Laporan Terbaru TEMPO Soal Dalang Kerusuhan, Ungkap Temuan Mengejutkan!

- Selasa, 09 September 2025 | 03:20 WIB
Laporan Terbaru TEMPO Soal Dalang Kerusuhan, Ungkap Temuan Mengejutkan!




NARASIBARU.COM - PADA 1998, para musikus pop mengabadikan peristiwa-peristiwa di sekitar Reformasi dalam lagu. 


Ahmad Dhani, misalnya, menulis lagu “Ode Buat Extrimist” dalam album Ideologi Sikap Otak, kumpulan lagu perdana Ahmad Band


Dalam lagu itu, pentolan grup Dewa 19 ini menyebut unjuk rasa sebagai “arak-arakan pawai idiot”.


Bimo Setiawan Almachzumi melihat unjuk rasa dengan lebih simpatik. 


Drumer Slank yang populer dengan nama Bimbim ini menulis lagu “Prakiraan Cuaca” dalam album Lagi Sedih yang dirilis pada 1997. 


Cuaca dalam lagu itu merupakan metafora keadaan Indonesia yang tak menentu pada tahun tersebut akibat krisis ekonomi, pemerintahan yang goyah, dan kemarahan publik yang meluas.


Isinya deskripsi tentang demonstrasi yang memanaskan Jakarta


Di sana hujan, di sini panas, di situ mendung, di sini kering. Mau dibawa ke mana, negara kita tercinta?


Di akhir lagu, vokalis Akhadi Wira Satriaji alias Kaka bergumam dengan nada sebal, Ini pasti ditunggangi!” 


Kalimat tanpa subyek ini menjadi sarkasme yang pas terhadap para pejabat Orde Baru yang acap menuding demonstrasi ditunggangi entah siapa.


Rupanya, Indonesia membeku selama 28 tahun. Para elite Orde Baru yang kini masih memegang peran penting dalam pemerintahan mengucapkan kalimat yang mirip untuk demonstrasi hari-hari ini. 


Mantan Kepala Badan Intelijen Negara, A.M. Hendropriyono, menuduh demonstrasi ditunggangi pemain asing.


Presiden Prabowo Subianto berulang-ulang menyatakan ada antek asing yang tak menginginkan Indonesia maju. 


Ia bahkan menegaskan demonstrasi besar di Jakarta dan banyak daerah lain sepekan terakhir Agustus 2025 bermotif makar dan bermuatan terorisme. 


Baik Hendropriyono maupun Prabowo, tentara yang menduduki jabatan penting di era Orde Baru, tak memberikan penjelasan siapa antek asing dan orang yang hendak melakukan makar itu. 


Dengan pemahaman seperti itu, dalam dua kali pidato menanggapi unjuk rasa, Prabowo tak sekali pun menyinggung tuntutan para demonstran. 


Ia hanya meminta masyarakat Indonesia percaya kepada pemerintahannya yang sedang mengumpulkan tenaga menyongsong kejayaan. 


Kalaupun beririsan dengan demonstrasi adalah pernyataannya membatalkan kenaikan anggaran tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.


Demonstrasi menuntut pembubaran DPR itu memang dipicu kenaikan tunjangan anggota Dewan. 


Dalam hitungan Tempo, yang dikonfirmasi para politikus, mereka menerima penghasilan Rp 8 miliar setahun. Tapi ini hanya pemicu. 


Tuntutan sebenarnya berakar dari akumulasi kekecewaan dan kemarahan publik atas pelbagai kebijakan pemerintah.


Di tengah ekonomi yang sulit, pemerintah agresif menaikkan tarif pajak dan hendak menerapkan pelbagai pungutan atas transaksi masyarakat. 


Pada saat target penerimaan pajak tak tercapai akibat pertumbuhan melambat dan utang menumpuk, pemerintah memotong anggaran lalu mengalihkannya untuk proyek-proyek prioritas yang membutuhkan uang besar. Pada saat bersamaan, pemerintah menaikkan tunjangan anggota DPR.


Kemarahan publik meluas dan membesar ketika Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, tewas dilindas kendaraan taktis Brigade Mobil ketika berada dalam kerumunan massa demonstrasi. 


Setelah itu, sepuluh orang lain menyusul kehilangan nyawa. Mau bersuara saja para pembayar pajak dan pemilik suara ini dihadang, dilindas, dan dibunuh.


Lalu Prabowo meminta kita mempercayainya.


Laporan utama pekan ini mencoba membuktikan tuduhan Hendropriyono dan Prabowo tentang aktor-aktor yang menunggangi demonstrasi. 


Kerusuhan dan penjarahan rumah para politikus yang mengejek kritik publik memang terlihat ganjil dilakukan para demonstran yang marah terhadap perilaku elite dan kebijakan. 


Penelusuran kami menemukan bukan antek asing apalagi teroris yang menggerakkan kerusuhan. 


Dalam video yang beredar, polisi menangkap orang-orang terduga provokator yang ternyata anggota badan intelijen Tentara Nasional Indonesia. Mereka bergerak rapi, terstruktur, dan memiliki ciri yang seragam.


Kami mencoba menyelisik motifnya. Tuduhan makar mungkin ada benarnya. 


Proposal darurat militer untuk mencegah keadaan makin kacau masuk ke meja Presiden setelah demonstrasi makin membesar. 


Jika opsi ini dipilih, posisi Prabowo jelas terancam. Militer bisa mengambil alih kekuasaan dengan dalih memulihkan keamanan. 


Jadi bukan antek asing atau pemain luar, apalagi jaringan teroris, yang memicu kerusuhan demonstrasi. 


Mereka adalah aparatur negara yang seharusnya menjaga keamanan dan keselamatan para demonstran yang sedang menunaikan hak konstitusional dalam negara demokrasi. Tentara dan polisi adalah alat negara, bukan boneka penguasa.


“Ini pasti ditunggangi!”


👇👇




Sumber: Tempo

Komentar