Subsidi untuk Mobil Listrik Mendapat Sorotan Ahli, Diduga Ada Kepentingan Bisnis Luhut dan Moeldoko

- Sabtu, 27 Mei 2023 | 16:00 WIB
Subsidi untuk Mobil Listrik Mendapat Sorotan Ahli, Diduga Ada Kepentingan Bisnis Luhut dan Moeldoko


Menurut Data Analyst Continuum Indef Wahyu Tri Utomo, warganet menyoroti dua pejabat negara Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan.


“Ada juga yang menilai subsidi ini hanya akan jadi ‘bancakan’ pejabat yang juga pengusaha. Moeldoko sebagai KSP dan Ketua Periklindo, Luhut sebagai Menko Marves dan berkaitan dengan Electrum,” ujar dia di webminar yang disiarkan di Youtube, Senin (22/5).


Moeldoko merupakan Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia. Organisasi ini dibentuk buat mendukung Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai.


Anggota Periklindo di antaranya Wuling, DFSK, Benelli, Keeway, ABC Lithium, Smoot, AEON Credit Service dan Mobil Anak Bangsa (MAB). Moeldoko sendiri adalah pemilik MAB, produsen bus listrik.


Sedangkan Luhut dikaitkan dengan perusahaan motor listrik Electrum. CEO Electrum Pandu Sjahrir adalah keponakan Luhut.


Wahyu mengatakan masyarakat mengkhawatirkan kebijakan subsidi ini memunculkan konflik kepentingan dari para pejabat negara yang juga berkecimpung di industri kendaraan listrik.


“Secara tersirat ada ketakutan conflict of interest antara dia yang menjabat di pemerintahan, punya power atas kebijakan, tapi di satu sisi punya usaha yang secara kebetulan ada irisan dengan kebijakan,” kata Wahyu.


“Ini akhirnya menimbulkan kecurigaan dari masyarakat, jangan-jangan subsidi ini untuk ‘pengpeng’ bukan untuk masyarakat yang membutuhkan,” papar dia.


Kelompok masyarakat yang menolak subsidi ini adalah 80,77 persen yang terjaring dari 18.921 pembicaraan yang berasal dari 15.139 akun Twitter selama periode 8-12 Mei 2023.


Selain soal konflik kepentingan, barisan netizen yang menolak subsidi juga menilai kebijakan ini tak tepat sasaran. 


Halaman:

Komentar