Indonesia berduka. Harapan dan tawa para santri di Pondok Pesantren (Ponpes)
Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, seketika sirna, terkubur di bawah
reruntuhan bangunan yang seharusnya menjadi surga mereka menuntut ilmu.
Tragedi ini bukan hanya meninggalkan luka mendalam, tetapi juga sebuah
catatan kelam yang disebut lebih mengerikan dari bencana alam. Hingga kini,
total 50 santri telah dikonfirmasi meninggal dunia, sementara 13 lainnya
masih hilang dan terus dicari di bawah puing-puing bangunan.
Angka korban yang begitu besar ini membuat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) memberikan sebuah pernyataan yang sangat mengejutkan. Deputi
Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen Budi Irawan, menyatakan bahwa tragedi
Sidoarjo ini adalah bencana non-alam dengan jumlah korban jiwa terbesar
sepanjang tahun 2025.
"Ini adalah korban cukup besar menurut BNPB sepanjang tahun 2025," ujar Budi
Irawan dengan raut wajah prihatin.
Lebih Mematikan dari Gempa dan Banjir Bandang
Untuk memberikan gambaran betapa masifnya tragedi ini, Budi Irawan
membandingkannya secara langsung dengan serangkaian bencana alam yang telah
terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir. Menurutnya, bahkan bencana
alam dahsyat seperti gempa bumi dan banjir bandang di Bali tidak menelan
korban jiwa sebanyak ini.
"Karena dari bencana-bencana alam yang terjadi, baik itu gempa bumi, banjir
bandang di Bali, semuanya korbannya hanya sedikit. Yang ini korbannya cukup
banyak," tegasnya.
Pernyataan ini sontak menjadi "tamparan" keras. Ini adalah sebuah pengakuan
bahwa kelalaian manusia jika terbukti menjadi penyebab ambruknya bangunan,
bisa jauh lebih mematikan daripada amukan alam itu sendiri.
Duka di Balik Reruntuhan
Di lokasi kejadian, pemandangan yang tersisa adalah puing-puing beton dan
kayu yang berserakan, menjadi saksi bisu dari runtuhnya harapan. Tim SAR
gabungan masih terus bekerja tanpa lelah, berpacu dengan waktu untuk
menemukan 13 santri yang masih hilang, berharap masih ada keajaiban di balik
reruntuhan.
Di sudut lain, isak tangis para orang tua tak henti-hentinya menggema.
Mereka yang datang dari berbagai daerah kini harus menghadapi kenyataan
paling pahit yakni menjemput anak-anak mereka yang telah pergi untuk
selamanya, dari tempat yang seharusnya menjadi surga paling aman bagi
mereka.
Kisah runtuhnya surga para santri di Al Khoziny ini bukan lagi sekadar
berita, melainkan sebuah tragedi nasional, sebuah luka yang akan terus
membekas dan menuntut jawaban: mengapa ini bisa terjadi?
Sumber:
suara
Foto: BNPB sebut, jika peristiwa Ponpes Al Khoziny lebih ngeri dari banjir
dan gempa. (BNPB)
Artikel Terkait
Update Kondisi Marc Marquez Usai Ditabrak Marco Bezzecchi di MotoGP Mandalika 2025
Nunung Bongkar Sosok yang Beri Dirinya Rumah Lengkap dengan Isinya
Istri Ridwan Kamil Gemas pada Pengelola Ponpes Al Khoziny, Orangtua Santri: Ini Musibah dari Allah
KPK Kembalikan Mobil Toyota Alphard yang Disita dari Noel Ebenezer, Ternyata Mobil Sewaan Kemnaker