Sehingga penting bagi pemerintah untuk segera melakukan Reshuffle kabinet. Karena reshuffle bukan sekadar kebutuhan teknis, tetapi juga imperatif strategis dalam kerangka ekonomi politik.
Dalam teori principal-agent, Presiden sebagai principal harus memastikan bahwa agen (menteri) yang ditunjuk memiliki kompetensi dan visi yang selaras dengan tujuan nasional. Kegagalan Menteri Perdagangan saat ini dalam merumuskan kebijakan yang mendukung daya saing ekonomi nasional menunjukkan adanya misalignment antara tujuan pemerintahan dan kinerja kabinet.
Skandal seperti BBM oplosan dan kebijakan impor yang kontraproduktif telah merusak kepercayaan publik dan pelaku pasar, yang dalam teori ekonomi politik Robert Gilpin disebut sebagai "krisis kepercayaan" yang dapat melemahkan kapasitas negara dalam mengelola ekonomi global.
Untuk mengatasi krisis ini, Presiden Prabowo perlu mengambil langkah berani dengan mereshuffle kabinet, khususnya posisi Menteri Perdagangan. Nama Harvick Hasnul Qolbi muncul sebagai kandidat yang layak. Dengan pengalaman sebagai Wakil Menteri Pertanian pada era Jokowi-Ma’ruf Amin, Harvick telah menunjukkan kemampuan dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Mengingat kiprahnya di Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Ketua Lembaga Perekonomian dan salah satu Bendahara PBNU mencerminkan pemahaman mendalam terhadap pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas, yang sangat relevan untuk memperkuat UMKM dan sektor perdagangan.
Sosok Harvick Hasnul Qolbi sendiri memiliki rekam jejak yang kuat untuk membawa perubahan signifikan di Kementerian Perdagangan. Pengalamannya dalam mengelola kebijakan pangan di Kementerian Pertanian menunjukkan kapasitasnya dalam menangani isu-isu strategis yang berdampak langsung pada rakyat. Ia juga dikenal sebagai intelektual muda yang mampu menjembatani kepentingan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Dalam konteks perdagangan, Harvick berpotensi memperbaiki kebijakan impor dengan pendekatan yang lebih protektif terhadap industri lokal, sekaligus mendorong ekspor produk bernilai tambah tinggi. Ini sejalan dengan teori ekonomi politik merkantilisme modern, yang menekankan pentingnya surplus perdagangan untuk memperkuat posisi ekonomi nasional.
Mengingat tantangan ke depan tidaklah ringan. Mulai dari Krisis ekonomi global, disrupsi rantai pasok, dan meningkatnya proteksionisme di pasar internasional menuntut Menteri Perdagangan yang mampu berpikir strategis dan bertindak cepat. Jika Presiden Prabowo gagal mengambil langkah tegas, kepercayaan publik dan pelaku pasar akan terus terkikis, yang dalam teori ekonomi politik dapat memicu "legitimacy crisis" bagi pemerintahan.
Sebaliknya, dengan menempatkan figur seperti Harvick, pemerintahan dapat menunjukkan komitmen pada perubahan progresif, yang tidak hanya menjawab tantangan ekonomi, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di panggung global.
Oleh karena itu dalam melihat Langkah Presiden Prabowo yang memberikan abolisi dan amnesti telah menunjukkan keberanian dalam menjaga stabilitas politik. Namun, tantangan yang lebih besar kini terletak pada stabilitas ekonomi, yang menuntut reshuffle kabinet sebagai langkah strategis.
Sehingga saatnya Presiden Prabowo bertindak tegas, menjadikan reshuffle sebagai titik balik menuju pemerintahan yang lebih kuat, inklusif, dan berorientasi pada kemajuan bangsa.
(*Penulis adalah Co Founder Forum Intelektual Muda)
Artikel Terkait
Ganti Warna 3 Kali dan Berakselerasi Misterius, Komet Antarbintang 3I/ATLAS Ungkap Perilaku Aneh
Kenapa Trump Benci dengan Zohran Mamdani?
Tak Hanya Zohran Mamdani, Ghazala Hashmi Terpilih Jadi Wagub Muslim Pertama di AS
Ilmuwan Asing Penasaran Hajar Aswad, Ini Hasil Temuan Mereka