Alih-alih ikut campur urusan istana, Pangeran Diponegoro justru memilih untuk tinggal bersama neneknya di Desa Tegalrejo, sebelah barat laut Keraton Yogyakarta.
Ia tinggal di sana untuk mendalami ilmu agama.�
Pangeran Diponegoro memiliki sifat keras dan anti pihak asing, sama seperti kakeknya, Sri Sultan Hamengku Buwono II.
Putra sulung Raja Yogyakarta itu tidak mau tunduk kepada bangsa asing.
Pangeran Diponegoro mengobarkan perlawanan terhadap pemerintah Belanda.
Tercatat dalam sejarah, perang yang dipimpin Pangeran Diponegoro untuk melawan penjajah adalah perang yang paling menguras energi dan biaya.
Perubahan batas wilayah Keraton Yogyakarta
Sejak kedatangan Inggris ke tanah Jawa, peta geopolitik Kasultanan Yogyakarta berubah drastis.�
Keraton Yogyakarta harus melepaskan Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang, dan Grobogan untuk dikuasai Inggris dengan ganti rugi sebesar 100.000 real per tahun.�
Pada masa ini pula, Sri Sultan Hamengku Buwono III harus menyerahkan 4.000 cacah wilayah Adikarto (Kulon Progo) kepada Pangeran Notokusumo, yang kemudian menjadi pangeran merdika (otonom) di dalam Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I (1813-1829).�
Selain itu, Sri Sultan Hamengku Buwono III juga harus menyerahkan 1.000 cacah lagi wilayahnya kepada Kapiten Cina, Tan Jin Sing, atas bantuan yang diberikan selama Sri Sultan Hamengku Buwono III masih berkedudukan sebagai Putra Mahkota.�
Kelak Sri Sultan Hamengku Buwono III mengangkat Tan Jin Sing menjadi Bupati Yogyakarta dan memberinya gelar KRT Secadiningrat.
Baca juga: Mengenal 12 Pangkat Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dan Proses Kenaikan Pangkatnya
Baca juga: Sejarah dan Tata Cara Penyajian Teh bagi Raja Keraton Yogyakarta: Ladosan Pangunjukan Dalem
Nasib Prajurit Keraton Yogyakarta
Bukan hanya wilayah yang berubah, prajurit Keraton Yogyakarta juga ikut mengalami perubahan setelah Inggris ikut campur dalam urusan istana.
Inggris melarang Raja Yogyakarta memiliki kekuatan militer apapun selain yang diizinkan oleh pemerintah kolonial.�
Sebagai gantinya, pasukan Inggris dan Sepoy menjadi resimen utama pengamanan istana.�
Akibatnya, sebanyak lebih dari 9.000 prajurit keraton, termasuk yang dari Bugis dan Bali, hidup menderita.�
Banyak di antara mereka yang kemudian dimobilisasi oleh Inggris untuk bekerja di perkebunan-perkebunan milik kolonial di luar Jawa.
Sri Sultan Hamengku Buwono III wafat
Pada 3 November 1814 atau tanggal 19 Dulkangidah 1741 Tahun Jawa (TJ), Sri Sultan Hamengku Buwono III wafat.
Beliau mangkat (meninggal dunia) pada usia 45 tahun.�
Sri Sultan Hamengku Buwono III dimakamkan di Astana Kasuwargan, Pajimatan, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Masa pemerintahannya tercatat hanya berlangsung selama 865 hari.
Sebelum wafat, Sri Sultan Hamengku Buwono III telah mengangkat Gusti Raden Mas (GRM) Ibnu Jarot sebagai Putra Mahkota.
GRM Ibnu Jarot adalah anak bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono III dari GKR Kencono.
Usai sang ayah meninggal, GRM Ibnu Jarot diangkat jadi Raja Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono IV.
Saat itu, usianya masih 10 tahun.
Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono III
Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono III, dibangunlah Kampung Ketandan.
Lokasinya berada di sebelah timur Jalan Malioboro.
Sampai saat ini, Kampung Ketandan masih ramai sebagai pusat niaga serta budaya Tionghoa di Yogyakarta.
Dulu, Kampung Ketandan merupakan tempat para pekerja pemungut pajak yang digeluti oleh pendatang dari Cina.�
Di sana terdapat sebuah bangunan berloteng yang diperuntukkan bagi penasehat pribadi Sultan, Tan Jin Sing, seorang Kapiten Cina dari Kedu, yang mahir berbagai bahasa.
Selain Kampung Ketandan, peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono III lainnya adalah Kyai Mondro Juwolo.
Kyai Mondro Juwolo adalah nama kereta kuda tahan peluru yang didatangkan Sri Sultan Hamengku Buwono III dari Inggris.
Meskipun masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono III tergolong singkat, namun sejarah mencatat bahwa pada saat itu rakyat Yogyakarta menikmati suasana yang lebih aman dan makmur. (Tribunjogja.com/ANR)
Sumber: jogja.tribunnews.com
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Ahmad Sahroni Cerita Jatuh dari Plafon Saat Rumahnya Dijarah
Media Israel: Netanyahu Lakukan Ritual Penyembelihan Sapi Merah Suci
Andre Taulany dan Natasha Rizky Terlalu Akrab, Desta Cemburu?
3 Tahun Nganggur, Sule Sentil Sosok Artis yang Jadi Biang Kerok, Kini Andalkan Penghasilan di TikTok