Ubah Rukun Islam Hingga Ibadah Haji ke Indramayu, Ken Setiawan Beberkan Gerakan Al Zaytun

- Senin, 15 Mei 2023 | 13:20 WIB
Ubah Rukun Islam Hingga Ibadah Haji ke Indramayu, Ken Setiawan Beberkan Gerakan Al Zaytun


Kini dirinya mengungkapkan akan memberikan kesempatan bagi santri putri untuk menjadi khatib salat Jumat.


Pendiri Nii crisis center, Ken Setiawan mengatakan bahwa Al Zaytun memang sudah menjadi polemik sejak lama.


Menurut Ken, Kementerian Agama juga sudah pernah mengadakan penelitian yang hasilnya sama dengan MUI.


Ken juga mengatakan ada hubungan antara kepemimpinan dan aliran dana secara historis. Namun sayangnya sampai sekarang hasil penelitian juga belum dipublikasi.


“Kementerian agama sebagai sebagai landing di pondok pesantren juga tidak ada respon sampai beberapa kali ganti Menteri Agama ternyata juga tidak ada tindak lanjut terkait masalah ini. Jadi memang ini ini seperti pembiaran,” tutur Ken.


Dirinya pun menambahkan bahwa pembiaran ini pula yang menjadi landasan NII Crisis Center berdiri.


“Memang kami tidak percaya dengan pemerintah ini, seperti mohon maaf kasus terorisme itu dibiarkan. Terorisme ditangkap tapi pemahaman radikalisme dibiarkan. Ini seperti ternak,” ungkap Ken.


MUI dan Kementerian Agama pun diharapkan segera membuat langkah konkret untuk menangani kasus Al Zaytun.


Ken pun mengungkapkan bahwa Al Zaytun memiliki rukun Islam yang berbeda dengan rukun Islam. 


Sederet Kontroversi Ponpes Al-Zaytun yang Viral Campur Pria-Wanita Satu Saf


1. Salat Tidak Sesuai Anjuran Rasul


Ketua MUI Indramayu KH Satori mengatakan apa yang dilakukan Ponpes Al-Zaytun dalam melaksanakan salat dengan mencampur saf pria dan wanita tidak haram dan tidak membatalkan. Hanya saja, model seperti itu tidak sesuai dengan anjuran Rasulullah.


"Ya saya tidak tahu praktik. Ada perempuan di depan gitu ya secara hukum tidak haram dan tidak membatalkan tapi tata caranya tidak sesuai dengan tata cara anjuran Rasul tentang saf salat jadi perempuan kan di belakang tidak di depan," kata KH Satori saat dihubungi detikJabar, Minggu (23/4).


Selain itu, Satori menyoroti renggangnya jarak antarjemaah. Menurutnya saat ini tidak ada imbauan tentang aturan salat seperti saat pandemi COVID-19. Sehingga, seharusnya jarak dalam barisan salat lebih rapat.


"Iya berjarak maka itu jangankan kita di tingkat Kabupaten. Sekarang kan sudah tidak ada lagi aturan pembatasan jarak dan sebagainya sudah tidak pandemi lagi tapi tidak tahu ada inisiatif siapa atau aturannya. Secara hukum yang salat itu rapat dan lurus barisannya seperti itu," jelasnya.


2. Ponpes Al-Zaytun Dikenal Tertutup


KH Satori juga mengatakan Ponpes Al-Zaytun yang berada di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu itu terkesan sangat tertutup bahkan eksklusif. Sebab, sejauh ini tidak ada transparansi yang diterima oleh MUI.


"Memang Al-Zaytun itu kan pesantren di Indramayu, eksklusif kita tidak bisa intervensi apa-apa dan kalaupun kita tidak suka juga susah, levelnya nasional pun kadang tidak ditanggapin gitu," kata Satori.


Dengan adanya praktek salat Idul Fitri 1444 Hijriah yang beredar, MUI pun tidak bisa berbuat banyak atau melakukan intervensi terhadap Ponpes Al-Zaytun.


"Jadi terkait dengan itu, ya kami tidak bisa mengintervensi sebab walaupun berada di Indramayu, masyarakat Indramayu tidak pernah bangga adanya Al-Zaytun di Indramayu gitu. Sebab lagi-lagi ya eksklusif segala sesuatunya tidak mau dicampuri dan tidak ada seseorang pun yang bisa mempengaruhi," ujar Satori.


3. Sumber Dana dan Aliran Tak Jelas


Satori menjelaskan, MUI pernah mendatangi Ponpes Al Zaytun. Hanya saja dalam kunjungan itu, pihaknya tidak mendapat penjelasan yang pasti mulai dari sumber dana hingga paham atau aliran yang diajarkan pondok pesantren itu.



Halaman:

Komentar