TERUNGKAP Sosok Subhan Palal, Warga Yang Nekad Gugat Gibran Rp 125 T, Ternyata Bukan Orang Sembarangan!

- Kamis, 04 September 2025 | 17:35 WIB
TERUNGKAP Sosok Subhan Palal, Warga Yang Nekad Gugat Gibran Rp 125 T, Ternyata Bukan Orang Sembarangan!




NARASIBARU.COM - Publik kembali dikejutkan oleh gugatan seorang warga negara bernama Subhan Palal.


Sebab, tak tanggung-tanggung Subhan langsung menggugat secara perdata orang kuat di Indonesia, Wapres Gibran Rakabuming Raka.


Subhan menggugat Gibran secara perdata sebesar Rp 125 triliun lewat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.


Gugatan perdata merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum ke pengadilan.


Berbeda dengan perkara pidana yang fokus pada pelanggaran terhadap negara atau umum, gugatan perdata biasanya berkaitan dengan individu, perusahaan atau organisasi yang melawan hukum.


Dalam gebrakannya, Subhan tak hanya gugat Gibran, tapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Dalam petitum gugatan tersebut, Subhan Palal meminta majelis hakim bertindak tegas pada Gibran dan KPU, karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.


Ia juga meminta agar pengadilan menyatakan Gibran tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029.


"Menyatakan tergugat I (Gibran) tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029," kata Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto.


Selain itu, Subhan Palal turut menuntut agar Gibran dan KPU secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 125,01 triliun kepada dirinya dan seluruh warga negara Indonesia (WNI).


Lalu, siapakah sosok Subhan Palal? 


Subhan Palal berprofesi sebagai pengacara alias advokat


Ia juga memiliki firma hukum sendiri yaitu Subhan Palal & Rekan yang beralamat di Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.


Dalam sebuah situs blog, Subhan menulis, firma hukumnya akan melayani jasa hukum dengan sepenuh hati, familiar, dan friendly dengan tetap mengutamakan profesinalisme bidang jasa hukum.


Selain itu, firma hukum Subhan Palal & Rekan didukung oleh sekumpulan orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas di bidang hukum.


Subhan Palal memiliki nama dan gelar lengkap yaitu Haji Muhammad Subhan Palal SH MH.


Subhan Palal juga diketahui merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 2018.


Ia memajang foto wisudanya melalui akun Instagram @subhanpalal yang diikuti oleh lebih dari 1.400 follower.


Bahkan beberapa waktu yang lalu, Subhan Palal mem-posting foto bersamanya dengan mahasiswa UI lainnya yang kompak memakai jaket almamater kuning.


Dalam caption-nya, ia seolah menyindir sosok yang ijazahnya palsu. 


"Berani nggak yang punya ijazah palsu," tulis Subhan Palal.


Dalam sebuah video, Subhan Palal pernah meminta KPU untuk tidak terburu-buru menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskannya.


Pada Februari 2025 lalu, Subhan Palal juga mengajukan permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Pasal 2.


Dikutip dari akun Facebook milik MK, Subhan menguji frasa "orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang".


Menurutnya, dalam pengisian jabatan, baik di tingkat eksekutif seperti Presiden/Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Wali Kota, maupun di legislatif seperti MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta di lembaga negara seperti BPK dan ASN, persyaratan utama adalah kewarganegaraan Indonesia. 


Namun, kenyataannya, banyak orang dari bangsa lain yang tidak memiliki pengesahan sebagai WNI justru mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.


Sementara itu, dalam gugatan perdatanya, Subhan Palal menyebut, Gibran tidak memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden.


Sebab, putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi itu tidak menempuh pendidikan menengah yang diselenggarakan berdasarkan hukum Indonesia.


Subhan mengatakan, Gibran menyelesaikan pendidikan SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura.


Hal tersebut menurutnya tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu


Ia menilai KPU turut bertanggung jawab karena tetap meloloskan pencalonan tersebut.


"Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI," ujar Subhan.


Gugatan ini diajukan sebagai bentuk keberatan hukum dan permintaan agar jabatan Wapres dibatalkan melalui jalur perdata. 


Subhan menyatakan, seluruh kerugian yang ditimbulkan harus dikembalikan kepada negara.


Oleh karena itu, selain ganti rugi, Subhan meminta pengadilan menghukum Gibran dan KPU untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100 juta per hari jika lalai melaksanakan putusan pengadilan.


Ia meminta agar para tergugat menanggung seluruh biaya perkara yang timbul.


Dalam sebuah wawancara, Subhan menggugat Gibran dan KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain. 


Ia membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran. 


"Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor," kata Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu malam.


Ia mengatakan, gugatannya ini berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri. 


"Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa," lanjutnya.


Subhan Palal pun menegaskan, gugatannya adalah murni masalah hukum (view hukum), bukan politik. 


Adapun gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst dan sidang perdana dijadwalkan pada Senin (8/9/2025) mendatang.


Berikut isi petitum:


- Mengabulkan Gugatan dari Penggugat untuk seluruhnya.


- Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan segala akibatnya.


- Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024 - 2029.


- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125.000.010.000.000,- (seratus dua puluh lima triliun sepuluh juta rupiah), dan disetorkan ke Kas Negara.


- Menyatakan Putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari Para Tergugat.


- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini.


- Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.


Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan dari Gibran maupun KPU terkait gugatan tersebut.


Sumber: Tribun

Komentar