Kasus Letjen Kunto, Beathor: Kudeta Jokowi terhadap Presiden Prabowo dan Obok-obok TNI

- Sabtu, 03 Mei 2025 | 14:05 WIB
Kasus Letjen Kunto, Beathor: Kudeta Jokowi terhadap Presiden Prabowo dan Obok-obok TNI


Polemik seputar mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dari jabatan Pangkogabwilhan I menjadi Staf Khusus KSAD, kemudian dibatalkan oleh Presiden Prabowo Subianto, telah menyulut perdebatan panas di kalangan militer dan politik. Beathor Suryadi, politikus senior PDIP yang dikenal dekat dengan almarhum Taufik Kiemas, menyebut langkah tersebut sebagai bentuk “kudeta senyap” mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pemerintahan Prabowo.

Letjen Kunto Arief Wibowo bukan perwira biasa. Ia adalah anak dari mantan Wakil Presiden Jenderal (Purn) Try Sutrisno, seorang tokoh militer berpengaruh dan kritikus vokal terhadap posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Try Sutrisno secara terbuka pernah menyatakan bahwa Gibran seharusnya dimakzulkan karena dianggap tidak sah secara konstitusional. Beathor menilai, mutasi Letjen Kunto tak bisa dilepaskan dari konteks ini.

“Langkah Jokowi mengganti Letjen Kunto adalah bentuk pengamanan posisi Gibran. Ini bukan mutasi biasa, tapi intervensi politik terhadap institusi TNI. Apalagi kita tahu Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, adalah bagian dari Geng Solo—lingkar dalam Jokowi,” kata Beathor kepada www.suaranasional.com, Sabtu (3/5/2025)

Tak lama setelah mutasi Letjen Kunto diumumkan, Presiden Prabowo Subianto disebut langsung membatalkan keputusan tersebut. Kunto dikembalikan ke jabatan semula sebagai Pangkogabwilhan I. Keputusan ini dianggap sebagai sinyal kuat bahwa Prabowo tidak ingin struktur militer digunakan sebagai alat politik, sekaligus bentuk penegasan terhadap supremasi presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI.

“Prabowo tahu betul permainan ini. Pembatalan mutasi bukan hanya soal posisi Letjen Kunto, tapi juga pembuktian bahwa TNI tidak boleh tunduk pada kekuasaan lama yang sudah berakhir masa jabatannya,” ungkap mantan tahanan politik Era Soeharto ini.

Pertanyaan besar yang kini mengemuka adalah: sejauh mana pengaruh Jokowi masih bercokol di tubuh TNI? Sejumlah pihak menilai loyalitas Jenderal Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI kepada Jokowi menandakan bahwa Prabowo belum sepenuhnya memegang kendali atas institusi militer.

“Kalau Jokowi bisa atur mutasi Letjen Kunto di luar pengetahuan Prabowo, itu artinya ada struktur bayangan dalam militer yang masih bekerja untuknya. Ini berbahaya untuk demokrasi dan stabilitas sipil-militer,” kata Beathor.

Beathor tidak ragu menggunakan istilah “kudeta” untuk menggambarkan manuver Jokowi. Bukan kudeta fisik, melainkan kudeta pengaruh melalui penguasaan jalur komando, birokrasi, dan loyalitas jenderal-jenderal yang ia tempatkan selama dua periode masa jabatan.

“Ini bukan perebutan kekuasaan secara terang-terangan, tapi pengendalian senyap. Jokowi tidak presiden lagi, tapi masih mengatur siapa yang duduk di mana. Itu bentuk kudeta gaya baru,” tegas Beathor.

Posisi Gibran di kursi wakil presiden menjadi titik api dari seluruh konflik ini. Banyak kalangan melihat Gibran bukan hanya sebagai wakil presiden, tapi sebagai pewaris dinasti politik Jokowi. Oleh karena itu, segala upaya untuk menjaga kestabilan posisinya—termasuk intervensi terhadap militer—dinilai masuk akal secara kalkulasi politik.

Namun, bagi sebagian kalangan militer dan sipil, keterlibatan tokoh sipil yang tak lagi menjabat dalam urusan pertahanan negara adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

Kisruh Letjen Kunto membuka babak baru dalam hubungan antara presiden aktif dan kekuatan pasca-kekuasaan. Prabowo menghadapi tantangan berat untuk menegaskan kendali penuh atas TNI dan mengembalikan militernya ke rel profesionalisme, lepas dari bayang-bayang pengaruh politik masa lalu.

Langkah pembatalan mutasi Letjen Kunto adalah titik awal. Pertanyaannya kini: apakah Prabowo mampu mengatasi “pemerintahan bayangan” yang masih beroperasi di balik layar? Ataukah ini hanya awal dari konflik internal yang lebih besar?

Foto: Beathor Suryadi (Dok Pribadi)

Komentar