-Kata "ribuan" dalam keterangan sampul Teradu mengacu pada jumlah IUP tambang mineral yang di dalamnya mencakup tambang nikel. Tepatnya sebanyak 1.749 IUP. Sedangkan kalimat "dukungan Presiden" dalam keterangan sampul merujuk pada dua Keputusan Presiden dan satu Peraturan Presiden.
-Kewenangan Pengadu sebagai Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Investasi dalam Keppres no 1/ 2022 dan Perpres no 70/2023 adalah memetakan lahan yang tidak produktif, mencabutnya dan menetapkan peruntukannya. Karena itu seluruh seluruh pencabutan IUP dilakukan oleh Satgas yang dipimpin Pengadu.
Teradu melampirkan contoh surat pencabutan yang ditanda tangani oleh Pengadu yang juga telah dideskripsikan dalam berita.
-Keterangan Kementerian ESDM menyatakan seluruh proses pencabutan maupun penghidupan kembali IUP sepenuhnya kewenangan BKPM/ Kementerian Investasi. Cq. Satgas Percepatan investasi.
-Teradu juga menyatakan telah melakukan usaha untuk meminta wawancara via WA, surat, dan bantuan politikus senior untuk mendapatkan konfirmasi dari Pengadu agar Pengadu menerima permintaan wawancara. Teradu mencatat sejak 15 Januari 2024, beberapa wartawannya telah mengajukan sedikit 9 kali upaya dan permintaan wawancara.
-Teradu kemudian memastikan, tujuan utama Liputan Investigasinya adalah untuk kepentingan publik dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, terutama mengingatkan pemerintah agar tetap mengacu pada tata kelola usaha pertambangan yang baik.
Putusan Dewan Pers
Merujuk pada semua hasil pemeriksaan itu, Sidang Pleno Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 2024, memutuskan ajudikasi Bahlil dan Majalah Tempo sebagai berikut:
1. Serangkaian berita Teradu yang diadukan Pengadu, merupakan upaya Teradu dalam menjalankan fungsi pers yaitu melakukan kontrol sosial untuk kepentingan umum/publik sekaligus melaksanakan perannya memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 6 huruf a UU 40/1999 tentang Pers).
2. Teradu (berita di majalah dan podcast) telah melakukan kewajiban etik melakukan konfirmasi sebagian, dan belum terkonfirmasi secara administratif. Upaya itu ditulis dalam berita sehingga pembaca tahu bahwa Teradu telah melakukan uji informasi. Secara prosedural tidak ditemukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik di dalam berita Teradu.
3. Penyembunyian identitas sumber utama Teradu (sumber anonim) terkait dugaan permintaan atau penerimaan upeti dan saham oleh Pengadu, telah sesuai dengan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik dengan penafsiran "penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik." Teradu mempunyai Hak Tolak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) UU 40/1999 tentang Pers.
4. Teradu melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat. Di sampul majalah Teradu tertulis "Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mencabut ribuan izin usaha tambang nikel", padahal jumlah izin usaha tambang nikel yang dicabut hanya ratusan. Selain itu, Teradu tidak akurat dalam memberitakan tentang "Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Lahan bagi Penataan Investasi", yang seakan-akan lelang sudah dilaksanakan (hal. 38).
5. Podcast Teradu telah memenuhi kewajiban etik, dengan menayangkan upaya-upaya konfirmasi berupa teks dalam podcast.
Rekomendasi Dewan Pers
1. Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima.
2. Pengadu memberikan Hak Jawab kepada Teradu selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah menerima PPR ini.
3. Pengadu dan Teradu wajib mengacu kepada Pedoman Hak Jawab Dewan Pers (Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008). Hak Jawab dengan persetujuan para pihak dapat dilayani dalam format ralat, wawancara, profil, features, liputan, talkshow, pesan berjalan, komentar media siber, atau format lain tetapi bukan format iklan.
Pers berhak menyunting Hak Jawab sesuai dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya-karya jurnalistik, namun tidak boleh mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.
4. Pengadu melaporkan kepada Dewan Pers bila pihak Teradu tidak mematuhi hasil penilaian dan rekomendasi Dewan Pers sesuai dengan Pasal 12 butir 4 Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/VII/2017.
5. Teradu wajib melaporkan bukti tindak lanjut PPR ini ke Dewan Pers selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah Hak Jawab dimuat.
6. Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu pada butir 2, maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab.
7. Pengadu sebagai pejabat publik diharapkan untuk lebih terbuka terhadap pers agar tercipta keberimbangan, keakuratan dalam pemberitaan dan terhindar dari penghakiman.
Telaah
Setelah menyimak secara keseluruhan isi PPR Dewan Pers 7 tahun 2024 maka kita dapat membaca bahwa sesungguhnya kesimpulan akhir hasil pemeriksaan dan analisa Komisi Pengaduan Dewan Pers dirumuskan dalam 5 (lima) Putusan dan 7 (tujuh) Rekomendasi. Dan dari lima butir Putusan, empat butir di antaranya, yakni, butir 1, 2, 3, dan 5, sepenuhnya membenarkan Tempo dan siniar Bocor Alus Politiknya.
Hanya butir ke-4, yang menyebut dan menyatakan Teradu melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat. Di sampul majalah Teradu tertulis "Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mencabut ribuan izin usaha tambang nikel", padahal jumlah izin usaha tambang nikel yang dicabut hanya ratusan (tidak dituliskan angka pastinya).
Selain itu, Teradu dinilai tidak akurat da?am memberitakan tentang "Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Lahan bagi Penataan Investasi", yang seakan-akan lelang sudah dilaksanakan (hal. 38).
Itulah dua kesalahan atau ketidakakuratan Majalah Tempo yang janggalnya kemudian seperti menjadi benang merah dari isi Rekomendasi Dewan Pers yang dinilai para wartawan senior bernuansa menghukum Majalah Tempo dan memenangkan lawannya (Pengadu).
Terutama jika dibaca butir 1 Rekomendasi:
"Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima."
Diksi "meminta maaf" yang dikenakan Dewan Pers kepada Majalah Tempo, yang dibunyikan senafas dengan kewajiban memberikan hak jawab kepada Menteri Investasi/Ketua BKPM Bahlil Lahadalia, sangat terasa memberatkan dan kurang tepat alias berlebihan.
Paradoks dengan isi 4 butir Putusan PPR 7 yang membenarkan Majalah Tempo dan siniar Bocor Alu? Politiknya.
Tanpa Unsur Pemberat
Dengan kata lain, sepatutnya Tempo cukup diminta memberikan hak jawab. Tidak perlu ada imbuhan harus meminta maaf.
Sebab, jika merujuk kebiasaan di Dewan Pers pada setiap kali ditemukan kasus pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, frasa "diserta permintaan maaf" baru dibebankan kepada Teradu jika ditemukan adanya unsur pemberat dalam pelanggaran pasal-pasal dalam KEJ.
Misalnya, media atau wartawannya beritikad buruk, menafikan sama sekali kewajiban verifikasi, dan lain-lain.
Unsur-unsur pemberat yang biasa jadi pertimbangan ketika Dewan Pers mengenakan tambahan keharusan Teradu Tempo untuk meminta maaf tidak ditemukan dalam risalah hasil pemeriksaan seperti dibeberkan dalam PPR Dewan Pers 7 tahun 2024.
Lalu, apa pertimbangan dan alasan Dewan Pers menyertakan frasa minta maaf? Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan frasa itu sengaja dibuat sebagai pesan untuk semua media.
“Agar nantinya semua media bisa benar-benar akurat da?am menyiarkan berita. Kami ingin menjadikan ketidakakuratan yang dilakukan Majalah Tempo sebagai contoh. Bahwa media sekelas Tempo saja, kalau tidak akurat akan diminta memberikan Hak Jawab dan meminta maaf,” kata Yadi.
Dia mengatakan bahwa jika membaca keseluruhan PPR 7 tahun 2024, Dewan Pers sebenarnya tidak menyalahkan Tempo.
“Secara substansial seluruh hasil liputan investigasi Tempo, bagus. Dari mulai peliputan, ikhtiar mengejar narasumber untuk wawancara dan sampai penulisannya. Semua ok.”
Yadi mengakui Dewan Pers memang menerima dan mendengar reaksi keberatan dan protes dari sejumlah wartawan senior.
Dia juga mengakui di Sidang Pleno Dewan Pers pun frasa permintaan maaf itu tidak bulat disetujui semua (9) Anggota Dewan Pers. Hanya tujuh anggota yang hadir di Pleno.
Dua orang tidak hadir. Yaitu, Arif Zulkifli (mewakili AJI, Tempo) dan Asmono Wikan (mewakili SPS). Dari anggota yang hadir, enam anggota, termasuk ketua dan wakil ketua Dewan Pers menyetujui dimasukkannya frasa minta maaf itu . Hanya satu anggota, yakni, Atmadji Sapto Anggoro (mewakili tokoh masyarakat) yang menampiknya.
“Isi liputan Tempo adalah kontrol sosial yang bagus. Jika ada ketidakakuratan kecil ya dikoreksi saja dalam Hak Jawab,” tukas mantan wartawan, yang juga Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers.
Apa pun, reaksi sejumlah wartawan senior atas PPR Dewan Pers 7 tahun 2024, bisakah ditangkap sebagai pantulan keresahan para jurnalis dalam menyikapi semakin lemahnya pengawasan atas penyelenggaraan negara saat ini. Pelanggaran hukum dan etika terus terjadi dalam skala yang ugal-ugalan.
DPR sudah seperti lembaga negara yang lumpuh dan tidak berdaya. Terutama dalam menghadapi aksi pelanggaran hukum dan etika yang telah dilakukan Presiden Jokowi dan para pembantunya.
Apa yang diungkapkan Majalah Tempo di sektor investasi dan perizinan pertambangan adalah sekelumit fakta telanjang atau bukti bagaimana pemerintah atau eksekutif kini makin menjadi kekuatan yang tak tersentuh dan tidak terawasi.
“Kontrol sosial pers pun sekarang terasa kian langka dilakukan. Kita memuji dan berharap Tempo yang saat-saat ini masih aktif melakukannya, tidak ikut dilumpuhkan. Apa yang dikenakan Dewan Pers terhadap Tempo bisa mengarah pada pelemahan atau pelumpuhan atas fungsi kontrol sosial pers,” ujar Asro Kamal Rokan, wartawan senior yang pernah memimpin koran Republika, LKBN Antara dan koran Jurnal Nasional.
Ilham Bintang bahkan mengingatkan Ketua Dewan Pers melalui chat WA.
"Laporan investigasi pers tidak bisa dibatalkan hanya karena di dalamnya ada unsur kekurangcermatan/ kurang akurat. Apalagi, kekurangan dimaksud sifatnya teknis. Seperti yang terjadi di dalam laporan utama Majalah Tempo yang diadukan oleh Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi RI di Dewan Pers.
Tempo menulis angka "ribuan perusahaan tambang" yang dinilai DP tidak akurat, sepatutnya hanya diminta untuk menyiarkan hak jawab menurut fakta yang dimiliki pihak pengadu. Tapi kewajiban itu pun harusnya batal karena pihak Tempo sudah meminta konfirmasi namun tidak dilayani oleh pengadu.
Maka, menurut saya, penilaian DP atas Tempo yang dituduh melanggar kode etik dan merekomendasikan Tempo memuat hak jawab dan meminta maaf kepada publik dan Menteri Bahlil sebuah putusan yang berlebihan.
Putusan itu mereduksi peran pers dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers yang seharusnya justru harus dilindungi Dewan Pers.
Kritik itu dikirim Ilham minggu lalu, lewat tengah malam, setelah menunaikan Salat Tahajud. "Supaya lebih nyerep," ucap mantan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat dua periode itu.
Artikel Terkait
Viral 2 Jam Terjebak Macet Parah Jakarta, Turis Korea Ngamuk Sampai Kencing dalam Botol
Hamish Daud Liburan Bareng Sasha Sabrina Alatas ke Bangkok? Dugaan Perselingkuhan Suami Raisa Terkuak
Pengakuan Alumni Seangkatan Gibran: UTS Insearch Cuma Kursus Bahasa Inggris, Bukan Setara SMA
Ahmad Sahroni Sindir Penjarah Rumahnya: Boro-Boro Bayar Pajak, Pasti Nunggu Sembako