NARASIBARU.COM - Dua puluh lima tahun setelah Reformasi 1998, kekerasan yang meliputi peristiwa itu masih membekas.
Salah satu kejahatan yang belum terselesaikan hingga sekarang adalah pemerkosaan masif terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998.
Bahkan, salah satu saksi tragedi itu ditemukan tewas dibunuh sebelum berangkat ke Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS untuk memberikan kesaksian.
Dia adalah Ita Martadinata, gadis 18 tahun yang aktif di Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan (TRKP). Ita ditemukan tewas di rumahnya pada 9 Oktober 1998.
Baca juga: Marsinah, Buruh Perempuan yang Dibungkam karena Menuntut Hak
Kengerian pembunuhan Ita Mardinata diungkapkan oleh Ita Fatia Nadia, mantan anggota Tim Relawan Kemanusiaan (TRK), dalam wawancara dengan The Jakarta Post, 19 Mei 2021.
TRK dibentuk sebagai respons atas kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Tingginya kasus pemerkosaan pada waktu itu mendorong TRK membentuk subdivisi khusus bernama TRKP.
Nadia bertugas sebagai koordinator TRKP. Dia menuturkan, relawan dari berbagai latar belakang bergabung dengan TRKP, termasuk Ita Martadinata yang seorang Buddhist.
"Saya diberitahu oleh sesama relawan bahwa dia (Ita) adalah korban pemerkosaan, meskipun dia tidak pernah memberi tahu saya," kata Nadia.
Tak lama setelah kerusuhan, TRK mempersiapkan saksi-saksi untuk memberikan kesaksian pribadi tentang pemerkosaan masif selama kerusuhan Mei 1998 di Sidang PBB di New York.
Baca juga: Amnesty Internasional: Jangan Lupakan Kekerasan Seksual dalam Tragedi Kerusuhan 1998
Ita mengajukan diri untuk memberikan kesaksian setelah berdiskusi dengan anggota TRK dan ibunya. Akomodasi, tiket pesawat, dan visa telah disiapkan agar Ita bisa berangkat ke Amerika Serikat.
Namun, kabar duka itu datang.
Nadia mengaku menerima kabar kematian Ita pada 4 Oktober 1998 pukul 16.00 WIB dari Lily Zakiyah Munir, seorang aktivis hak perempuan dan anggota Nahdlatul Ulama (NU).
Setelah mendengar kabar itu, Nadia pun bergegas ke rumah Ita. Sesampainya di sana, ayah Ita memintanya untuk naik ke kamar putrinya di lantai dua.
"Itu 45 menit setelah Ita dibunuh. Saat saya masuk ke kamarnya, saya kaget karena darahnya banyak sekali," kenang Nadia.
Nadia mengatakan, darah masih mengucur dari tubuh Ita. Selain itu, sebatang tongkat kayu menancap di anus korban.
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Prabowo Akan Bayar Utang Whoosh Pakai Uang Negara yang Dikembalikan Koruptor
Aplikasi Maxim: Solusi Praktis untuk Perjalanan dan Penghasilan Tambahan di Indonesia
AHY Pastikan APBN Bakal Ikut Menanggung Utang Whoosh
Siap Tanggung, Prabowo Minta Jalur Whoosh Dilanjut hingga Banyuwangi Jawa Timur