Negara ke Mana? Ribuan Warga Makassar Terancam Digusur Karena Dokumen Belanda

- Minggu, 18 Mei 2025 | 14:10 WIB
Negara ke Mana? Ribuan Warga Makassar Terancam Digusur Karena Dokumen Belanda


Ribuan warga Perumahan Gubernur dan Perumahan Pemda di Kelurahan Manggala, Kota Makassar.

Menggelar unjuk rasa di depan Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab (STIBA) Makassar, Minggu 18 Mei 2025.

Warga merasa terancam kehilangan tempat tinggal yang sudah puluhan tahun mereka beli dan tempati secara sah.

Hanya karena sebuah dokumen hukum warisan kolonial Belanda yang tiba-tiba “hidup kembali” di pengadilan.

Persoalannya bermula dari munculnya gugatan sengketa tanah atas dasar Eigendom Verponding Nomor 12 Tahun 1838, yang diklaim sebagai bukti kepemilikan sah oleh pihak penggugat.

Padahal, tanah tersebut sebelumnya adalah tanah negara yang telah berstatus Hak Guna Usaha dan telah dibangun. Serta dijual sebagai rumah untuk ASN oleh pemerintah.

Namun dalam perkembangan terbaru, kasus ini justru dimenangkan oleh pihak penggugat di tingkat banding Pengadilan Tinggi Makassar. Sebelumnya para penggugat kalah di Pengadilan Negeri Makassar.

Kini, warga yang sebelumnya tidak digugat justru merasa menjadi korban utama dari keputusan hukum yang mereka anggap janggal dan tidak berpihak.

Warga Bentuk Forum Perlawanan

Merespons situasi ini, warga pun bersatu membentuk Forum Warga Bersatu Perumahan Gubernur dan Perumahan Pemda Manggala, Makassar.

Warga Manggala mengeluarkan pernyataan sikap menolak praktik mafia tanah, intimidasi, dan proses hukum yang menyimpang.

“Kami menolak hukum penjajahan di negeri merdeka,” tegas Sadaruddin, Ketua Forum Warga, saat membacakan sikap resmi forum.

Warga menyebut penggunaan Eigendom Verponding sebagai bentuk kemunduran hukum dan ancaman terhadap kedaulatan tanah rakyat Indonesia.

Karena dokumen ini sudah tidak diakui sebagai hak kepemilikan sejak tahun 1980.

Delapan Tuntutan Warga

Dalam pernyataan sikap tersebut, warga menyampaikan delapan poin utama tuntutan:

1.Menolak hukum kolonial Belanda (Eigendom Verponding) yang sudah tidak relevan di era kemerdekaan.

2.Menolak peradilan sesat yang diduga dikendalikan oleh mafia tanah dan mafia hukum.

3.Mendesak Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan untuk bertindak tegas membongkar jaringan mafia tanah dan menghukum berat pelakunya.

4.Menuntut tanggung jawab Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar untuk menjaga aset negara yang kini dihuni oleh ASN dan masyarakat.

5.Menolak segala bentuk premanisme dan intimidasi yang mulai muncul di kawasan Manggala.

6.Mengajak seluruh warga untuk bersatu dan solid memperjuangkan hak-haknya.

7.Menuntut pembongkaran jaringan mafia hukum yang terlibat dalam sengketa ini.

8.Mendesak penindakan dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan untuk menggugat tanah yang sudah lama dihuni warga.

Sadaruddin menegaskan bahwa perjuangan ini akan terus dikawal secara damai, konstitusional, namun dengan sikap tegas.

Duduk Perkara yang Membelit Warga

Sengketa lahan bermula dari gugatan yang diajukan oleh Samla Dg Simba dkk dan Hj. Magdallena De Munnik terhadap berbagai lembaga negara.

Mulai dari Kementerian ATR/BPN, Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, hingga PDAM dan dua koperasi ASN Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar.

Gugatan ini tercatat di Pengadilan Negeri Makassar dengan nomor perkara 15/Pdt.G/2024/PN.MKS.

Pada tingkat pertama, gugatan ini ditolak oleh majelis hakim. Namun Magdallena De Munnik mengajukan banding dan justru menang di Pengadilan Tinggi Makassar.

Pemerintah pusat dan daerah pun tidak tinggal diam. Saat ini, upaya kasasi ke Mahkamah Agung sedang berjalan.

"Saat ini masih dalam proses permohonan upaya hukum kasasi," kata Plt Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, Lompo Halkam dalam isi suratnya kepada warga.

Warga Turun ke Jalan

Tak ingin haknya dirampas begitu saja, ribuan warga melakukan unjuk rasa di lokasi sengketa.

Mereka menolak putusan banding di Pengadilan Tinggi Makassar dan menemukan banyak kejanggalan dalam putusan hakim.

“Warga memang tidak digugat langsung, tapi kami yang akan merasakan dampaknya kalau putusan itu diterapkan. Ini rumah kami, tempat tinggal keluarga kami,” kata seorang warga saat demo.

Setelah aksi di perumahan, warga juga berencana menggelar unjuk rasa di Kantor BPN Makassar, Pengadilan Tinggi Makassar, dan DPRD Sulawesi Selatan.

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan atas ketidakadilan yang mereka rasakan.

Tidak hanya ribuan rumah warga yang akan terkena dampak. Tapi banyak fasilitas umum dan pendidikan yang sudah berdiri.

Daftar Bangunan di Lokasi Sengketa Manggala:

1. Kampus STIBA
2. 5 Bangunan Masjid
3. 2 Pamsimas
4. Jaringan Pipa PDAM makassar
5. 2 Pesantren
6. 1 Sekolah SMA
7. Posyandu
8. 2 Taman Pendidikan Anak (TPA)
9. 1500 unit rumah warga
10. Gedung BKPRMI Sulsel

Minta Negara Hadir

Forum Warga mendesak pemerintah untuk tidak berdiam diri. Mereka meminta Gubernur Sulsel dan Wali Kota Makassar turun tangan langsung.

Melihat lokasi sengketa serta memastikan perlindungan terhadap hak warga yang sah.

Warga juga meminta penyidikan terhadap dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan untuk mengklaim lahan di Kecamatan Manggala, Makassar.

Serta audit terhadap proses penerbitan gugatan berdasarkan dokumen kolonial.

Sumber: suara
Foto: Warga Perumahan Gubernur dan Perumahan Pemda Kelurahan Manggala, Kota Makassar, menggelar unjuk rasa menolak pemberlakuan hukum Belanda, Minggu 18 Mei 2025 [SuaraSulsel.id/Muhammad Yunus]

Komentar