"Pas sekali kalau BRIN mulai menyusun, bentuknya Perpres saja dulu. Jadi sama, meniru Publisher Right kelihatannya. Di masa depan tentu kita berharap ini berbentuk undang-undang. Tapi jangan terlalu lama," ujar dia.
Dia lalu mengatakan Uni Eropa beberapa waktu lalu menyepakati undang-undang tentang kecerdasan artifisial yang akan berlaku tahun 2026. Aturan ini nantinya mengharuskan kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan lainnya mematuhi kewajiban transparansi semisal menyertakan nama sumber yang dikutipnya, sebelum dipasarkan.
"UU Uni Eropa tentang AI itu baru berlaku tahun 2026. Dua tahun kemudian yang teknologinya sudah berkembang. Tetapi tidak apa-apa daripada tidak melakukan," kata dia.
Pembahasan tentang pentingnya regulasi komprehensif tentang AI ini mengemuka salah satunya terkait dengan masalah yang terjadi di dunia digital khususnya media saat ini, yakni saat platform digital mengutip berita-berita dari media konvensional tanpa izin lalu memonetisasinya.
Baca Juga: Berijalan Gelar Workshop Digital Marketing untuk Pelaku UMKM
Usman mengatakan, masalah ini belum tentu dapat diatasi dengan Publisher Right atau Hak Penerbit.
"Kalau AI yang melakukan apakah kita bisa menggunakan Publisher Right kalau nanti diundangkan, ditandatangani presiden? Saya kira belum tentu juga karena platform digital memang menggunakan AI. Tetapi perusahaan AI belum tentu mau disebut sebagai perusahaan platform digital," demikian kata dia.*
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: harianmerapi.com
Artikel Terkait
Viral Gus Elham Yahya Ngaku Punya Istri Usia 13 Tahun, Benarkah Sudah Menikah?
Mahfud: Polri Harus Lucuti Semua Anggotanya dari Jabatan Sipil
Waduh! Usai MK Batalkan HGU 190 Tahun, Investor Ramai-ramai Mundur, IKN Terancam Mangkrak
Viral Habib Bahar bin Smith Sebut Haram Baginya Mencintai Wanita Selain Fadlun Faisal Balghoits!