Kacamata Pecah dan Palsunya Ijazah

- Jumat, 18 April 2025 | 15:00 WIB
Kacamata Pecah dan Palsunya Ijazah


'Kacamata Pecah dan Palsunya Ijazah'


Polemik dugaan ijazah palsu mantan Presiden RI ke 7 Joko Widodo masih terus menjadi sorotan publik. 


Tim yang tergabung dalam TPUA mendatangi Universitas Gajah Mada (UGM) dan ke kediaman Joo Widodo untuk mendapatkan pembuktian keaslian ijazah yang menjadi persoalan di Republik Indonesia.


Belum selesai tuntutan masyarakat nuntut keaslian ijazah S-1 Jokowi Widodo  yang di terbitkan UGM, kini muncul tuntutan masyarakat pembuktian keaslian jazah SMA Jokowi.


“Rupanya ijazah Jokowi SMA dan Sarjana UGM masih terus diburu oleh pasukan “Pemburu  Ijazah”. Di Solo muncul Gugatan baru ke PN Solo. Adalah Dr Taufik SH MH pakar hukum pidana yang mempermasalahkan keaslian ijazah SMA Jokowi yang digunakan untuk mendaftar ke UGM,” kata salah satu TIM TPUA Rizal Fadhillah dalam keterangannya pada Jum’at (18/4/2025).


“Menurutnya ijazah SMA 6 Surakarta jelas tidak benar. Saat itu Jokowi bersekolah di SMPP sehingga ijazah ini yang seharusnya digunakan. PN Solo bersiap menyidangkan,” kata Rizal mengutip Adalah Dr Taufik SH MH pakar hukum pidana yang mempermasalahkan keaslian ijazah SMA.


Sementara itu Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) bersama tokoh-tokoh dan elemen perjuangan lain juga mengejar keaslian ijazah sarjana UGM Jokowi. Hari Selasa 15 April 2025 TPUA mendatangi UGM. 


Diterima oleh Wakil Dekan Fakultas Kehutanan yang tidak mampu menjelaskan beberapa hal yang ditanyakan. 


Menurutnya Rektorat telah menerima alumni UGM Dr Roy Suryo, dr Tifa dan Dr Rismon Sianipar untuk membahas hal yang sama.


“Pihak UGM baik tingkat Universitas maupun Fakultas tidak mampu menjawab lengkap atau membuka dokumen secara rinci bahkan banyak hal yang masih menggantung atau mengambang,” terang Rizal.


“Penjelasan lisan tidak maksimal sebagai klarifikasi apalagi verifikasi. TPUA dan ketiga pakar tidak mendapat dokumen atau jawaban tertulis apapun. Kepada TPUA pihak Fakultas Kehutanan berjanji akan menjawab kemudian,” Rizal menegaskan.


Saat bertemu dengan tiga advokat yang mewakili rombongan TPUA di kediamannya 16 April 2025. 


Jokowi menyampaikan bahwa dirinya tidak bersedia untuk tunjukan ijazah kecuali atas perintah pengadilan.


“Namun lucu dan ironinya ternyata Jokowi pada hari yang sama telah memamerkan ijazah-ijazahnya kepada para wartawan. Tapi melarang untuk merekam atau memfotonya,” ungkap Rizal.


Rizal menegaska Jokowi berbohong dan takut memerlihatkan kepada TPUA. Atas ucapan “perintah pengadilan” TPUA menyatakan telah berulang membawa kasus ijazah palsu itu ke Pengadilan. 


Lagi pula dalam perdata tidak mungkin dalam kaitan pembuktian ada “perintah pengadilan” karena para pihak masing-masing bebas untuk saling membuktikan.


“Indikasi palsu ijazah Jokowi adalah sesuainya ijazah yang ditunjukkan dengan foto copy yang beredar di media sosial atau bersesuaian pula dengan apa yang ditampilkan oleh kader PSI sebelumnya. Berdasarkan uji saintifik foto tersebut lebih mirip Dumatno Budi Utomo sepupu Jokowi ketimbang dengan Jokowi sendiri,” sebut Rizal.


Ia menambahkan demikian juga indikasi palsunya skripsi yang di dalamnya terdapat lembar pengesahan. 


Skripsi Jokowi yang diperlihatkan UGM ternyata sama dengan apa yang telah Dr Rismon fotokan saat datang sendiri ke Perpustakaan Fak Kehutanan UGM. 


Ia telah menelaah dengan seksama dari berbagai sisi. Skripsi dan lembar pengesahan tersebut diyakini palsu.


Lebih lanjut Rizal, temuan signifikan dari “geruduk nasional” 15-16 April 2025 adalah kini dapat lebih fokus pada skripsi dan ijazah yang selama ini beredar di media sosial dan telah mendapat telahan ahli. 


Tidak ada skripsi atau ijazah lain selain dokumen yang beredar tersebut. 


Menunda dengan alasan “perintah pengadilan” tidak akan menolong hukuman masyarakat atas skripsi dan ijazah Joko Widodo.


“TPUA sebagai bagian dari masyarakat telah mengadukan Jokowi ke Bareskrim Mabes Polri dan secara bertahap terus memberikan bukti-bukti. Tentu dari temuan Geruduk 15-16 pun didapat temuan yang menambah bukti untuk Bareskrim kelak termasuk bukti temuan Dr Rismon soal keanehan lembar pengesahan Tou “tesis” untuk sarjana alias S-1,” terang Rizal.


“Alasan yang disampaikan kepada para wartawan mengapa ijazah Jokowi berkacamata dan sekarang tidak itu dikarenakan minus kecil dan kacamatanya pecah sesungguhnya membuka misteri untuk dua hal. 


Pertama “ijazah asli” itu yang diduga palsu itu adalah seperti yang telah beredar luas dengan foto Jokowi berkacamata. Kedua, perlu dibuka “rekam medik” soal minus kecil dan sedemikian istimewanya sehingga ijazah UGM Jokowi harus dipaksakan berkacamata,” tandas Rizal.


Menurutnya kacamata pecah palsu dan minus kecil palsu bisa membawa rakyat Indonesia menuju pembuktian ijazah palsu. 


Pengusutan bersama terus berlanjut hingga kejujuran dan kebenaran itu yang akan menang.


***


Sumber: JakartaSatu

Komentar

Terpopuler

14

Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.