Nurul Ghufron Minta Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Abraham Samad: Kemaruk!

- Selasa, 16 Mei 2023 | 17:40 WIB
Nurul Ghufron Minta Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Abraham Samad: Kemaruk!

"Selain kontroversi kasus yang memukul mundur pemberantasan korupsi termasuk menurunnya IPK serta kualitas dan kuantitas kasus dengan diwarnainya skandal yang dilakukan pimpinan KPK, tidak ada prestasi yang dihasilkan oleh KPK. Justru harusnya pimpinan KPK bermasalah diberhentikan sejak dahulu," tutur Praswad.


Praswad menilai masa jabatan pimpinan KPK selama 4 tahun telah sesuai dengan filosofi lembaga independen. Perubahan jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun dianggap sebagai langkah mundur bagi KPK.


"Desain masa jabatan komisioner KPK hanya selama 4 tahun membawa pesan filosofis bahwa KPK bersifat independen dan berbeda dengan masa jabatan eksekutif, baik presiden, gubernur, maupun bupati, yang menjabat selama 5 tahun," katanya.


"Jangan sampai semangat pemberantasan korupsi dan pembatasan kekuasaan yang menjadi ciri khas KPK sebagai anak kandung reformasi terus dikikis dengan nafsu segelintir orang yang secara brutal ingin memperpanjang kekuasaan," tambah Praswad.


MAKI Sindir Ghufron Minta Pimpinan KPK Jabat 5 Tahun: Gak Sekalian 10 Tahun?


Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang meminta masa jabatan Pimpinan KPK diubah dari 4 tahun menjadi 5 tahun. 


Boyamin menyindir mengapa Ghufron tak sekalian meminta masa jabatan Pimpinan KPK menjadi 10 tahun.


"Dulu Pak Ghufron awalnya (gugat) umur sekarang masa jabatan, kenapa 5 tahun, tidak 10 tahun sekalian? Tanggung kalau cuma 5 tahun, 10 tahun sekalian aja kalau mau," kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (16/5/2023).


Boyamin yakin gugatan Ghufron tidak akan diterima MK. Dia menyebut hal itu karena umur atau masa jabatan Pimpinan KPK tidak berkaitan dengan kostitusi atau UUD 1945.


"Menyangkut (gugatan) umur dan masa jabatan itu selain juga terserah DPR dan pemerintah mau ngatur, ini juga pelaksanaan norma, pelaksanaan aturan, jadi tidak berkaitan dengan permasalahan konstitusi, tidak ada berkaitan dengan UUD 1945 bertentangan atau tidak bertentangan," kata Boyamin.


"Jadi ya menurut saya ini kira-kira nanti akan tidak diterima atau ditolak permohonan gugatan Pak Ghufron ini kalau menurut saya sih," sambungnya.


Kendati demikian, Boyamin mengatakan pihaknya tetap menghormati upaya Ghufron meminta masa jabatan KPK. Boyamin mengatakan mengajukan gugatan ke MK adalah hak warga negara.


"Tapi ya terserah kalau ini sebagai upaya ikhtiar warga negara untuk memperjuangkan hak-haknya ya tetap saya hormatilah," kata Boyamin.


Uji Materi Ghufron di MK


Ada tiga alasan Ghufron meminta MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. 


Pertama, dia merujuk pada Pasal 7 UU 1945 soal masa pemerintahan di Indonesia yang berada di periode 5 tahunan.


"Cita hukum sebagai mana dalam Pasal 7 UUD 1945 masa pemerintahan di Indonesia adalah 5 tahunan, sehingga semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah 5 tahun," katanya.


Ghufron juga membandingkan soal masa jabatan di 12 lembaga negara non kementerian seperti Komnas HAM hingga Bawaslu. 


Belasan lembaga negara itu diketahui memiliki masa jabatan bagi pimpinannya selama 5 tahun dalam satu periode.


"Dua belas lembaga negara nonkementerian (auxiliary state body) misalnya Komnas HAM, ORI, KY, KPU, Bawaslu dll semuanya 5 tahun. Karenanya akan melanggar prinsip keadilan sebagai mana pasal 27 dan pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki/disamakan," tutur Ghufron.


Dalam alasan terakhirnya, Ghufron menyebut masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak sesuai dengan rencana pembangunan nasional di UU 25 Tahun 2004. 


Dia menilai pengubahan masa jabatan itu juga akan menyamakan program pemberantasan korupsi di KPK dengan rencana pembangunan nasional oleh pemerintah.


"Periodisasi perencanaan pembangunan nasional sebagaimana UU 25/2004 adalah RPJPN 25 tahun, RPJMN 5th ini akan berkonsekuensi pada perencanaan monitoring dan evaluasi pembangunan, maka jika program pemberantasan korupsi 4 tahunan akan sulit dan tidak sinkron evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsinya," tutur Ghufron. [IndonesiaToday/detik]

Sumber: news.detik.com


Halaman:

Komentar