SERAMBINEWS.COM - Nasib Bank Syariah Indonesia atau BSI usai lewati masa tenggang beri tebusan ke peretas LockBit sempat memberikan rasa khawatir khususnya pada nasabah.
Diketahui kelompok peretas ransomware, LockBit mengancam bakal menyebar 1,5 TB data karyawan dan nasabah BSI ke internet bila tak diberikan tebusan sebagaimana yang diminta.
Adapun tenggat waktu yang diberikan hingga Senin, 15 Mei 2023 pukul 21:09:46 UTC atau 16 Mei 2023 pukul 4:09 WIB.
Meski demikian, pihak BSI tidak memberikan tebusan sebagaimana yang diminta hingga tenggat waktu yang ditentukan.
Kini pihak LockBit sudah mempublikasikan data yang dicuri dari BSI ke dark web atau situs jual beli data.
"Masa negosiasi telah berakhir, dan grup ransomware LockBit akhirnya mempublikasikan semua data yang dicuri dari Bank Syariah Indonesia di dark web," tulis di akun Twitter @darktracer_int bercentang biru, dikutip Selasa (16/5/2023).
Baca juga: Bank Konvensional Balik, Tuanku Muhammad: Bukan Hanya Revisi, tapi Hilangkan Qanun LKS
Sejumlah data yang dipublikasikan peretas seperti data RCEO, financing, operational, business control hingga funding dan rumah dinas BSI beserta data penting lainnya.
Meski demikian, pantauan Serambinews.com melalui mobile banking BSI masih berfungsi dan tidak mengalami error seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
Serambinews.com sudah menghubungi Head Of Corporate Communications BSI, Eko Nopiansyah namun hingga tulisan ini ditayangkan belum juga mendapat respon.
�
�
Sementara Pakar IT sekaligus Co-Founder Bisatopup, Firmansyah Asnawi menjelaskan terkait ancaman hacker yang akan membocorkan data nasabah termasuk PIN dan password ke publik.
Menurutnya, PIN dan password ini biasanya dalam bentuk enkripsi (diacak), sehingga orang lain yang melihat dari database tidak serta merta bisa menggunakan karena terenkripsi dengan sebuah rumus atau kunci.
"Termasuk para hacker ini tidak bisa menggunakan PIN dan password jika tidak bisa memecahkan kunci enkripsi," jelas Firman saat dihubungi Serambinews.com, Selasa (16/5/2023).
"Negosiasi antara hacker dan BSI gagal, BSI juga sudah memulihkan sistemnya," sambung Co-Founder Bisatopup itu.
Pihaknya menyarankan, tindakan yang bisa diambil nasabah saat ini adalah dengan segara mengganti PIN dan password.
"Segera lakukan PIN dan password sebelum hacker menemukan formula untuk membuka enkripsi ini," pungkasnya.
Bank Konvensional Balik, Gertakan Agar BSI Berbenah
Wacana soal bank konvensional balik lagi ke Aceh, Dewan Kota Banda Aceh berhusnudzon kalau itu hanya gertakan saja agar BSI segera berbenah.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRK Banda Aceh, Tuanku Muhammad menanggapi pernyataan Ketua DPRA, Saiful Bahri alias Pon Yaya soal revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Menurutnya, bisa jadi pernyataan tersebut agar mempercepat kerja BSI membenahi sistemnya yang bermasalah selama ini dan mengganggu perekonomian rakyat Aceh.
"Saya pribadi dan mungkin kawan-kawan yang membaca hari ini tentang adanya revisi, apakah itu murni dari keinginan Pon Yaya sendiri atau hanya gertakan saja," ungkap Tuanku� dalam program 30 Menit Bersama Tokoh dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di studio Serambinews, Senin (15/5/2023).
"Husnudzon kami itu hanya gertakan saja agar bertujuan BSI melakukan perubahan, pembenahan sehingga tidak terjadi lagi trouble system seperti ini," tambahnya.
Baca juga: BSI Down, Mengapa Malah Ngotot Revisi Qanun LKS, Padahal Bank Syariah Lain Baik-baik Saja
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II DPRK: BSI Segeralah Perbaiki, DPRA Kubur Saja Rencana soal Bank Konvensional
Diakuinya bahwa ketika BSI bermasalah, kondisi tersebut sangat mengganggu perekonomian di Aceh.
Karena memang hanya bank BUMN tersebut dan Bank Aceh Syariah yang punya banyak cabang serta mesin ATM di seluruh Aceh.
"Ketika BSI terjadi trouble system, Aceh sangat terasa karena memang hanya ada dua bank yang hari ini memiliki (cabang) sejumlah itu, BSI sama Bank Aceh," ungkap Tuanku.
Bank Konvensional Balik, Menghilangkan Qanun LKS
Wakil Ketua Komisi II DPRK Banda Aceh, Tuanku Muhammad menyebut, langkah mengembalikan bank konvensional ke Aceh bukan hanya merevisi, tapi juga menghilangkan Qanun LKS.
Menurutnya, semangat hadirnya Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah untuk membersihkan Aceh dari perbankan konvensional yang tidak berbasis syariah.
Baca juga: BSI Bermasalah, Haruskah Membanggakan Bank Konvensional?
Namun ketika dihadapkan dengan wacana merevisi kembali Qanun LKS agar bank konvensional bisa masuk lagi ke Aceh, berarti bertentangan dengan semangat awal.
"Ketika masuk bank konvensional bukan hanya sebenarnya merevisi LKS, tapi juga menghilangkan Qanun LKS," ungkap Tuanku Muhammad.
"Karena namanya Qanun Lembaga Keuangan Syariah, di pasal 2 ayat 1 mengunci dia, lembaga keuangan yang ada di Aceh harus berbasis syariah.
Maka ketika ingin direvisi, revisi bagian mananya sehingga bisa masuk bank konvensional," tambahnya.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPRK Banda Aceh itu, menjadi tidak mungkin ketika ingin direvisi Qanun LKS, dalam pasalnya disebutkan boleh ada bank konvensional.
"Itu kalau dimasukkan akan bertentangan dengan semangat adanya Qanun Lembaga Keuangan Syariah," ungkap Tuanku yang juga Ketua Fraksi PKS DPRK Banda Aceh itu.
Baca juga: OJK Minta Nasabah BSI Tenang, Layanan Sudah Normal, Diminta tidak Terpengaruh Isu Berseliweran
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Pandji Pragiwaksono Terancam Denda 50 Kerbau Akibat Candaan soal Adat Toraja
Jokowi dan Budi Arie, Dua Orang Paling Ruwet
Begini Tanggapan Ignasius Jonan Soal Utang Whoosh usai Temui Prabowo
Budi Arie Bantah Projo Singkatan Pro Jokowi, Jejak Digital 2018 Justru Dia Jelas-jelas Ngomong Gitu