Ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melontarkan pernyataan soal potensi “campur tangan asing” dalam isu pertambangan di Raja Ampat, gelombang polemik segera membuncah. Tapi pertanyaannya, asing yang mana? Asing yang siapa?
Pengamat geopolitik dan wartawan senior Hendrajit mengingatkan publik agar tidak terjebak pada semangat “anti-asing” yang kabur dan tanpa kerangka historis yang utuh.
“Para founding fathers kita bukan anti-asing dalam arti rasial atau xenofobik,” ujar Hendrajit kepada wartawan, Selasa (9/6/2025). “Yang mereka lawan adalah kapitalisme korporasi yang menjajah lewat mesin ekonomi—bukan semata-mata wajah atau paspor orang asing itu sendiri.”
Hendrajit menyebut bahwa nasionalisme Indonesia sejak awal berdiri justru berjodoh dengan sosialisme, bukan chauvinisme. Kolonialisme, kata dia, adalah anak kandung dari kapitalisme global. Maka dari itu, ketika “asing” disebut dalam konteks ancaman, harus dilihat apakah yang dimaksud adalah negara atau korporasi raksasa transnasional yang membajak sumber daya lokal.
Dalam konteks Raja Ampat, tudingan Bahlil tentang intervensi asing perlu dibedah secara jernih.
“Kalau memang ada intervensi asing, bentuknya seperti apa? Korporasi tambang? Organisasi internasional? Atau NGO seperti Greenpeace? Harus jelas. Kalau tidak, ini hanya jadi obskurantisme,” tukas Hendrajit.
Tudingan terhadap Greenpeace pun ikut mencuat. Dianggap sebagai ujung tombak negara-negara adidaya dalam politisasi isu lingkungan, Greenpeace kerap disudutkan sebagai aktor asing yang memaksakan agenda global di negeri berkembang.
Namun, Hendrajit mengingatkan agar tidak buru-buru menghakimi. “Di Filipina, Greenpeace justru menyuarakan warga saat perusahaan Amerika ingin bangun PLTN. Pemerintah menunda proyeknya. Jadi mereka bisa juga berpihak pada rakyat, tergantung konteksnya.”
Yang paling mengkhawatirkan, menurut Hendrajit, adalah ketika pernyataan soal “asing” justru berpotensi menjadi tabir asap untuk menyamarkan pelaku sesungguhnya. Di sinilah dia menyebut istilah obskurantisme: strategi komunikasi yang secara sengaja menyajikan informasi dengan kabur dan membingungkan agar publik gagal memahami persoalan sebenarnya.
“Kalau tudingan terhadap asing hanya kabar burung dan tak berbasis fakta, itu malah menyesatkan penyelidikan. Asap memang ada, tapi bisa jadi apinya bukan di tempat yang sedang ramai dibicarakan.”
Hendrajit menyerukan pembentukan tim pencari fakta independen untuk menelusuri siapa sebenarnya yang bermain di balik isu tambang Raja Ampat. Tanpa itu, hiruk-pikuk hanya akan menghasilkan kebisingan, bukan kejelasan.
“Kalau tidak diurai, rakyat hanya disuguhkan drama dan tabir asap. Yang diuntungkan? Bukan rakyat. Tapi para aktor bayangan di balik layar.”
Sumber: suaranasional
Foto: Hendrajit (IST)
Artikel Terkait
MENARIK! Rocky Gerung Yakin Mahasiswa Baru Bakal Diajarkan Soal Fufufafa dan Pemakzulan
GEGER Raja Ampat: Pernyataan Lama Faisal Basri Viral, Ungkap Dalang di Balik Penyelundupan Nikel, Ada Nama Luhut!
SIMAK! Memahami Polemik 4 Pulau Aceh Jadi Milik Sumut Versi Kemendagri
Membaca Pikiran Roy Suryo: Imajinasi Pemakzulan Gibran