Salah satu hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam menghadapi tantangan di 2024 adalah adanya tantangan pemungutan pajak akibat transisi ekonomi, serta terhadap pembiayaan utang.
Berbagai risiko fiskal telah digambarkan secara detail di dalam Buku Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2024.
Dinamika perekonomian global masih dibayangi risiko ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut dipicu oleh perlambatan ekonomi global yang diperkirakan hanya tumbuh 2,8%.
Inflasi yang masih persisten tinggi, berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter yang berpotensi meningkatkan cost of fund, meningkatnya tensi geopolitik serta fragmentasi global menyebabkan melemahnya prospek ekonomi global.
"Kondisi perekonomian global yang penuh dengan ketidakpastian selama tahun 2023 merupakan hal yang perlu diwaspadai," jelas pemerintah di dalam Buku KEM PPKF Tahun 2024, dikutip Rabu (24/5/2024).
Pemerintah menyebut, prospek penerimaan perpajakan diperkirakan membaik di tahun 2024 seiring dengan membaiknya perekonomian. Namun masih terdapat risiko akibat ketidakpastian ekonomi global.
Tantangan jangka menengah-panjang juga tinggi, baik dari global geopolitical power shift maupun dari kebijakan pengendalian emisi karbon. Sebagai contoh, implementasi CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism).
CBAM adalah instrumen yang dikenakan bea masuk terhadap produk impor ke negara Uni Eropa apabila proses produksinya dianggap menimbulkan emisi CO2.
Penerapan CBAM di Uni Eropa tentu berdampak negatif pada kinerja ekspor industri/sektor tertentu antara lain semen, alumunium, besi baja, dan kimia dari negara berkembang termasuk Indonesia.
"Hal ini akan berimbas pada penerimaan perpajakan yang berasal dari industri/sektor tersebut," jelas pemerintah.
Selain itu, Presiden RI periode 2024-2028 juga akan menghadapi tantangan pemungutan pajak akibat transisi ekonomi.
Pertumbuhan sektor manufaktur yang diikuti oleh peningkatan pertumbuhan sektor barang dan jasa informal, dan tren shifting konsumsi berbasis digital juga terus berlanjut.
Praktik perdagangan secara digital di satu sisi berdampak positif terhadap efisiensi perekonomian, namun di sisi lain dapat menyebabkan peningkatan shadow economy.
"Dengan kondisi sistem administrasi perpajakan saat ini, terdapat risiko kehilangan basis pajak (tax base) khususnya PPN dan PPh Badan."
Pada 2021 dan 2022, tingginya harga komoditas unggulan Indonesia seperti sawit, batubara, tembaga, migas dan lainnya berkontribusi terhadap Pajak Migas, PPh Badan, PPN, maupun Bea Keluar.
Artikel Terkait
Begini Tampang Wanita Viral Pegang Al Quran Tanpa Busana, Polisi Cari Pelaku
Sejak Lama Mundur sebagai Pengacara dr Tifa di Kasus Ijazah Jokowi, Ini Sosok Ahmad Khozinudin
Fahmi Bo Menikahi Lagi Mantan Istri di Rumah Kontrakannya di Kebon Jeruk Jakbar, Ini Maskawinnya
Nahas, Wardatina Mawa Muntah Darah usai Insanul Fahmi Diduga Selingkuh dengan Inara Rusli