Oei Tjeng Hien merupakan tokoh Muhammadiyah sekaligus pendiri organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Pria kelahiran 6 Juni 1905 itu dikenal sebagai pejuang bangsa bersama Presiden Soekarno, membela rakyat kecil.
Oei Tjeng diketahui seorang perantau dari Provinsi Fujian atau Hokkien, Tiongkok Selatan ke Padang, Sumatera Barat. Ibu Oei bekerja sebagai pedagang, sementara ayahnya sangat memerhatikan pendidikan.
Oei kecil dikirim langsung oleh ayahnya untuk mengenyam pendidikan di sekolah Belanda khusus anak-anak Tionghoa, yakni Hollandsch-Chinnesche School (HCS).
Di sana, Oei mendapat pengetahuan dan ajaran Kristen, yang mana menjadikan sebagai agamanya. Meski begitu, diakui Oei bahwa ajaran-ajaran tersebut tidak dijalankannya.
Sebab, dia lebih fokus untuk belajar ilmu dagang. Setelah lulus dari sekolah itu. Oei memilih untuk hijrah ke Bengkulu, karena faktor bisnis. Saat itu, kota pelabuhan merupakan salah satu pusat perdagangan berbagai komoditi.
Di tempat baru tersebut, Oei cepat beradaptasi dan memiliki teman yang banyak, terlebih jaringan bisnisnya.
Pada masa remaja itulah Oei menemukan sifat aslinya yang mudah bergaul atau bersosialisasi.
Oei muda pun aktif dalam kegiataan kepemudaan bersama kawan-kawan Tionghoa membentuk organisasi. Tak hanya itu, Oei juga bersama-sama teman asli Indonesia mendirikan organisasi Tanah Air Sendiri (TAS).
TAS diinisiasi Oei bertujuan meningkatkan solidaritas antarpemuda. Meski di organisasi ini hanya satu-satunya keturunan Tionghoa, Oei tidak kesulitan mengembangkan TAS.
Proses Oei Tjeng Hien mualaf
Oei Tjeng Hien mendapat didikan agama Konghucu atau Kristen sebelum merantau ke Bengkulu. Akan tetapi, dia merasa ingin melakukan pencarian spiritualnya.
Oleh karena itu, dia banyak membaca buku dan majalah tentang Islam. Bukan tanpa sebab Oei tertarik dengan Islam. Hal itu dipengaruhi oleh lingkungan, yang mana teman-temannya banyak yang beragama Islam.
Jauh sebelum itu, Oei mendapat banyak pandangan negatif terhadap Islam selama tinggal di Padang. Islam dipandang sebagai agama dengan orang-orang terbelakang atau pemalas.
Meski Islam dipandang buruk, Oei nyatanya tak bergetar untuk mempelajari agama tersebut.
Oei memutuskan menjadi mualaf ketika berusia 20 tahun pada 1926. Pada tahun itu, belum ada keturunan Tionghoa yang memeluk Islam.
Kondisi itu yang membuat Oei sempat merahasiakan hal tersebut kepada keluarganya.
Puncaknya, Oei malah mampu mengubah pandangan ayahnya untuk ikut memeluk Islam. Padahal, sang ayah sangat menentang kepindahan Oei dengan menyebut Islam sebagai agama orang terbelakang.
Artikel Terkait
Presiden Prabowo Panggil Eks Menhub Ignasius Jonan ke Istana, Bahas Polemik Whoosh?
KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid
Menkeu Purbaya: APBN Bertujuan Membuat Seluruh Rakyat Kaya, Mari Kita Kaya Bersama!
Viral 2 Jam Terjebak Macet Parah Jakarta, Turis Korea Ngamuk Sampai Kencing dalam Botol