Pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS), Aziz Yanuar, angkat bicara soal dugaan penyelewengan dana Tabungan Wajib Perumahan (TWP) prajurit TNI AD sebesar Rp 586,5 miliar yang menyeret nama mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman. Aziz secara tegas menyebut Dudung memang sudah lama dikenal sebagai sosok bermasalah.
“Kami dari awal pemerintahan Pak Haji Prabowo Subianto sudah konsisten menyampaikan keberatan terhadap beberapa manusia bermasalah, termasuk Dudung dan beberapa nama lainnya yang kini berada di dalam struktur pemerintahan,” ujar Aziz Yanuar kepada media, Kamis (7/8).
Menurut Aziz, kasus dugaan penyalahgunaan dana perumahan prajurit ini bukan sekadar persoalan administratif atau kelalaian birokrasi, melainkan mencerminkan watak kekuasaan yang otoriter dan tidak akuntabel.
“Sikap dan sepak terjang Dudung selama ini sudah sering kami kritik. Bukan hanya karena posisinya yang strategis di militer, tetapi karena kebijakannya yang kerap menyudutkan ulama dan umat. Kasus ini membuka mata publik bahwa kekuasaan yang tak diawasi hanya akan menyengsarakan rakyat kecil, termasuk prajurit sendiri,” imbuhnya.
Aziz juga mengingatkan agar pemerintahan Presiden Prabowo tidak lagi memelihara figur-figur yang dianggap memiliki catatan hitam dalam rekam jejaknya. Ia menekankan bahwa pencitraan militer yang bersih dan profesional hanya akan bisa dicapai bila pimpinan TNI berani bersikap transparan dan tidak menutupi penyimpangan anggaran yang merugikan prajurit.
“Kami mendesak agar aparat hukum menyelidiki secara serius dugaan korupsi dana prajurit ini. Jangan karena Dudung mantan jenderal lalu dibiarkan lolos begitu saja. Ini menyangkut keadilan bagi mereka yang digaji rendah tapi dipaksa ikut program rumah yang tak jelas bentuknya,” tegas Aziz.
Sebagaimana diketahui, Irjen TNI AD telah mengaudit dan menemukan potensi penyimpangan dana BP TWP sebesar Rp 586,5 miliar. Dana tersebut dicairkan ke sejumlah pengembang untuk proyek perumahan prajurit, namun hingga kini banyak proyek tak kunjung selesai, bahkan ada yang tak terlihat pembangunan fisiknya.
Isu ini memicu reaksi luas dari masyarakat dan internal militer. Sejumlah prajurit mengaku kecewa, terutama karena gaji mereka tetap dipotong untuk program rumah yang tidak mereka pilih dan tak jelas realisasinya.
Aziz Yanuar menutup pernyataannya dengan menegaskan, “Prajurit bukan alat politik dan bukan sapi perah elite yang tamak. Mereka berhak mendapatkan keadilan, bukan janji palsu dari para petinggi yang hanya peduli pada citra.”
Mantan KSAD Dudung Abdurachman buka suara soal kewajiban para prajurit untuk membeli rumah. Kebijakan itu disebut-sebut berkaitan dengan proyek pembangunan rumah prajurit oleh Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BP TWP).
Dudung menjelaskan, ia memang memberikan arahan kepada para prajurit untuk memesan bangunan rumah kepada BP TWP. Kebijakan itu kemudian dirumuskannya dalam surat telegram.
Dudung mengklaim, kebijakan membeli rumah bagi prajurit bintara dan tamtama baru juga pernah berlaku sebelumnya. “Saya bilang, coba kita adakan lagi aja (kebijakan rumah prajurit). Maka dikeluarkanlah surat telegram,” ujar Dudung dikutip dari Tempo.
Dudung mengklaim, kebijakan yang dibuatnya itu dapat menjadi jalan tengah atas perilaku konsumtif prajurit baru. “Daripada setelah lulus beli handphone, beli motor, jadi konsumtif. Lebih baik dibelikan rumah,” kata Dudung.
Menurut Dudung, bilamana rumah itu pada akhirnya tidak terpakai, para prajurit bisa menyewakan properti tersebut. Dengan begitu, para prajurit bisa menghasilkan passive income lewat uang sewa rumah.
Meski begitu, Dudung mengklaim tidak pernah memaksakan prajurit untuk mengikuti program kredit rumah yang diselenggarakan oleh BP TWP. Prajurit masih bisa membangun rumah sendiri di luar komplek perumahan prajurit yang dibangun oleh BP TWP.
Dudung mengungkapkan, para prajurit bisa mengajukan kredit dalam bentuk uang ke BP TWP untuk membangun sendiri rumah mereka. “Jadi pinjam ke BP TWP uang (pembangunan). Enggak harus beli (rumahnya) di situ, bisa menolak,” ujar Dudung.
Dudung juga membantah ada ancaman yang diberikan kepada para prajurit untuk mau mengambil kredit rumah besutan BP TWP tersebut. “Saya tidak pernah melakukan (ancaman) itu,” kata Dudung.
Sebelumnya laporan tim IndonesiaLeaks yang ditulis di premium mingguan Tempo mengungkapkan adanya kewajiban prajurit untuk membeli rumah di masa Dudung menjabat KSAD. Seorang prajurit bahkan mengaku terpaksa untuk mengambil kredit rumah tersebut karena diancam akan dipindahtugaskan ke Papua jika menolak.
Sumber: suaranasional
Foto: Aziz Yanuar (IST)
Artikel Terkait
Syahganda: Dasco Minta Daftar 210 Korban Kriminalisasi Politik untuk Diampuni
Perang Dingin Kejagung vs Polri: Mahfud MD Ungkap Lobi di Balik Layar Kasus Sambo
Orang Tua Prada Lucky yang Juga Anggota TNI Ngamuk: Bubarkan Indonesia Jika Tidak ada Keadilan!
Wacana PSK Kena Pajak, Hotman Paris Ingatkan Pria Hidung Belang: Awas Nama Kamu Masuk SPT Pajak PSK