Menurut Bonatua, ketiadaan aturan mengenai verifikasi faktual, klarifikasi, atau autentikasi terhadap ijazah asli menimbulkan celah dalam proses seleksi kandidat.
Ia berharap uji materi ini dapat mendorong perbaikan sistem dan meningkatkan transparansi dalam proses pemilihan umum di Indonesia.
Sosok Bonatua Silalahi
Dr. Bonatua Silalahi, M.E., dikenal sebagai akademisi sekaligus pengamat kebijakan publik yang konsisten menyuarakan transparansi, akuntabilitas, dan pelestarian budaya.
Ia menempuh pendidikan hingga meraih gelar doktor, dengan fokus pada bidang ekonomi dan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Keahliannya dalam isu-isu procurement mengantarkannya menjadi anggota Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) serta mendirikan lembaga konsultasi yang bergerak di bidang kebijakan publik dan pengadaan, yakni PT. Konsultan Kebijakan Publik.
Melalui lembaga ini, ia banyak memberikan advis mengenai perencanaan, persiapan, hingga mitigasi risiko dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Selain kiprahnya di dunia kebijakan publik, Bonatua juga aktif dalam ranah intelektual.
Ia menulis buku Kerajaan Batak sejak 1511: Geopolitik dan Perubahannya, yang mengangkat sejarah Batak dari perspektif geopolitik, sekaligus menjadi bentuk upaya memperkuat identitas budaya.
Karya akademiknya tentang analisis implementasi kebijakan pengadaan pemerintah bahkan diterbitkan oleh penerbit internasional, menandai kontribusinya dalam diskursus global mengenai tata kelola pemerintahan.
Dalam ruang publik, namanya kerap mencuat lewat sikap kritis terhadap isu-isu nasional. Pada 2025, misalnya, ia bersama Roy Suryo berhasil mendapatkan salinan resmi ijazah Presiden Joko Widodo dari KPU, setelah sebelumnya mempertanyakan transparansi sejumlah lembaga terkait.
Tidak hanya itu, ia juga mengajukan judicial review atas Undang-Undang Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan pelestarian warisan budaya Batak serta kepastian hukum batas wilayah. Langkah tersebut menunjukkan kepeduliannya tidak hanya pada isu tata kelola negara, tetapi juga pada jati diri masyarakat adat.
Dengan latar belakang akademis yang kuat, kiprah profesional yang luas, serta konsistensinya dalam memperjuangkan keterbukaan informasi dan identitas budaya, Bonatua Silalahi hadir sebagai sosok yang menjembatani dunia kebijakan publik, akademisi, dan aktivisme sosial.
Kasus permintaan salinan ijazah Presiden Joko Widodo yang diajukan Bonatua Silalahi membuka kembali diskusi publik tentang hak masyarakat untuk mendapatkan informasi sekaligus batasan atas kerahasiaan dokumen negara. Di satu sisi, keterbukaan memang menjadi prinsip demokrasi, namun di sisi lain, ada regulasi yang membatasi akses atas dokumen tertentu demi melindungi privasi.
Respons KPU yang sempat menyatakan ijazah sebagai informasi rahasia lalu mencabut aturan tersebut setelah mendapat kritik, menunjukkan bahwa transparansi masih menjadi tuntutan utama masyarakat. Keberhasilan Bonatua memperoleh salinan ijazah Jokowi dapat dipandang sebagai preseden bahwa warga negara memiliki ruang untuk memperjuangkan hak akses informasi melalui mekanisme hukum yang sah.
Pada akhirnya, persoalan ini bukan sekadar soal dokumen ijazah, melainkan tentang bagaimana lembaga negara membangun kepercayaan publik melalui keterbukaan data, tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian
Sumber: Tribunnews
Artikel Terkait
Roy Suryo Cs Dicekal ke Luar Negeri dan Wajib Lapor, Ini Alasan Polda Metro Jaya
Jimly Asshiddiqie Kasihan ke Dokter Tifa Hingga Beri Keuntungan Ini, Meski Akhirnya WO
Geger! Turis Muda Meninggal Dunia di Bali Diduga Keracunan Kutu Busuk
Prabowo: Pendidikan Dokter hingga Perawat akan Dibiayai Negara, Beasiswa Penuh!