Kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rp349 triliun yang sempat ditangani Mahfud MD saat menjabat Menko Polhukam pada 2023 'bak ditelan bumi'. Pun, meski Sri Mulyani Indrawati (SMI) kembali menjabat Menteri Keuangan (Menkeu), kasus ini tak kunjung tuntas juga.
Menurut Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, era keterbukaan informasi keuangan yang menjadi agenda utama global saat ini, tidak mungkin dilawan. Sekuat apapun upayanya, dipastikan akan tergilas.
"Termasuk kasus dugaan TPPU Rp349 triliun, harus diungkap tuntas. Bagaimana perkembangannya," kata Salamuddin di Jakarta, Minggu (3/8/2025).
Keterbukaan keuangan, kata dia, menjadi hal wajib dilakukan oleh pemerintah Indonesia di saat ini. Agar citra Indonesia terselamatkan. Tak lagi masuk jajaran negara tempat cuci uang yang menjadi sorotan dunia pada akhir-akhir ini.
"Ingat pernyataan Jokowi tentang 11 ribu triliun rupiah, uang pengusaha Indonesia yang disimpan di rekening rahasia di luar negeri? Pertanyaannya, benarkah ada rekening rahasia di luar negeri? Jangan-jangan uang itu, kini di dalam negeri. Disimpan oleh institusi keuangan yang ada," jelasnya.
Pada April 2023, kata dia, Mahfud MD ketika asih menjabat Menko Polhukam membuat gempar dengan mengatakan adanya transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Nilainya tembus Rp349 triliun.
Mahfud yang juga Ketua Komite Nasional Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNP- TPPU) itu, menyebutkan, berdasarkan rekapitulasi data Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas transaksi keuangan mencurigakan, nilai agregatnya lebih dari Rp349 triliun.
"Tidak ada perbedaan angka dengan Kemenkeu, sebab sumber datanya sama. Yakni, LHA dan LHP yang dikirim PPATK. Namun anehnya, Mahfud MD sebagai Meno Polhukam tidak menuntaskan pekerjaan ini." imbuhnya.
Dua tahun kemudian, PPATK mengungkap temuan mengejutkan terkait aliran dana mencurigakan sepanjang 2024. Dalam laporan hasil National Risk Assessment (NRA) TPPU, PPATK mencatat nilai transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi mencapai Rp984 triliun. Angka tersebut merupakan bagian dari total transaksi mencurigakan yang diidentifikasi sebesar Rp1.459 triliun.
Dia bilang, PPATK menyebut adanya puluhan ribu, bahkan ratusan ribu transaksi keuangan yang mencurigakan di Indonesia. Terkait sumber daya alam, transaksi pajak, tambang, drug, judi online (judol), perdagangan manusia dan lain sebagainya.
"Uang gelap hasil kejahatan keuangan masuk ke dalam rekening rekening rahasia yang ada di Indonesia," katanya.
Satu satunya cara yang mungkin dilakukan pemerintah untuk melawan uang kotor, kata dia, harus disita negara. Sebab uang tersebut tidak hanya merusak ekonomi Indonesia, namun umumnya digunakan untuk operasi politik bahkan untuk menggulingkan kekuasan yang sah. "Pemilik uang semacam ini mereka bagian dari sindikat global yang hendak bertahan dalam supremasi transparansi," ungkapnya.
Dia pun menyinggung rencana PPATK memblokir transaksi dari rekening tak aktif minimal 3 bulan atau rekening dormant. Dalam hal ini, Salamuddin mendukung pembekuan seluruh rekening rahasia yang selama ini dijadikan saluran dalam melakukan kejahatan keuangan di Indonesia.
"Rekening rahasia itu nyata, karena diketahui secara persis oleh elite yang mengatur, mengendalikan, memanfaatkan kelemahan sistem keuangan Indonesia," imbuhnya.
Mengingatkan saja, PPATK yang saat ini dipimpin Ivan Yustiavandana, menemukan lebih dari 140 ribu rekening dormant yang menampung duit sebesar Rp428,6 miliar. Rekening ini tidak ada pembaruan transaksi di data nasabah.
Hal ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya. Selain itu, sejak 2020, PPATK menganalisis lebih dari sejuta rekening yang diduga terkait tindak pidana keuangan. Di mana, lebih dari 150 ribu di antaranya adalah rekening nominee yang diperoleh dari jual beli rekening, atau peretasan.
Bahkan, ditemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari 3 tahun, dengan dana mengendap sebesar Rp2,1 triliun, mengindikasikan penyaluran yang belum tepat sasaran.
Sumber: monitorindonesia
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Net
Artikel Terkait
PWI-LS Serukan Pribumi Kuasai Tanah Milik Habaib dan Warga Keturunan Arab?
Kebangkitan PKI Baru di Era Pemerintahan Prabowo
Viral Ibu Muda di Lumajang Meninggal saat Nonton Sound Horeg!
Pria yang Diduga Ngaku Ayah dari Anak Sarwendah dan Ruben Onsu Muncul Beri Klarifikasi...