REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, Febrian Fachri, Wahyu Suryana
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla (JK) menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan membisiki partai politik jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Jelasnya, hal serupa tak terjadi di akhir masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Seperti saya sering katakan, zaman Ibu Mega, Pak SBY, sama sekali tidak mempengaruhi partai politik untuk memilih ini itu, tidak jadi diberikan kepada partai-partai itu," ujar JK saat menerima kunjungan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di kediamannya, Senin (15/6/2023) malam.
Terkait Pilpres 2024, partai politiklah yang memiliki kewenangan untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Pemerintah seharusnya tak ikut campur atau cawe-cawe terkait kontestasi tersebut.
"Koalisi itu adalah kewenangan masing-masing Kami waktu jadi pemimpin pemerintahan tidak mencampuri itu," ujar JK.
Di lokasi yang sama, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan bahwa seluruh elemen bangsa harus bisa menjaga demokrasi. Termasuk para pejabat di tingkat eksekutif yang harus membuka ruang bagi setiap orang untuk menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Jajaran eksekutif juga benar-benar bisa membuka ruang itu, jangan sampai seolah-olah ada yang diberikan dukungan, diberikan support langsung maupun tidak langsung," ujar AHY.
Para pejabat di tingkat eksekutif juga tak perlu menjegal orang atau kelompok tertentu jelang Pemilu 2024. Jelasnya, partai politik memiliki hak konstitusional untuk berkoalisi dan mengusung sosok tertentu di kontestasi nasional mendatang.
"Ada yang dihalang-halangi atau tidak diharapkan tidak bisa maju untuk tidak bisa membangun koalisi. Rasanya ini mengusik keadilan kita, tetapi yang jelas ini tidak baik, tidak sehat untuk demokrasi," ujar AHY.
"Seharusnya siapapun yang terpilih berarti itu merupakan keinginan atau kehendak dari masyarakat," sambungnya.
Karikatur Opini Republika : Arahan Juragan - (Republika/Daan Yahya)
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi pada Ahad (14/5/2023) menghadiri acara Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Istora Senayan, Jakarta. Setelah menerima hasil nama capres dari Musra, Jokowi pun mengaku belum bisa memutuskannya.
Jokowi menegaskan, berdasarkan konstitusi, yang bisa mencalonkan capres dan cawapres adalah partai atau gabungan partai. Ia menilai, langkahnya ini merupakan salah satu strategi politik.
“Sehingga itu bagian saya untuk memberikan bisikan kuat kepada partai-partai yang sekarang ini juga koalisinya belum selesai. Jadi kalau saya ngomong sekarang untuk apa? Itu yang namanya strategi ya itu,” ujarnya.
Karena itu, ia pun meminta para relawan agar tak terburu-buru dalam menentukan capres dan cawapres yang akan dipilih. Meskipun begitu, Jokowi menyampaikan apresiasinya kepada Musra yang telah melakukan penjaringan nama capres dan cawapres yang diinginkan rakyat.
“Jangan tergesa-gesa, jangan grusa grusu, jangan pengin cepet-cepetan karena Belanda masih jauh,” kata Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi membantah tudingan dirinya ikut campur dalam persiapan Pemilu 2024 saat mengundang enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa (2/5/2023) malam. Menurut dia, pertemuan itu hanya dilakukan untuk berdiskusi.
"Cawe-cawe? Bukan cawe-cawe. Wong itu diskusi saja kok (disebut) cawe-cawe. Diskusi," kata Jokowi memberikan tanggapannya sambil tertawa, di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).
Artikel Terkait
Sosok Chef Sabrina Alatas, Wanita yang Diduga Selingkuh dengan Hamish Daud Lewat Pinterest
Gusti Purbaya, Calon Pengganti Raja Solo PB XIII yang Mangkat, Pernah Sindir Gibran
Oknum Polisi Bunuh Dosen Cantik di Jambi Gara-gara Cemburu Buta
Budi Arie Bantah Buang Jokowi dari Projo, Merasa Diadu Domba