Tempo Vs Bahlil: Perlukah Meminta Maaf?

- Senin, 25 Maret 2024 | 15:45 WIB
Tempo Vs Bahlil: Perlukah Meminta Maaf?



OLEH: MARAH SAKTI SIREGAR

   

PERNYATAAN itu mengemuka dan menjadi bahan diskusi sejumlah wartawan senior di Jakarta. Mereka merespon hasil ajudikasi Dewan Pers terkait pengaduan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia terhadap Majalah Tempo, edisi 4-10 Maret 2024.


Ditanda tangani Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu pada 18 Maret 2024, hasil ajudikasi itu dikeluarkan dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers.



Butir pertama dari 7 poin PPR no 7 tahun 2024 itu meminta: "Teradu (Majalah Tempo) wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu (Bahlil Lahadalia) secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima.”


Frasa harus meminta maaf itulah yang dipersoalkan. Beberapa wartawan yang kebetulan semuanya adalah para petinggi dan pengurus PWI Pusat serta Forum Pemred. Mereka sepertinya kompak. Berkeberatan dengan frasa tersebut.


"Kalau melayani Hak Jawab, ok. Tapi disertai permintaan maaf, rasanya gak perlulah," kata Rosiana Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV.


Setidaknya lima wartawan senior lain: Ilham Bintang, Wahyu Muryadi, Timbo Siahaan, Asro Kamal Rokan, ikut larut bersama Rosi dalam diskusi intensif membahas PPR Dewan Pers. Mereka bertemu usai menghadiri acara Buka Puasa Bersama yang digelar direksi PT Astra International, Tbk.


"Tadi ketika bertemu dengan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, saya sudah langsung bilang kok Dewan Pers malah menyalahkan media pers yang kritis melakukan kontrol sosial," kata Timbo Siahaan, mantan Penanggung Jawab Redaksi JakTV.


Ilham Bintang, Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat dan sebelumnya adalah Ketua Dewan Kehormatan PWI yang kritis, mengatakan dia tersentak dan terpukul ketika membaca berita beberapa media yang menuliskan judul berita yang malah mengeksploitasi diksi permintaan maaf itu.


Salah satu contoh: "Dewan Pers Perintahkan Tempo Meminta Maaf ke Bahlil" judul berita RMOL.id, 18 Maret, pukul 20.41. WIB.


Siapa pun yang membaca keseluruhan berita RMOL.id itu—dan juga berita sejenis lainnya di hari yang sama-akan mendapat kesan negatif.


Majalah Tempo melalui hasil liputan investigasinya terkait sepak terjang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam kegiatan perizinan pertambangan, telah dipersalahkan karena sudah diperintahkan harus minta maaf. Laporan Investigasinya dinilai tidak akurat dan media itu melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.


Kesan negatif itu muncul karena judul dan isi berita terkait PPR Dewan Pers di sejumlah media, termasuk berita di Lembaga Kantor Berita Antara.


Selain sepihak, hanya mengutip komentar Bahlil, beberapa media itu juga cuma mencuplik sepotong PPR Dewan Pers no 7 tahun 2024. Sialnya, para penulis berita media tadi pun malah keliru dalam memaknai diksi Rekomendasi Dewan Pers. Mereka menyebutkannya sebagai perintah.


Realitas itulah yang disesali para wartawan senior yang telah membaca Laporan Utama Tempo bertajuk: "Main Upeti Izin Tambang". Juga, menyimak percakapan di siniar (podcast) YouTube Tempo: Bocor Alus Politik.


Kedua produk jurnalistik itu secara gamblang mengungkapkan aksi lancung Menteri Investasi/Ketua BKPM Bahlil Lahadalia selaku Ketua Satuan Tugas Percepatan Investasi dan Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Investasi, dalam mencabut ribuan izin usaha pertambangan di pelbagai tempat.


Langkah itu kemudian ditengarai diiringi oleh orang-orang dekatnya yang meminta upeti dan saham dari pemilik perusahaan yang izin usahanya dicabut atau dibatalkan, jika mereka mau menghidupkan lagi IUP mereka.


Seriusnya, kedua laporan jurnalistik Tempo juga menyebutkan keterlibatan Presiden Jokowi yang dalam kaitan untuk menggiatkan investasi di dalam negeri telah memberikan otoritas lebih kepada Menteri Bahlil lewat Keppres dan Perpres.


Setidaknya ada dua Keppres dan satu Perpres sudah ditandatangani Presiden Jokowi untuk memperkuat gerak Bahlil dalam menangani investasi pertambangan dan perkebunan. Yakni, pertama, Keppres 11 tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Kedua, Keppres 1 tahun 2022 tentang Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.


Selain itu, ada juga Perpres 70 tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Satuan tugas ini dibentuk oleh Presiden dalam rangka penataan penggunaan lahan secara berkeadilan, penataan perizinan berusaha untuk sektor pertambangan, perkebunan dan pemanfaatan hutan, serta dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam.


Semua Keppres dan Perpres yang memperkuat sepak terjang Bahlil sebagai Ketua Satgas di sektor pertambangan dan perkebunan itu, menurut Majalah Tempo, berpotensi melanggar hukum. Sebab menabrak beberapa pasal dalam UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).


Misalnya, Pasal 51 dan 61 UU Minerba menyebutkan bahwa wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batubara diberikan kepada badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan dengan cara lelang. Lelang seharusnya dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), bukan oleh Satgas Investasi.


Selain itu, ada pasal lain juga dalam UU Minerba, yakni, pasal 119, yang memastikan bahwa pencabutan IUP dan IUPK menjadi otoritas Menteri ESDM.

Menyikapi laporan investigasi Tempo dan juga percakapan di siniar Bocor Alus Politik Tempo yang tajam mengungkapkan sepak terjangnya di sektor pertambangan, Menteri Bahlil menyampaikan keberatan dan pengaduannya kepada Dewan Pers pada tanggal 5 Maret 2024.


Menurut PPR 7 Dewan Pers, pada intinya Bahlil mengatakan bahwa berita Teradu yang mengaitkan dirinya, sama sekali tidak berdasarkan fakta dan mengarah ke fitnah. Pengadu meyakini telah terjadi Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Dan itu telah mencemarkan nama baiknya.


Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Dewan Pers telah melakukan klarifikasi pada Pengadu (diwakili Staf Khusus Menteri Investasi Tina Talisa dan sejumlah staf lainnya) dan pihak Teradu (Pemred Majalah Tempo Setri Yasra dan Penanggung jawab podcast Bocor Alus Politik Stefanus Pramono ) pada tanggal 13 dan 14 Maret 2024 di Sekretariat Dewan Pers.


Cuplikan Pengaduan Bahlil


Mengutip risalah pemeriksaan PPR 7 tahun 2024. Pengaduan Bahlil dan timnya cukup panjang. Mereka menyertakan sejumlah kutipan kalimat dalam berita Tempo yang disebutkan, tidak sesuai fakta dan cenderung fitnah.


Setidaknya ada 15 butir narasi keberatan Bahlil dan timnya. Antara lain, misalnya:


1) "Sebagian dari mereka mengaku izin usaha pertambangannya telah dicabut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Menurut para pebisnis itu, kebijakan pencabutan IUP tebang pilih dan tak memiliki kriteria jelas." (Hal. 36).


Menurut Pengadu, kriteria pencabutan IUP sudah dijelaskan oleh Presiden RI pada 6 Januari 2022 dan Menteri Investasi pada 7 Januari 2022 berdasarkan data dari Kementerian ESDM.


2) "Menteri Bahlil mencabut izin usaha pertambangan dan perkebunan yang tak produktif dengan alasan untuk memperlancar investasi. Rencana pencabutan itu dimulai pada Mei 2021 dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi." (Hal. 36).


Menurut Pengadu, Pencabutan IUP tidak berhubungan dengan Keppres No.11/2021 karena tugas Satgas Percepatan Investasi untuk memastikan realisasi investasi. Pencabutan IUP diatur dalam Keppres No.01/2022.


Selain itu, beberapa komplain lain yang berkaitan dengan potensi pelanggaran hukum yang ditulis Majalah Tempo telah melibatkan diri Bahlil dan Presiden Jokowi seperti tertulis di hal 37 dan 38:


3) "Para pengusaha bercerita bahwa orang-orang di sekeliling Menteri Investasi meminta upeti untuk menghidupkan kembali IUP yang telah dicabut. Besarannya Rp5 sampai Rp25 miliar dan informasi dibenarkan oleh tiga kolega Menteri Investasi . . . orang di sekitar Menteri Investasi juga meminta saham perusahaan yang izinnya dibatalkan dengan besaran 30 persen." ( hal 37).


Menurut Pengadu, Teradu tidak dapat membuktikan kredibilitas narasumber dan kebenaran informasi dari narasumber tersebut.


4) "Tidak semua pengusaha bisa mendapatkan kembali IUP . . . Menteri Investasi berencana memberikan izin tersebut kepada pejabat yang memiliki kedekatan dengan Istana…" (hal 38)


Terkait berita ini, Pengadu mengatakan, Teradu tidak dapat membuktikan kredibilitas narasumber dan bukti kebenaran informasi dari narasumber tersebut.


Jawaban Tempo


Merespon aduan Bahlil dan tim, Majalah Tempo, menurut berkas pemeriksaan PPR Dewan Pers juga memberi tangkisan dan penjelasan lisan dan tulisan yang singkat pada tanggal 13 dan 14 Maret 2024. Antara lain, terkait komplain di hal 37 dan 38, Teradu mengatakan:


-Memiliki informasi terkait dugaan Rp5 sampai Rp25 miliar dan saham oleh Pengadu, mau pun orang dekat Pengadu. Informasi itu berasal dari 11 narasumber dari kalangan pengusaha dan tiga kolega Pengadu. Semua narasumber itu tidak bersedia diungkapkan identitasnya.


-Telah melakukan konfirmasi berulang di antara para narasumbernya dan ditemukan kesamaan (konsistensi) informasi yang disampaikan antara narasumber yang satu dengan lainnya, terkait permintaan upeti dan saham oleh Pengadu maupun orang dekatnya.


-Menemukan fakta bahwa tim Pengadu juga melakukan penelusuran izin pertambangan sampai ke bawah/ lapangan.


-Telah berusaha melakukan klarifikasi kepada Pengadu sebelum berita dimuat, namun Pengadu menolak memberikan klarifikasi.


Komplain Tambahan


Dalam pertemuan klarifikasi  di Sekretariat Dewan Pers, 13 dan 14 Maret 2024, Tim Bahlil menambahkan komplain lain lagi:


-Sampul majalah Teradu memuat informasi yang tidak benar karena menyebut, "Dengan dukungan Presiden Jokowi, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mencabut ribuan izin usaha tambang nikel”.


Menurut Pengadu, izin tambang nikel yang dicabut tidak mencapai ribuan.


Berita Teradu yang diadukan tidak akurat, tidak berimbang, tidak uji informasi, beritikad buruk dan melanggar asas praduga tidak bersalah.


-Teradu tidak faham regulasi, melakukan framing, menampilkan data yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.


Pemberitaan Teradu dan juga podcast Bocor Alus Politiknya, telah merugikan nama baiknya dan keluarga besarnya, serta memiliki dampak sosial yang besar terhadap kredibilitas Pengadu.


-Pengadu telah menerima permintaan klarifikasi dari Teradu sebelum berita dimuat.


Respon Tempo


Terhadap beberapa butir aduan baru tersebut, Teradu kemudian mengirimkan surat penjelasan tambahan tertanggal 14 Maret 2024. Antara lain:


Halaman:

Komentar