Kereta Cepat Punya Utang Jumbo, Luhut: Tidak Ada Transportasi Publik di Dunia yang Untung

- Jumat, 17 Oktober 2025 | 15:00 WIB
Kereta Cepat Punya Utang Jumbo, Luhut: Tidak Ada Transportasi Publik di Dunia yang Untung


NARASIBARU.COM -
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan tidak ada transportasi publik di dunia yang benar-benar menguntungkan.

Dia bilang,   transportasi publik di manapun akan selalu disokong pemerintah dalam bentuk subsidi.

Pernyataan Luhut tersebut merespons utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau yang dikenal Whoosh yang membengkak dan ditolak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk dilunasi dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Ingat ya, tidak ada public transport itu di dunia ini yang menguntungkan. Selalu banyak subsidi pemerintah. Tapi tentu harus subsidi yang betul-betul terukur,” kata Luhut kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, ditulis Jumat, 17 Oktober.

Kata Luhut, permasalahan Whoosh akan diselesaikan oleh pihaknya bersama dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai pengelola BUMN.

“Karena dulu saya yang nanganin, jadi supaya berlanjut saya sudah beritahu Pak Rosan (CEO Danantara). Dan Pak Rosan juga sudah sepakat untuk segera kita tangani bersama-sama,” ucapnya.

Menurut Luhut, polemik yang muncul soal pembiayaan proyek tersebut seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, dia menegaskan persoalan hanya terkait restrukturisasi.

“Seperti kita ribut soal Whoosh. Whoosh itu masalahnya apa sih? Whoosh itu kan tinggal restructuring aja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN,” ujarnya.

Terkait dengan restrukturisasi, Luhut bilang sudah dibahas dengan pemerintah China. Saat ini, proses restrukturisasi masih menunggu keputusan presiden (keppres) diteken oleh Presiden Prabowo Subianto agar tim resmi dapat segera melakukan negosiasi.

Lebih lanjut, Luhut bilang pergantian pemerintahan beberapa waktu lalu membuat pembentukan tim tersebut terlambat.

“Sekarang perlu nunggu keppres, supaya timnya segera berunding, dan sementara China-nya sudah bersedia kok, enggak ada masalah,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pemerintah tidak akan menanggung sebagian utang dari Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC).

Menurut Purbaya, tanggung jawab pelunasan utang seharusnya berada di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang membawahi sejumlah BUMN, termasuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemegang saham KCIC.

“Yang jelas, saya belum dihubungi terkait masalah ini. Tapi KCIC sekarang kan di bawah Danantara, ya? Kalau sudah di bawah Danantara, mereka seharusnya sudah punya manajemen sendiri, dividen sendiri,” ujarnya dalam Media Gathering APBN 2026, Jumat, 10 Oktober.

Dia menjelaskan, Danantara saat ini mengelola dividen sebesar sekitar Rp80 triliun per tahun.

Dengan dana sebesar itu, menurutnya, sumber daya dari Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia seharusnya cukup untuk menyelesaikan masalah pembiayaan utang proyek Kereta Cepat, tanpa harus menggunakan dana dari APBN.

“Kalau di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri, yang rata-rata setahun bisa mencapai Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka bisa mengelola utang Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dari situ,” tegasnya.

Sekadar informasi, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau dikenal sebagai Whoosh menelan investasi jumbo hingga 7,2 miliar dolar AS. Nilai investasi tersebut mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS dari target awal biaya proyek sebesar 6 miliar dolar AS.

Dari jumlah 1,2 miliar dolar AS tersebut 60 persen dibebankan kepada konsorsium Indonesia atau sekitar 720 juta dolar AS. Sementara sisanya, 480 juta dolar AS akan dibebankan kepada konsorsium China.

Struktur pembiayaannya terdiri dari 25 persen melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) KAI senilai Rp3,2 triliun.

Sedangkan 75 persen sisanya bersumber dari pinjaman ke China Development Bank (CDB) sebesar 542,7 juta dolar AS.

Proyek tersebut dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai perusahaan operator.

KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan asal China.

Konsorsium Indonesia yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memiliki 60 persen saham, sementara China melalui China Railway International Co. Ltd. (CRI) memegang 40 persen saham.

Berdasarkan laman resmi KCIC, komposisi pemegang saham PSBI terdiri dari PTPT Kereta Api Indonesia (Persero) 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 33,36 persen, PT Perkebunan Nusantara I 1,03 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk 7,08 persen.

Sumber: voi

Komentar