NARASIBARU.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengecam keras tindakan kekerasan yang diduga dilakukan aparat Kepolisian terhadap massa aksi demo di DPRD Sumut, Selasa (26/8).
Direktur LBH Medan Irvan Saputra, menyampaikan LBH Medan secara tegas dan keras mengecam tindakan brutal yang diduga dilakukan personel jajaran Polda Sumut.
“LBH Medan juga meminta Polda Sumut untuk segara membebaskan massa aksi yang ditangkap tanpa syarat,” tegasnya, Rabu (27/8).
LBH Medan menilai tindakan penyiksaan dengan cara pemukulan dan bahkan melakukan penginjakan kepala massa aksi adalah perbuatan yang brutal dan tidak manusiawi.
“Perlu diketahui bahwa menyampaikan pendapat di muka umum melalui berdemonstrasi adalah hak setiap warga negara yang dijamin sepenuhnya oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” jelasnya.
Secara hukum LBH Medan menilai, tindakan brutal aparat kepolisian daerah Sumut telah mencederai prinsip demokrasi dan melanggar Hak Asasi Manusia, serta bertentangan dengan kewajiban institusional Polri sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang tugas utama untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
“Dengan demikian, pola penanganan yang brutal justru menunjukkan pengingkaran terhadap mandat undang-undang sekaligus melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” tegasnya.
Irvan juga mengungkapkan tidak hanya melakukan dugaan penyiksaan, Polda Sumut juga melakukan penghalang-halangan pendampingan terhdap massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang.
“Pasca terjadinya ricuh Polda Sumut diduga menangkap lebih kurang 39 orang massa aksi dan dibawa ke Polda Sumut tepatnya Direktorat Kriminal Umum. Mengetahui hal tersebut LBH Medan bersama Kontras dan Keluarga Massa Aksi berupaya melakukan pendampingan sebagaimana amanat KUHAP,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakan Irvan, namun parahnya pihak Polda Sumut menghalang-halangi hak Penasihat Hukum dengan berdalih melakukan pendataan. Tidak ujuk-ujuk menerima pernyataan Polda Sumut, LBH Medan dan Kontras Sumut terus menyampaikan argumentasi hukumnya untuk dapat diberikan askses pendamping.
“Akan tetapi upaya tersebut tidak dihiraukan Polda. Oleh karena itu dapat disimpulkan jika adanya abuse of power yang dilakukan Polda Sumut dalam proses pemerikasaan para massa aksi dan bertentangan dengan KUHAP,” cetusnya.
Bahkan secara hukum, lanjut Irvan, penanganan massa aksi yang dilakuan Kepolisian diduga telah melanggar Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan kepala kepolisian negara republik tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
“Di mana secara jelas terjadinya penyiksaan dan tindakan brutal terhadap massa aksi. Serta pengamanan juga dilakukan dengan menggunakan senjata laras panjang yang seyoginya tidak dibenarkan secara hukum,” pungkasnya.
Sebelumnya, aksi demo di DPRD Sumut kemudian berujung pada tindakan pembubaran dengan kekerasan oleh aparat Kepolisian dan Brimob.
Dalam video yang terekam, diduga terjadi kekerasan oleh aparat kepolisian berpakaian preman. Kejamnya, salah satu massa kepalanya dipijak hingga kejang-kejang dan tak sadarkan diri.
Sumber: waspada
Artikel Terkait
Prajurit TNI Aniaya Warga hingga Tewas: Dipukul Pakai Cangkul, Keluarga Minta Tolong Panglima
PANAS! Ahmad Dhani Hampir Diusir Gegara Interupsi Ariel-Judika Rapat di DPR
Akhirnya Terungkap Tampang Vara, Istri Arya Daru Geram hingga Penemuan 2 Alat Kontrasepsi
Sadis, Kepala Mahasiswa Diinjak hingga Kejang-kejang Saat Demo Bubarkan DPR di DPRD Sumut