JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan, Indonesia berhasil keluar dari fragile five, setelah sempat sejajar dengan negara-negara berkembang, seperti Brasil, India, Afrika, dan Turki di 2013.
Istilah fragile five muncul pada 2013 oleh Morgan Stanley, yang mengkategorikan negara-negara berkembang dengan tingkat ekonomi yang rapuh.
“Indonesia pada tahun 2013 masuk dalam kategori fragile five, bersama dengan Brasil, India, Afrika, dan Turki. Kini Indonesia berhasil keluar dari kelompok fragile five,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023, di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Baca juga: Sri Mulyani: Bank Dunia Mendorong Saya Mengambil Risiko Politik
Sri Mulyani mengatakan, hal ini terlihat dari neraga pembayaran dan neraca berjalan yang meningkat signifikan. Sebelumnya Indonesia mengalami defisit 3,2 persen dari PDB pada tahun 2013, yang menyebabkan ekonomi Indonesia sempat menjadi rapuh.
“Kini neraca kita surplus 0,3 persen dari PDB tahun 2021, dan juga surplus meningkat lagi di tahun 2022 yaitu 1 persen dari PDB,” lanjutnya.
Sri Mulyani menambahkan, menguatnya posisi neraca berjalan Indonesia tidak lepas dari kebijakan struktural dan transformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah yaitu, hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).
Dia mengatakan, sejak 2014 pemerintah mencanangkan kebijakan hilirisasi dengan mewajibkan pembangunan smelter secara bertahap bagi perusahaan tambang mineral.
Artikel Terkait
Pernyataan Sanae Takaichi tentang Taiwan dan Wacana Penyesuaian “Tiga Prinsip Non-Nuklir” Picu Kontroversi Keras di Jepang
Kepala BGN Salahkan Petani, Kandungan Nitrit Tinggi di Bahan Pangan Biang Kerok Keracunan MBG
Akui Polisi Lambat Respons Aduan, Wakapolri: Masyarakat Lebih Mudah Lapor ke Damkar
VIRAL Kepala Patung Soekarno Miring di Alun-alun Indramayu, Ternyata Ini Penyebabnya