Kronologi Sekolah Gibran Yang Tertukar, Seperti Judul Sinetron!
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen
Dalam pepatah Jawa ada ungkapan “Kacang ora ninggal lanjaran” yang mirip dengan peribahasa nasional “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.”
Jika dulu ijazah “UGM” Presiden Jokowi sudah dipersoalkan hingga dibuatkan buku Jokowi’s White Paper (JWP) dan terbukti 99,9% bermasalah secara metodologis, kini kasus yang menimpa anaknya, Gibran, justru terlihat lebih amburadul.
Anak muda zaman sekarang mungkin akan menyebutnya “11-12” alias sama saja.
Setelah lama dipertanyakan, keabsahan ijazah Gibran baru benar-benar terbuka saat seorang pengacara bernama Subhan Palal SH MH mengajukan gugatan perdata di PN Jakarta Pusat (Senin, 8/9/2025).
Sidang pertama itu langsung menimbulkan kejanggalan karena Gibran justru menghadirkan Jaksa Negara sebagai kuasa hukum, padahal ini perkara pribadi.
Sama persis dengan pola rezim sebelumnya, masalah pribadi ditarik-tarik menjadi urusan negara.
Lebih jauh, publik masih mengingat pengakuan ayahnya yang pernah mengaku berganti nama “Mulyono” di sebuah wawancara televisi nasional.
Hal serupa kini terkesan berulang pada Gibran.
Nama besarnya yang identik dengan sastrawan dunia Kahlil Gibran justru kontras dengan kualitas pendidikan dan rekam jejak akademik yang penuh pertanyaan.
Jejak Pendidikan Gibran yang Janggal
Dalam berkas KPU yang dijadikan dasar gugatan, tercatat pendidikan Gibran dimulai dari SD Negeri Mangkubumen Kidul 16 Solo (1993-1999), SMP Negeri 1 Solo (1999-2002), lalu Orchid Park Secondary Singapore (OPSS) (2002-2004).
Setelah itu Gibran tercatat di UTS Insearch (2004-2007), kemudian Management Development Institute of Singapore (MDIS) (2007-2010).
Yang menjadi masalah, jenjang di OPSS yang seharusnya berlangsung 4–5 tahun hanya ditempuh 2 tahun.
Sementara di UTS Insearch, yang notabene hanya program pathway atau matrikulasi, justru ditempuh selama 3 tahun.
Lebih membingungkan lagi, beberapa media sempat menyebut SMA Santo Yosef dan SMK Kristen Solo, tetapi tak pernah jelas ada ijazah dari sekolah tersebut.
OPSS sendiri baru berdiri resmi pada 2001, hanya setahun sebelum Gibran masuk.
Sekolah ini berstatus menengah dengan bahasa pengantar Mandarin, sementara lama pendidikan normalnya adalah 4 tahun (Express) atau 5 tahun (Normal).
Jika Gibran hanya menempuh 2 tahun, lantas ijazah apa yang didapat?
Kontroversi UTS Insearch dan Surat Penyetaraan
Masalah makin pelik ketika UTS Insearch yang hanya program persiapan kuliah di Australia justru dipakai sebagai dasar penyetaraan ijazah SMA/SMK.
Program foundation studies ini umumnya hanya 8–12 bulan, bukan setara pendidikan menengah penuh.
Namun, anehnya pada 6 Agustus 2019, Dirjen Dikdasmen Kemdikbud melalui surat No. 9149/D.DI/KS/2019 justru menerbitkan penyetaraan ijazah Gibran, menganggap pendidikan “Grade 12 di UTS Insearch tahun 2006” setara dengan lulusan SMK bidang Akuntansi dan Keuangan.
Ironisnya, surat ini baru keluar 13 tahun setelah masa pendidikan yang disebutkan, menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa administratif.
Layak Dipersoalkan Secara Hukum
Berdasarkan kronologi ini, jelas ada kejanggalan dalam jenjang pendidikan Gibran.
Hal ini penting karena UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf r dan PKPU No. 19 Tahun 2023 Pasal 13 huruf r mengatur syarat minimal pendidikan calon presiden dan wakil presiden.
Kasus ini pun semakin masuk akal ketika kini dibawa ke ranah hukum melalui gugatan perdata di PN Jakarta Pusat.
Jika dibiarkan, persoalan ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan pendidikan nasional.
Tidak berlebihan jika publik menyebut kasus ini bak sinetron: “Kronologi Sekolah yang Tertukar.” ***
Artikel Terkait
Jokowi Tanggapi Polemik Ijazah Gibran: Isu Tahunan dan Tuding Ada Dalang!
Kontroversi Ferry Irwandi dan TNI, Mahfud MD Bongkar Duduk Perkara!
Prabowo Diingatkan Tidak Serampangan Sebut Ada Potensi Makar & Terorisme, UGM: Buktinya Tidak Ada!
Lepas Bayang-Bayang Jokowi, Pengamat Politik: Setelah Pecat Budi Arie, Prabowo Kini Bidik Polri!