NARASIBARU.COM - Penunjukan mantan anggota Tim Mawar Kopassus, Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai menuai kritik.
Selain melanggar Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, penunjukan tentara aktif ini dinilai semakin mengafirmasi model militerisme dalam kebijakan ekonomi. Lantas bagaimana masa depan Bea Cukai di tangan militer?
PENUNJUKAN Letjen TNI Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan mencuat setelah ia dan Bimo Wijayanto dipanggil Presiden Prabowo Subianto ke Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 20 Mei 2025.
Seusai pertemuan itu, Bimo mengungkap bersama Djaka mendapat arahan dari Prabowo untuk memperkuat Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Keduanya dalam waktu dekat ini dikabarkan akan segera dilantik Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Arahan Bapak Presiden untuk melakukan hal-hal yang memang diperlukan untuk membuat martabat Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai agar bisa lebih kuat dalam mengamankan penerimaan negara,” jelas Bimo.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara tidak membantah juga membenarkan terkait rencana pelantikan Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Pajak tersebut.
Menurutnya kepastian terkait kabar itu pada waktunya akan segera diumumkan.
“Pasti diumumkan, ada saatnya diumumkan,” jelas Suahasil saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5).
Penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai menggantikan Askolani mendapat sorotan dan kritik.
Sebab ini pertama kalinya Dirjen Bea Cukai diisi oleh figure berlatar belakang militer aktif.
Djaka merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1990. Jenderal TNI bintang tiga itu memiliki kedekatan dengan Presiden Prabowo karena sama-sama berasal dari kesatuan Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.
Pada 18 Oktober 2024 lewat Surat Keputusan (SK) Panglima TNI Nomor: Kep/1264/X/2024, Djaka ditugaskan sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN).
Sebelumnya ia juga tercatat pernah menduduki jabatan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan); Asisten Intelijen (Asintel) Panglima TNI; serta Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Ekonomi Komando
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai semakin mengafirmasi bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo saat ini menggunakan model militerisme dalam kebijakan ekonomi. Kondisi tersebut berpotensi membuat pelaku usaha dan investor cemas.
“Penunjukkan militer aktif di bea cukai membuat pelaku usaha dan investor tentunya cemas. Ini juga makin mengafirmasi model militerisme dalam kebijakan ekonomi atau ekonomi komando,” jelas Bhima, Kamis (22/5/2025).
Bhima khawatir masuknya militer ke jabatan sipil akan merusak jenjang karier kepegawaian di Ditjen Bea Cukai.
Tak hanya itu, Bhima juga menyebut bisa memicu demoralisasi para pegawai bea cukai.
“Penunjukan militer juga tidak bisa menjamin pengawasan bea cukai menjadi semakin baik. Justru bisa memicu adanya penyalahgunaan wewenang,” imbuhnya
Ditjen Bea Cukai, kata Bhima, saat ini memiliki banyak masalah atau persoalan yang perlu dibenahi. Persoalan tersebut tidak lantas bisa diselesaikan oleh kepemimpinan tegas.
Sebab yang jauh dibutuhkan adalah sosok pemimpin yang memiliki pemahaman ihwal kompleksitas ekonomi dan fiskal.
Karena itu, Bhima ragu penunjukan Djaka dengan latar belakang militer mampu menyelesaikan beragam persoalan yang ada di bea cukai.
Apalagi mencapai target penerimaan bea cukai tahun ini yang dinaikkan 1,63 persen dari realisasi 2024 sebesar Rp300,2 triliun.
“Upaya meningkatkan pendapatan bea cukai bukan sekedar ketegasan dalam pengawasan barang ilegal tapi juga butuh konseptor. Misalnya bagaimana memperluas barang kena cukai, itu kan bukan urusan militer. Sehingga saya khawatir target penerimaan bea masuk Rp301,6 triliun bakal terjadi shortfall lagi tahun ini,” tutur Bhima.
Eks Tim Mawar
Latar belakang Djaka yang merupakan eks Tim Mawar juga menjadi sorotan.
Tim Mawar merupakan tim kecil yang dibuat kesatuan Kopassus yang ketika itu pimpinan Prabowo selaku Danjen Kopassus.
Pada Juli 1997, tim tersebut dibentuk dan dikomandoi Mayor Infanteri Bambang Kristiono. Mereka memiliki target untuk memburu dan menangkap aktivis yang dianggap 'radikal'.
Sebagai Komandan Tim Mawar, Mayor Infanteri Bambang memiliki 10 anggota.
Selain Djaka yang ketika itu masih berpangkat Kapten Infanteri, sembilan anggota Tim Mawar lainnya, yakni: Kapten Infanteri Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Infanteri F.S. Multhazar, Kapten Infanteri Julius Stefanus, Kapten Infanteri Untung Budiharto, Kapten Infanteri Dadang Hindrayuda, Kapten Infanteri Fauka Nurfarid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Tim Mawar dituduh bersalah dalam peristiwa penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis pro demokrasi.
Di mana dari 22 aktivis yang diculik; sembilan orang kembali dalam keadaan hidup dan 13 lainnya masih hilang hingga saat ini.
Ketigabelas aktivis yang hilang hingga saat ini adalah Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Suyat, Yani Afri, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Sony, Noval Alkatiri, Ismail, Ucok Siahaan alias Ucok Munandar, Yadin Muhidin, Hendra Hambali, dan Abdun Nasser.
Kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis ini sempat diadili Mahkamah Militer Tinggi II-08 Jakarta.
Direktur Imparsial, Ardi Manto menilai penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak asasi manusia.
Selain juga sebagai bentuk pengabaian terhadap hak-hak keluarga korban untuk mendapat keadilan.
“Bagaimana mungkin korban akan mendapat keadilan jika pelaku justru diberikan tempat dan jabatan strategis di pemerintahan,” jelas Ardi.
Selain Djaka, beberapa eks Tim Mawar lainnya diketahui turut mendapat jabatan strategis. Salah satunya, yakni Letjen Nugroho Sulistyo Budi.
Jenderal bintang tiga dari matra TNI Angkatan Darat atau AD itu kini menjabat Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Pengangkatan ini menambah daftar panjang penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil dan memperkuat praktik Dwifungsi TNI di ranah sipil,” jelas Ardi.
Ardi menegaskan penunjukan Djaka selaku prajurit aktif sebagai Dirjen Bea Cukai merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.
Sebab Kementerian Keuangan atau Ditjen Bea Cukai tidak masuk dalam 14 kementerian/lembaga yang dapat dijabat prajurit TNI aktif sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Ayat 1.
“Pengangkatan Letjen Djaka Budi Utama yang masih berstatus prajurit TNI aktif sebagai Dirjen Bea Cukai sangat jelas mencederai profesionalisme TNI, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi,” ujarnya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Kristomei Sianturi membenarkan Kementerian Keuangan atau Ditjen Bea Cukai tidak termasuk dalam 14 lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Namun, ia menjabat normatif ketika ditanya ihwal status keprajuritan Djaka.
“Semua prajurit aktif yang akan menduduki jabatan di luar 14 kementerian/lembaga yang diperbolehkan, prajurit TNI tersebut harus mengundurkan diri dari kedinasan sebagai prajurit aktif atau pensiun dini,” jelas Kristomei.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Terungkap Isi Keputusan Penting yang Diteken Prabowo di Hadapan Dasco
Respon Bahlil soal Kasus Ijazah Jokowi: Kayak Enggak Ada Isu Saja
Mensesneg: Belum Ada Pembahasan Soal Reshuffle, Presiden Fokus Evaluasi Kinerja
Tak Rela Jokowi Diolok-Olok, PSI: Para Haters Simpan Luka Yang Tak Pernah Sembuh!