total setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan respons militer Israel di Jalur Gaza. Presiden Turki Erdogan, segera mengkritik keras tindakan Israel dan menunjukkan dukungan kuatnya kepada Hamas, bahkan menyatakan bahwa Hamas bukanlah organisasi teroris.
Pernyataan ini memicu ketegangan diplomatik yang sangat signifikan, dengan Israel menolak kritik Turki dan hubungan bilateral memburuk dalam waktu singkat.
Pada tahun 2024, ketegangan semakin memuncak seiring berlanjutnya operasi militer Israel di Gaza dan meningkatnya jumlah korban sipil. Turki mengambil langkah yang lebih tegas, mengumumkan penghentian seluruh hubungan perdagangan dengan Israel pada Mei 2024.
Keputusan ini diambil sebagai bentuk protes atas agresi Israel yang menyebabkan puluhan ribu warga Palestina tewas. Selain menghentikan perdagangan, Turki juga membatasi ekspor dan impor komoditas tertentu, memperparah keretakan hubungan ekonomi dan politik antara kedua negara.
Menjelang akhir tahun 2024 dan memasuki 2025, hubungan diplomatik tetap berada pada titik terendah. Retorika anti-Israel dari para pemimpin Turki terus berlanjut, sementara Israel memandang Turki sebagai ancaman yang semakin besar di kawasan tersebut, khususnya karena peran Turki dalam mendukung Hamas dan upayanya untuk memperkuat pengaruhnya di Mediterania Timur.
Kebijakan luar negeri Turki yang semakin independen dan agresif di kawasan tersebut, melalui doktrin "Tanah Air Biru," juga berkontribusi pada meningkatnya kecurigaan dari pihak Israel.
Pada Agustus 2025, ketegangan mencapai titik puncak baru ketika Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, mengumumkan penghentian total hubungan dagang dan ekonomi dengan Tel Aviv.
Langkah ini memperkuat sinyal bahwa Turki tidak lagi melihat kerja sama dengan Israel sebagai prioritas, melainkan sebagai beban politik di tengah sentimen publik yang anti-Israel. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya normalisasi yang dilakukan beberapa tahun sebelumnya telah gagal sepenuhnya di tengah dinamika geopolitik yang berubah drastis akibat konflik di Gaza.
Retak
Hubungan diplomatik Turki dan Israel dalam dua tahun terakhir dapat digambarkan sebagai perjalanan dari harapan normalisasi yang singkat menjadi krisis dan keretakan yang mendalam.
Perang di Gaza menjadi katalis utama yang membalikkan tren positif, mendorong Turki untuk mengambil sikap yang lebih konfrontatif dan tegas terhadap Israel. Sikap keras Turki, terutama penghentian hubungan dagang, menandai akhir dari fase diplomasi yang lebih hangat dan membuka lembaran baru yang ditandai dengan ketegangan dan permusuhan yang signifikan antara kedua negara.
Artikel Terkait
Viral, Anak Menkeu Purbaya Sindir Mahasiswa Demo Dibayar: Nanti Jadi Tersangka Korupsi!
Viral Peresmian Masjid di Temanggung Pakai Acara Dangdutan, Undang Biduan Seksi-Seksi
Sakit Hati Diselingkuhi, Wanita di Lampung Ngaku Puas Setelah Potong Anu Kekasih
Kini Diduga Diceraikan Raisa, Ingat Lagi Kabar Hamish Daud Hobi BO Cewek di Bali