NARASIBARU.COM - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat ganti rugi senilai Rp 125 triliun.
Gugatan ini diajukan oleh seorang warga sipil bernama Subhan pada Jumat (29/8/2025).
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
Lalu, apa saja fakta yang bergulir tentang gugatan terhadap Gibran ini?
1. Persoalkan ijazah SMA
Subhan menjelaskan ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA anak sulung dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) itu tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) pada Pilpres lalu.
“Syarat menjadi Cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan.
Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
Jadi, ia bersikukuh bahwa Cawapres Indonesia hanya boleh mengenyam pendidikan SLTA atau SMA di dalam negeri.
Dan hal itu, disebutnya sebagai syarat menjadi Cawapres Indonesia.
“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” kata Subhan.
2. KPU dianggap tidak berwenang tentukan dua sekolah setara SMA
Tahu bahwa Gibran selama pendidikan setara SMA tidak di dalam negeri, Subhan menegaskan, KPU tidak berwenang untuk menentukan dua institusi tersebut setara dengan SMA di dalam negeri.
Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.
“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” kata Subhan.
“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut dia.
3. Pernah gugat ke PTUN
Sebelum menggugat ke PN Jakarta Pusat, Subhan mengaku pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
Tapi, saat itu, gugatannya tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.
“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.
Dalam sesi wawancara ini, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN.
Tapi diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.
Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta. Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.
4. Minta hakil nyatakan status Gibran tidak sah
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
“Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” tulis petitum ini.
Dalam petitumnya, Subhan juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan negara untuk melaksanakan putusan ini walaupun nantinya ada proses banding atau kasasi yang diajukan oleh para tergugat.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini,” ujar petitum lagi.
5. Bantah ada motif politik
Selain itu, Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.
Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan.
Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.
“Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.
Subhan menegaska, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.
Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
6. Jadwal sidang sudah ditetapkan
Sementara itu, sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.
Subhan mengaku akan menjelaskan lebih detail isi gugatannya dalam sidang perdana itu.
“Info lengkap gugatan setelah tanggal 8 (September) hari Senin,” kata Subhan.
Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan perkara ini sudah terunggah dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
Terungkap! Ini Alasan Utama Nadiem Makarim Jadi Tersangka Korupsi Chromebook
IRONI Nadiem Makarim: Tersangka Korupsi Rp1,98 T Dengan Harta Rp600 Miliar dan Utang Rp466 Miliar
Ayah Almarhum Rheza Sendy Ungkap Disodori Polisi Surat Menolak Autopsi
Nadiem Makarim Tersangka Korupsi Laptop Chromebook, Langsung Ditahan