Sengketa administratif seperti ini membutuhkan:
1. Audit yuridis dan historis yang transparan atas dasar pengalihan wilayah tersebut.
2. Dialog antarprovinsi yang dimediasi pemerintah pusat, melibatkan para ahli tata batas, antropolog hukum, dan tokoh masyarakat dari kedua belah pihak.
3. Penegasan kembali peran negara dalam menjaga integrasi sosial dan menjamin keadilan spasial, sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 18 dan 25A.
Jangan sampai negara dianggap abai terhadap keadilan kultural dan hak otonomi daerah yang dijamin undang-undang.
Negara harus hadir, bukan sekadar sebagai wasit, tapi juga sebagai penjamin keutuhan dan keadilan wilayah.
Saya percaya Presiden Prabowo Subianto memiliki kapasitas dan kehendak menyelesaikan hal ini dengan bijaksana. Momentum ini bisa menjadi cermin bahwa Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara yang menjunjung nilai musyawarah dan persatuan.
Hukum tanpa kearifan akan melahirkan konflik. Presiden sebagai simbol pemersatu bangsa harus hadir sebelum konflik itu benar-benar terjadi.
*(Praktisi Hukum Nasional, Mantan Tim Hukum Prabowo-Gibran di Mahkamah Konstitusi)
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
3 Tahun Nganggur, Sule Sentil Sosok Artis yang Jadi Biang Kerok, Kini Andalkan Penghasilan di TikTok
Pandji Pragiwaksono Terancam Denda 50 Kerbau Akibat Candaan soal Adat Toraja
Jokowi dan Budi Arie, Dua Orang Paling Ruwet
Begini Tanggapan Ignasius Jonan Soal Utang Whoosh usai Temui Prabowo