Hendrajit menyarankan pembentukan tim gabungan antara Kementerian Luar Negeri, Polhukam, TNI, dan pemangku kepentingan lainnya. “Saya kira sekarang secara udah tahapnya jelas peta masalahnya jadi harus menyusun formasi baru,” ujarnya.
Kepala stasiun penjaga pantai Natuna, Mukhlis, menggambarkan bagaimana kapal-kapal penjaga pantai China telah dikerahkan ke daerah ini setidaknya enam kali antara Januari dan Juni 2023. “Setiap tahun, sama saja karena apa pun yang kami lakukan, kapal-kapal China masih bersikeras pada garis sembilan putus-putus mereka,” katanya.
Ancaman di Luar Perikanan: Pengeboran Minyak dan Gas
Ancaman ini bukan hanya terbatas pada perikanan. Pada 2021, Beijing dilaporkan mengatakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas di blok Tuna di Laut Natuna Utara. Jakarta menolak, menegaskan hak kedaulatannya, dan menyetujui rencana pengembangan senilai US$3 miliar atau sekitar Rp45 triliun untuk blok tersebut pada akhir 2022.
Pertikaian ini mencapai puncaknya pada awal 2020, ketika terjadi pertikaian besar yang melibatkan jet tempur, kapal perang, dan puluhan kapal dari kedua negara. Presiden Jokowi, bahkan sempat mengunjungi kepulauan terpencil ini.
Namun, sejak itu, respons Jakarta terhadap penyusupan China yang berkelanjutan telah sebagian besar redup. Analis menunjukkan tindakan seimbang yang halus antara kekhawatiran domestik, ambisi geopolitik yang baru muncul, dan sikap kebijakan luar negeri yang tidak berpihak yang telah diuji
Pakar hubungan internasional dari Universitas Jendral Achmad yani, Yohanes Sulaiman, menjelaskan bahwa Indonesia sengaja tetap “diam” dalam konteks ini. “Indonesia tidak ingin situasi di Natuna memanas,” katanya. “Karena Indonesia menginginkan investasi China.”
Tantangan dan Kompleksitas
Bagi nelayan seperti Dedi, situasi ini jauh dari tenang. Dengan mata pencaharian mereka terancam dan kedaulatan negara kita dipertanyakan, perairan Natuna telah menjadi simbol dari tantangan dan kompleksitas yang dihadapi di kawasan ini.
Dalam konteks yang lebih luas, klaim China di Laut Cina Selatan telah menimbulkan ketegangan dengan negara-negara ASEAN lainnya, termasuk Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Klaim ini juga telah menimbulkan pertanyaan tentang peran Indonesia sebagai mediator dan “penengah jujur” dalam sengketa di jalur maritim kunci ini.
Dengan situasi yang terus berkembang dan tantangan yang semakin kompleks, perairan Natuna telah menjadi medan pertempuran simbolis dalam pertarungan yang lebih besar untuk pengaruh dan kontrol di Laut Cina Selatan. Bagaimana Indonesia dan negara-negara lain di kawasan ini akan menavigasi perairan ini dalam tahun-tahun mendatang akan menjadi pertanyaan penting yang akan menentukan masa depan kawasan ini.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Hamish Daud Liburan Bareng Sasha Sabrina Alatas ke Bangkok? Dugaan Perselingkuhan Suami Raisa Terkuak
Pengakuan Alumni Seangkatan Gibran: UTS Insearch Cuma Kursus Bahasa Inggris, Bukan Setara SMA
Ahmad Sahroni Sindir Penjarah Rumahnya: Boro-Boro Bayar Pajak, Pasti Nunggu Sembako
Terungkap Motif Oknum Polisi Bunuh Dosen IAK Bungo, Dipicu Masalah Asmara