Kriminolog M Ridha Intifadha memberikan penjelasan rinci mengenai metode
    bunuh diri yang diduga digunakan oleh diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya
    Daru Pangayunan.
  
  
    Kembali pada 8 Juli 2025, publik digegerkan oleh Arya yang ditemukan
    meninggal dunia dengan kondisi wajah terbalut lakban.
  
  
    Penjelasan Ridha muncul di tengah keraguan publik terhadap kesimpulan pihak
    kepolisian yang menyatakan bahwa Arya Daru meninggal karena bunuh diri
    melalui metode asfiksia atau kekurangan oksigen.
  
  
    Dalam pernyataannya pada 29 Juli 2025, Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya,
    Kombes Wira Satya Triputra, menyebutkan bahwa hasil autopsi menunjukkan
    penyebab kematian adalah gangguan pernapasan akibat tertutupnya saluran
    napas bagian atas.
  
  Kejanggalannya adalah kematian yang tidak umum sehingga asumsi ke mana-mana.
— M. Ridha Intifadha (@RidhaIntifadha) July 29, 2025
Bunuh diri dengan dilakban ini rasanya aneh. Namun demikian, hal tersebut bukan metode baru untuk mengakhiri hidup. Apalagi, jika lakban itu jadi sarana untuk "Plastic Bag Asphyxia" https://t.co/ORNVIyWPIn
Sidik jari pada lakban yang membalut wajah korban hanya mengandung jejak
    milik Arya Daru, tanpa keterlibatan pihak lain. Namun, narasi ini tetap
    memunculkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat.
  
    Menanggapi hal tersebut, Ridha menjelaskan bahwa metode yang digunakan Arya
    tergolong sebagai plastic bag asphyxia.
  
  
    Dalam metode ini, kepala korban dimasukkan ke dalam kantong plastik yang
    kemudian diikat di leher menggunakan alat seperti cable ties atau lakban.
  
  
    Meskipun terdengar tidak umum, metode ini pernah tercatat dalam berbagai
    jurnal ilmiah sebagai salah satu cara yang digunakan untuk bunuh diri.
  
  
    "Metode ini memang jarang, tapi bukan berarti mustahil. Banyak kasus bunuh
    diri yang menggunakan kantong plastik dan alat pengikat sederhana karena
    dianggap murah, mudah, dan tidak menimbulkan luka terbuka yang mencolok,"
    kata Ridha dalam utas X miliknya.
  
  
    Dia juga menambahkan bahwa dalam banyak kasus bunuh diri, korban sering kali
    menggabungkan metode mekanik dengan penggunaan obat-obatan untuk memastikan
    kematian yang lebih cepat atau minim rasa sakit.
  
  
    Hal ini juga disebut dalam laporan beberapa media yang mengangkat adanya
    penggunaan obat penghilang nyeri dan penenang dalam kasus Arya Daru.
  
  
    Mengacu pada hasil uji histopatologi yang dilakukan tim dokter RSCM,
    ditemukan gambaran khas dari kekurangan oksigen akut.
  
  
    Hasil ini memperkuat dugaan bahwa asfiksia merupakan penyebab kematian
    utama, sesuai dengan cara kerja metode plastic bag asphyxia yang dijelaskan
    Ridha.
  
  
    "Sebanyak seperempat dari korban dalam jurnal yang saya baca melakukan
    tindakan tambahan, seperti penggunaan obat, untuk memastikan proses kematian
    berjalan sesuai rencana," imbuhnya.
  
  
    Obat-obatan tersebut memberikan efek kantuk atau pereda nyeri, yang bisa
    membuat tubuh korban lebih "tenang" menghadapi proses kekurangan oksigen
    tanpa melakukan perlawanan refleks berlebihan.
  
  
    Meskipun demikian, tidak semua warganet bisa menerima penjelasan ini secara
    utuh.
  
  
    Beberapa mempertanyakan logika dan waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan
    proses bunuh diri yang terkesan kompleks tersebut.
  
  
    "Apakah realistis seseorang bisa melilit wajah dengan plastik lalu melakban
    sendiri begitu rapi hingga kehabisan napas?" tanya seorang pengguna media
    sosial.
  
  
    Ridha merespons dengan menyatakan bahwa kompleksitas adalah hal yang
    relatif.
  
  
    "Sesuatu yang terlihat rumit bagi sebagian orang, mungkin bisa dilakukan
    secara sistematis oleh orang lain, terutama jika dorongan bunuh diri sudah
    terbentuk sejak lama," ujarnya.
  
  
    Dia juga menegaskan bahwa berdasarkan analisis digital forensik dan
    psikologi forensik, indikasi keinginan bunuh diri Arya sudah muncul sejak
    2013.
  
  
    Laporan tersebut memberikan gambaran kuat bahwa tindakan tersebut bukan
    hasil keputusan impulsif atau kejadian mendadak.
  
  
    "Saya pun awalnya sulit menerima. Tapi setelah membaca laporan-laporan
    ilmiah dan forensik yang tersedia, saya memahami bahwa ini bukan sekadar
    opini. Ini hasil dari pendekatan multidisipliner yang ilmiah," ujar Ridha.
  
  
    Meski penjelasan ini bersifat akademis dan berdasarkan bukti forensik, ruang
    diskusi tetap terbuka di masyarakat.
  
  
    Keraguan sebagian pihak terhadap narasi resmi tetap ada, terutama karena
    metode yang digunakan tergolong tidak umum di Indonesia.
  
  
    Namun, pendekatan ilmiah seperti yang disampaikan Ridha menjadi upaya
    penting untuk memberikan perspektif yang lebih dalam terhadap kasus kematian
    yang memancing banyak opini publik ini.
  
  
    Sumber;
    suara
  
  
    Foto: Penjelasan kriminolog soal kematian Arya Daru Pangayunan yang
    kemungkinan benar karena bunuh diri, cukup mengejutkan. [Instagram]
  
   
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Kisah Mualaf Jenderal Kopassus Lodewijk Freidrich Paulus, Sempat Ditentang Keluarga dan Disebut Bakal Masuk Neraka
Viral, Pria di Sragen Robohkan Rumah Sendiri Gegara Pergoki Istri Selingkuh Lewat CCTV
Kisah Randika Pemuda yang Ditemukan Tewas Kelaparan, Pernah Viral Ingin Dipenjara Biar Bisa Makan
Purbaya Semprot Pemda: Stop Protes Data, Pastikan Uang Rakyat Dibelanjakan Tepat Sasaran!