NARASIBARU.COM - Pengusaha minyak Riza Chalid dan anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023.
Status tersangka ayah dan anak itu ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Keduanya merupakan dua orang dari 18 tersangka yang diungkapkan Kejagung dalam kasus korupsi tersebut.
Baik Riza Calid maupun Kerry Andrianto memiliki peran berbeda dalam praktik korupsi.
Kejagung menetapkan Kerry Andrianto sebagai tersangka lebih dulu pada 24 Februari 2025 dan ditahan di Rutan Salemba, Jakarta Pusat.
Bersama Kerry, kejaksaan juga menangkap 8 tersangka lain.
Mereka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Ada juga Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Dan, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional juga ditetapkan sebagai tersangka.
Ada pula Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Lalu, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Pada 10 Juli 2025, Kejagung menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka bersama 8 orang lainnya.
Delapan tersangka itu segera diamankan, namun Riza Chalid hingga kini masih buron.
Kejagung menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Rinciannya, yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun.
Apa peran Kerry, anak Riza Chalid?
Kerry Andrianto merupakan sebagai beneficial owner alias pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa.
PT Navigator Khatulistiwa adalah perusahaan yang mengoperasikan kapal tongkang, tanker minyak, tunda, dan pengangkut gas.
Dalam kasus korupsi, perusahaan itu berperan sebagai broker dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding 2018–2023.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, Kerry menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dari hasil mark up kontrak pengiriman dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang yang dilakukan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF).
Dalam keterangan resmi Kejagung dikatakan, negara harus mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen akibat mark up kontrak shipping atau pengiriman tersebut.
"Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers 25 Februari 2025.
Perbuatan melawan hukum tersebut membuat komponen harga dasar yang dijadikan acuan penetapan harga indeks pasar (HIP) bahan bakar minyak (BBM) untuk masyarakat menjadi lebih tinggi.
HIP menjadi dasar pemberian kompensasi dan subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.
Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 193,7 triliun.
Kerugian terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun, serta kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Geledah Rumah
Nama Riza Chalid kemudian muncul karena Kejagung sempat menggeledah dua rumahnya pada 25-27 Februari 2025.
Rumah pertama yang digeledah adalah yang terletak di Jalan Jenggala II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Rumah tersebut dipakai sebagai kantor oleh para broker minyak termasuk Kerry Andrianto.
Dari penggeledahan itu, penyidik menyita uang tunai Rp 883 juta dan 1.500 dollar AS, 34 box ordner, 89 bundel dokumen, dan 2 unit CPU.
Sementara rumah kedua yang digeledah adalah di Jalan Panglima Polim, Melawak, Jakarta Selatan, pada 27 Februari 2025.
Dari sini, Kejagung menemukan 144 dokumen tambahan.
Tak hanya rumah, Kejagung juga menggeledah kantor milik keluarga tersebut di Plaza Asia Lantai 20 dan menyita 4 kardus berisi dokumen.
Lalu, kantor PT Orbit Terminal Merak di Cilegon Banten, berupa fasilitas storage/depo milik Kerry dan mitra.
Kejagung menyita dua bidang tanah dan pabrik seluas 31.912 meter persegi, serta 190.694 meter persegi dan sertifikat.
Riza Chalid merupakan Beneficial Owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak.
Bersama Riza Chalid, Kejagung menetapkan 8 tersangka lainnya.
Mereka adalah AN selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina; HB selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina; dan TN selaku VP Integrated Supply Chain.
Lalu, DS selaku VP Crude and Trading PT Pertamina tahun 2019-2020; AS selaku Direktur Gas Petrochemical Pertamina International Shipping; dan HW selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2019-2020.
Kemudian, MH selaku Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021; dan IP selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
Peran Riza Chalid Riza disebut bersepakat dengan tiga tersangka lain untuk menyewakan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) tangki Merak.
Tiga tersangka itu, yakni Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015 Alfian Nasution (AN); Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Tahun 2014 Hanung Budya (HB); dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak dan juga Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
"Melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan tersangka HB, AN dan GRJ secara melawan hukum untuk menyepakati penyewaan Terminal BBM Tangki Merak," jelas Qohar.
Mereka melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak.
Padahal, menurut Qohar, PT Pertamina belum membutuhkan tambahan penyimpanan stok BBM.
Selain itu, ketiganya menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama, serta menetapkan harga kontrak yang tinggi.
Masih Buron
Riza Chalid menjadi satu-satunya tersangka yang keberadaannya tidak diketahui.
Sedangkan 8 dari 9 tersangka baru sudah diamankan Kejagung.
Delapan tersangka lainnya langsung ditahan Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan sejak Kamis (10/7/2025) untuk kepentingan penyidikan.
Riza Chalid diduga tidak lagi berada di wilayah Indonesia.
Riza bahkan tidak pernah hadir ketika Kejagung memanggilnya sebagai saksi sebanyak tiga kali
Sumber: Wartakota
Artikel Terkait
Mitos Riza Chalid Kebal Hukum Sirna usai Ditetapkan Tersangka, Pengamat Ungkit Kasus Petral
INFO! Hotman Paris Bongkar Dua Bukti Penting, Dakwaan Kasus Impor Gula Tom Lembong Terancam Gugur
Eks Jubir Presiden: Tak Usah Pemakzulan, Cukup Tindaklanjuti Laporan Ubedillah Badrun Soal Dugaan Korupsi Gibran!
Gandeng Farhat Abas, Paiman Laporkan Roy Suryo Cs Terkait Dugaan Fitnah Pembuatan Ijazah Palsu Jokowi