Tak Kunjung Dieksekusi, Silfester Matutina Ajukan PK di Kasus Fitnah JK

- Selasa, 12 Agustus 2025 | 01:35 WIB
Tak Kunjung Dieksekusi, Silfester Matutina Ajukan PK di Kasus Fitnah JK


NARASIBARU.COM -
Di tengah sorotan karena tidak kunjung dieksekusi, relawan Jokowi yang juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus fitnah kepada Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, dimana Silfester sudah diputus bersalah pada 2019 lalu.

Dalam kasus fitnah itu, Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan penjara dan sudah berkekuatan hukum tetap.

Namun selama 6 tahun, Silfester tidak juga dieksekusi kejaksaan dan hal ini kembali diungkap ke publik oleh Roy Suryo Cs.

Kini, diketahui Silfester sudah mengajukan PK dan sidang perdananya akan digelar 20 Agustus 2025.

"Betul, sudah mendaftarkan PK," ujar Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rio Barten, dilansir dari laman VOI, Senin (11/8/2025).

"Telah dijadwalkan Sidang pemeriksaan PK pada tanggal 20 Agustus 2025," tambah Rio.

Diketahui Silfester Matutina  resmi mengajukan permohonan PK pada 5 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan itupun telah diterima.

Permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan ke Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, biasanya Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, meskipun permohonan tersebut ditujukan kepada Mahkamah Agung.

Jadi, prosesnya dimulai dengan mengajukan permohonan ke pengadilan yang sama yang menangani perkara tersebut pada tingkat pertama, dan kemudian pengadilan tersebut akan meneruskannya ke Mahkamah Agung untuk diproses lebih lanjut. 

Sementara itu Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna menyatakan bahwa pengajuan PK tidak mengganggu atau menunda proses eksekusi penahanan terhadap pelaku tindak pidana yang sudah divonis dan berkekuatan hukum tetap.

"Pada prinsipnya PK tak menunda proses eksekusi," ujar Anang, Senin.

Terkait proses eksekusi, kata Anang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, secepatnya.

"Terkait Silfester kan ini sudah inkrah perkaranya dan menjadi kewenangan daripada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku jaksa eksekutornya," kata Anang.

Dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA), Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan atas kasus pidana umum pada 2019 yakni fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, 

Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019, dengan Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.
 
Dalam Putusan MA ini disebutkan Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

Namun, hingga kini atau sejak putusan itu dibacakan 6 tahun lalu, pihak Kejaaksaan tak kunjung melakukan eksekusi penahanan terhadap Silfester Matutina.

Mahfud Sebut Kejaksaan Melindungi


Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan sekalipun Jusuf Kalla sudah memaafkan, karena kasus ini inkrah maka Silfester tetap mesti menjalani hukuman.

"Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban. Tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara," kata Mahfud.

Menurut Mahfud negara itu diwakili oleh kejaksaan.

"Jadi kalau ditanyakan siapa yang melindungi? Saya menyalahkan kejaksaan gitu. Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan ini tahu," kata Mahfud,

Mahfud mengaku memiliki data tahun 2025, dimana sejumlah orang yang hendak menghindari hukuman ditangkap kejaksaan.

"Masa ini yang riwa-riwi di depan hidung kita gak ditangkap. Kan Kejaksaan tuh punya tim tabur namanya tim tangkap buronan atau tim tangkap orang kabur. Tim ini yang nangkap orang-orang ini tadi. Nah, oleh sebab itu kejaksaan harus segera melakukan eksekusi atas ini ya," kata Mahfud.

Sebenarnya, menurut Mahfud eksekusi harus langsung dijemput tanpa  usah dipanggil lagi.

"Orang ini sudah 6 tahun lolos gitu kan," kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan akan menyatakan secara formal bahwa Silfester tidak ditangkap karena kejaksaan melindungi.

"Melindungi dalam bentuk apa? Lalai. Kalau betul-betul melindungi secara sengaja pasti ada yang menyuruh. Kemungkinannya ada atasan yang membacking, kemungkinannya suap. Apalagi coba? Nah, untuk mengusut ini logika umum. Kejaksaan dong harus bertanggung jawab kepada publik," ujarMahfud.

Menurut Mahfud untuk dirunut siapa pihak yang membuat Silfester tidak dieksekusi bisa ditelusuri,

"Siapa pejabatnya, kenapa ini tidak segera dieksekusi gitu? Nanti akan ketemu itu siapa yang memesan. Apakah ini pemain politik atau pemimpin pemerintahan, menteri atau apa," kata Mahfud.

"Itu harus diusut, karena ini bahaya kalau ini dibiarkan. Orang boleh bertanya seperti Anda bertanya tadi loh. Pak Mahfud, Anda kok diam saja pada saat Anda di situ (jabat Menko Polhukam)?" katanya.

"Loh kasus ini gak muncul. Kalau saya sudah tahu saat itu, muncul ya, saya pasti berteriak agar segera dieksekusi. Menteri kok gak tahu? Ya gak tahu. Itu kan bukan urusan Menko, untuk tahu semua urusan yang ada dari Sabang sampai Merauke," kata Mahfud.

Menurutnya urusan Menko Polhukam adalah yang muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan.

"Urusan Menko itu hanya muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan, konflik sehingga dikoordinasikan. Kalau ini gak ada. Tiba-tiba muncul sekarang, sesudah terjadi pergantian politik," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan seorang Menko itu tidak harus tahu semuanya.

"Kecuali ada laporan di saat itu atau muncul sebagai isu yang panas di tengah-tengah masyarakat. Baru seorang Menko itu mengkoordinasikan agar semua jalan," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, Silfester tidak perlu lagi dipanggil melainkan langsung dijemput paksa. 

"Tangkap dulu, atau jebloskan dulu ini eksekusi si Matutina ini," katanya.

 Kemudian, kata Mahfud, Kejaksaan Agung harus mengadakan penyelidikan ke dalam dan menjelaskan kepada publik.

Sumber: wartakota

Komentar