NARASIBARU.COM - Pernyataan mengejutkan datang dari Juru Bicara Era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi, yang menuding mantan Menteri Keuangannya Sri Mulyani Indrawati, melakukan pelanggaran serius terhadap undang-undang keuangan negara.
Adhie menyebut Sri Mulyani selama 2015–2023 (9 tahun) menarik utang jumbo hingga Rp773 triliun untuk proyek infrastruktur yang diklaim sebagai “investasi pemerintah”, tanpa memasukkannya ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ini jelas melanggar aturan, karena utang negara wajib tercatat dalam APBN dan disetujui DPR.
Tapi praktiknya, utang besar itu ditarik di luar mekanisme resmi. Akibatnya, BUMN Karya menjadi korban, dipaksa menanggung beban utang raksasa yang tidak bisa mereka kelola,” tegas Adhie, Rabu (10/9/2025).
Menurut Adhie, utang “siluman” tersebut ditopang oleh skema investasi pemerintah di BUMN Karya.
Perusahaan pelat merah di bidang konstruksi dipaksa membiayai ambisi pembangunan infrastruktur Jokowi—mulai dari jalan tol, bendungan, hingga proyek mercusuar lain—tanpa kajian lingkungan hidup (amdal) yang memadai.
Hasilnya, bukannya menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, BUMN Karya justru terjerat utang hingga triliunan rupiah.
Banyak dari mereka kini berada di ambang kebangkrutan, bahkan beberapa telah melakukan restrukturisasi besar-besaran dengan campur tangan perbankan dan negara.
“BUMN dijadikan sapi perah untuk menutupi nafsu infrastruktur Jokowi. Akibatnya, mereka kini megap-megap, menanggung utang yang seharusnya tidak pernah ada jika kebijakan fiskal berjalan sesuai aturan,” ucap Adhie.
Lebih jauh, Adhie mendesak agar aparat hukum, baik Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuka penyelidikan mendalam terkait dugaan pelanggaran hukum oleh Sri Mulyani.
“Kalau terbukti benar, ini bukan sekadar maladministrasi, melainkan pelanggaran undang-undang yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah sangat besar. Sri Mulyani harus bertanggung jawab, tidak bisa berlindung di balik jargon reformasi fiskal,” tegasnya.
Adhie juga menyinggung potensi kerugian berlapis yang ditanggung rakyat Indonesia.
Pertama, utang luar negeri yang harus dibayar dengan pajak masyarakat.
Kedua, kerugian akibat ambruknya BUMN Karya yang seharusnya menjadi motor pembangunan nasional.
“Rakyat akhirnya yang dipaksa menanggung beban ganda. Bayar pajak lebih tinggi, sementara BUMN yang dibiayai malah tumbang,” jelasnya.
Adhie Massardi menegaskan kembali bahwa kasus ini tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja.
Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk berani membuka audit investigasi menyeluruh atas seluruh utang yang ditarik selama era Jokowi, terutama yang tidak tercatat dalam APBN.
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi beban sejarah. Generasi mendatang akan terus menanggung akibatnya.
Jangan sampai utang raksasa dan bangkrutnya BUMN hanya jadi catatan kelam tanpa ada yang dimintai pertanggungjawaban,” pungkasnya.
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Enak Betul jadi Menag Saat Itu, Yaqut Mainkan SK Kuota Haji Tambahan Setelah Ada Lobi Asosiasi
Terungkap! KPK Beberkan Cara Ridwan Kamil Dapatkan Uang Dari Kasus Bank BJB Saat Jadi Gubernur
Ungkap Luhut Sering Bahas Pengadaan Laptop, Rismon Minta Kejaksaan Jangan Berhenti di Nadiem: Periksa LBP!
Laporan Dugaan Keterlibatan Budi Arie dalam Kasus Judol akan Diverifikasi Lebih Dalam